Lukisan Belas Kasih Allah (4)

Sifat-sifat belas kasih Allah
Lukisan belas kasih Allah yang dibuat oleh Yesus itu memberi kita petunjuk untuk memahami sifat belas kasih Allah. Setidaknya ada empat karakter belas kasih Allah yang boleh kita pahami.
Pertama, belas kasih Allah tidak mengenal aturan/hukum. 
Mari kita tengok lagi lukisan yang dibuat oleh Yesus. Dalam lukisan mengenai gembala yang baik, gembala tersebut tidak harus mencari satu dombanya yang tersesat, toh dia masih memiliki 99 ekor domba. Meninggalkan 99 demi satu ekor tentu memiliki risiko yang besar bahwa aka nada banyak domba yang hilang atau diserang binatang buas. Dalam lukisan tersebut juga digamabrkan bahwa domba yang tersesat itu memang sudah terbiasa tersesat sehingga dia dijuluki si sesat. Maka akan bisa dipahami kalau gembala tersebut membiarkans aja si sesat itu hilang. Toh masih ada 99 domba baik yang tidak pernah merepotkannya. Juga terhadap lukisan mengenai bapa yang menerima kembali anaknya yang telah ‘murtad’. Secara nalar, tindakan bapak tersebut sungguh diluar nalar. Anak bungsunya itu sungguh nakal, bahkan sangat kurang ajar. Bukan saja dia telah meminta bagian warisannya di saat dia masih sehat, tetapi telah menghambur-hamburkannya. Bapak itu bisa berkata kepada anak bungsunya, “kamu bukan anakku lagi”. Tetapi bapak itu tidak melakukan itu. Bapak itu menerima anak bungsunya, merangkulnya penuh cinta, dan memberi dia pakaian yang layak sebagai seorang anak. Bapak itu mengembalikan lagi martabat ‘anak’ yang sudah hilang. Tindakan bapak tersebut sungguh di luar nalar.
Kedua, belas kasih Allah tidak mengenal waktu
Pintu belas kasih Allah terbuka selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Dia tidak mengenal jam kerja dan hari libur. Sehingga kita tidak bisa beralasan, “pintu belas kasih Allah sudah ditutup”, atau “Allah sedang berlibur, pintu belas kasihnya masih terkunci”. Pintu belas kasih Allah senantiasa terbuka sehingga kita bisa datang kapan saja. Meskipun pintu belas kasih Allah senantiasa terbuka, kita jangan membuang-buang waktu dengan berkata, “ahhh nanti saja saya datang, toh pintunya selalu terbuka”. Meskipun pintu belas kasih Allah senantiasa terbuka, kita tidak boleh membuang-buang kesempatan. Siapa tahu kita tidak pernah memiliki kesempatan untuk memasukinya. Siapa tahu kita sudah pergi sebelum masuk dan mendapatkan belas kasih-Nya. Jadi, senyampang ada kesempatan pergunakanlah dengan baik. Datanglah dan ketuklah pintu belas kasih Allah, dan kita akan mendapatkannya. 
Ketiga, belas kasih Allah tidak mengenal akhir. 
Belas kasih Allah itu abadi seperti halnya Allah juga abadi. Hal ini bisa kita pahami dari dua sisi, yaitu dari sisi Allah dan dari sisi manusia. Dari sisi Allah, belas kasih-Nya itu kekal. Dia tidak berkesudahan dan tidak mengenal batas kedaluwarsa (expired). Hal itu sangat berbeda dari belas kasih manusia yang kerap sangat terbatas. Pertanyaan Petrus kepada Yesus mengenai batas mengampuni adalah salah satu contoh bahwa belas kasih manusia itu sangat terbatas. Lantas bagaimana kita melihat belas kasih dari sudut manusia? Karena belas kasih Allah itu kekal adanya, maka selama manusia masih hidup ia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkannya. Maka, sepertinya halnya yang saya catat dalam nomor dua, meskipun belas kasih Allah itus elalu ada dan bersifat kekal, jangan mensia-siakan kesempatan untuk mendapatkannya. Jangan berpikir, “ahhh nanti saja saya mencari belas kasih Allah, toh masih akan tersedia terus”. Siapa tahu kita tidak memiliki kesempatan mendapatkannya karena hidup kita berakhir. Belas kasih Allah itu bisa kita dapatkan selama kita hidup. Jika kita sudah mati, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Orang lain yang masih hidup yang mungkin akan memintakan belas kasih Allah itu untuk kita. Maka, jangan berlambat mencari beals kasih Allah. 
Keempat, belas kasih Allah mengubah manusia
Mereka yang mengalami belas kasih Allah biasanya hidupnya diubah. Umat Israel yang mengalami banyak kesulitan selama perjalanan mereka di padang gurun, mereka yang naik turun kadar kepercayaannya; pada akhirnya selalu mengibarkan bendera kesetiaan kepada Allah karena mereka mengalami belas kasih Allah. Santo Paulus, memebrikan seluruh kemampuannya untuk pelayanan karena dia mengalami sungguh-sungguh belas kasih Allah dalam hidupnya. Masih banyak kisah yang bisa kita tambahkan mengenai orang-orang yang berubah hidupnya karena mengalami belas kasih Allah. Dua anak yang kita dengar dalam perumpamaan bapak yang baik hati itu memang tidak kita ketahui akhir hidupnya. Tetapi mengapa kita tidak berpikir bahwa mereka berakhir sebagai orang-orang yang mencintai Allah karena mereka telah mengalami belas kasih Allah?(bersambung)

Comments

Popular Posts