25 Januari 2011

25 Januari 2011. Ya tiga tahun yang lalu, saya memulai sebuah hidup yang baru. Bangkit dari keterpurukan dan berani maju meski tidak ada yang pantas untuk dibanggakan. Apakah itu? Apakah mengenai sebuah perjuangan melawan ketidakadilan? Bukan! Itu hanya soal membuat khotbah setiap hari.
Sejak akhir tahun 2009 saya membantu melayani misa harian di paroki Port Melbourne, misa bahasa Inggris. Setiap malam saya menyiapkan khotbah meski hanya singkat. Saya begitu percaya diri dan bangga. Hingga suatu hari seorang suster mendekati saya dan mengatakan, "Romo, saya tidak mengerti satu katapun yang Romo katakan, sebaiknya tidak usah khotbah lagi, berlatihlah membaca dengan baik. Kalau Romo sudah membaca Injil dengan baik, itu sudah cukup bagi kami."
Perkataan suster tersebut bagai petir di siang hari. Bukan bermaksud mendramatisir, tetapi saya seperti dibanting ke batu karang. Semangat saya sontak hancur berkeping-keping. Dan sejak saat itu saya tidak pernah lagi membuat khotbah. Hampir setahun penuh saya nikmati keterpurukan saya hingga hari itu, 25 Januari 2011. Hari pesta bertobatnya Santo Paulus. Saya katakan kepada diri saya sendiri, saya mau bertobat. Saya tidak mau terus terpuruk. Saya mau membuat khotbah lagi.
Maka saya membuat khotbah lagi. Saya katakan dalam hati, "Saya tidak peduli umat mengerti atau tidak yang saya katakan, tetapi saya menyampaikan apa yang saya alami, apa yang saya geluti, dan apa yang saya dapatkan dari Firman Tuhan yang saya baca dan saya renungkan.
Saya ungkapkan ini dalam khotbah. Saya katakan mengapa selama hampir setahun ini saya tidak berkhotbah dan mengapa hari ini saya berkhotbah. Seusai misa dua orang ibu datang menemui saya. Keduanya keturunan Malta. Mereka berkata kepada saya, "Romo, selama misa tadi saya menangis. Menangis karena kejujuran Romo. Romo tidak usah khawatir dengan logat Romo yang kental. Kita semua di sini adalah pendatang. Kita memiliki logat kita masing-masing. Kami menangkap apa yang Romo katakan, bukan karena struktur bahasa Romo bagus, tetapi karena Romo menyampaikan dari hati, maka kami mengerti."
Peneguhan dua orang ibu itu sungguh memberi kekuatan bagi saya. Sejak hari itu, saya rajin membuat khotbah. Saya membagikan apa yang saya rasakan, bukan pertama-tama apa yang saya pikirkan. Apa yang saya rasakan berasal dari hati, dan itu mampu diterima dengan hati pula. Kalau hanya apa yang berasal dari pikiran, akan mudah menimbulkan salah paham, karena pola pikir yang berbeda.
Hari ini saya ingin membagikan apa yang saya rasakan kepada Anda. Bahwa Tuhan itu begitu luar biasa mencintai saya. Buktinya apa? Saya diberi kesempatan untuk melihat karya-Nya dan membagikannya kepada Anda. Semoga Anda juga melihat dan merasakan karya Indah Tuhan dalam hidup Anda sehari-hari.

Hong Kong, 25 Januari 2014
Pest bertobatnya Santo Paulus

Comments

Popular Posts