Hari ini, 25 Januari 2014

Hari ini adalah hari spesial bagi saya. Pesta bertobatnya Santo Paulus. Saya sudah merancang untuk merayakannya dengan spesial pula. Seperti cerita saya sebelumnya, bahwa tanggal ini memiliki arti tersendiri bukan hanya karena bertobatnya Santo Paulus, tetapi Paulus Waris ini juga bertobat. Tetapi rencana yang telah saya susun harus saya relakan untuk dipinggirkan. Ada rencana lain yang harus saya ikuti, yaitu rencana Tuhan.
Sebenarnya saya ingin mengisi hari ini dengan berdiam diri. Bahkan kebiasaan saya hiking setiap Sabtu juga saya kesampingkan. Saya ingin mengisi pesta bertobatnya Santo Paulus dalam keheningan. Maka saya tidak mengikuti jadwal komunitas. Saya tidak ikut misa bersama, saya ingin merayakan misa sendiri. Maka setelah sarapan saya segera menuju ke kamar dan membaca. Jam 10 pagi saya mempersiapkan diri untuk misa. 
Tiba-tiba ada telfon berdering. ternyata seorang kawan BMI. Suaranya lemah karena sedang sakit. Dia meminta saya untuk menemani di rumah sakit karena hari ini akan menghadapi operasi. Saya langsung mengiyakan. Maka segera saya menyiapkan misa. Selesai misa saya menemui Romo Heru dan mengatakan bahwa saya harus ke rumah sakit menemani seorang BMI yang akan menjalani operasi.
Persoalan muncul, saya tidak tahu tempat rumah sakit tersebut. Ide cerdas muncul, saya tanya saja teman-teman. Dan segera saya mendapatkan jawaban. Ternyata tempatnya cukup jauh. Saya harus menumpang bis dan setelah itu berganti dengan MTR dan turun di stopan terakhir.
Persoalan kedua muncul, saya tidak membawa cadangan daya untuk HP. Padahal saya akan berada di luar cukup lama. Maka setelah menghubungi beberapa teman HP saya matikan, demi menghemat daya. Selama perjalanan saya membaca buku. Aktivitas yang hampir tidak pernah saya lakukan lagi semenjak memiliki smartphone. Perjalanan biasa saya isi dengan berbagai aktivitas di smartphone. Berhubung hari ini harus menghemat daya HP, maka saya kembali ke aktivitas lama, membaca buku.
Sesampai di stopan terakhir saya menghidupkan HP dan mengontak rekan pastor yang saya ajak untuk menjenguk kawan BMI di rumah sakit. Karena dia tinggal di paroki di dekat rumah sakit maka mudah bagi dia untuk datang. 
Siang tadi sebenarnya bukan jam bezoek. Jam berkunjung hanya diperbolehkan jam 6 sore sampai jam 8 malam saja. Padahal tadi kami bezoek sekitar jam 12 lewat. Perawat menegur kami, tetapi kami hanya mengangguk dengan berkata, "sebentar ya". Setelah cukup lama berbicara kami akhiri dengan berdoa. Kemudian kami keluar ruangan dengan pesan, nanti kalau sudah mau operasi hubungi kami ya. Jam sudah menunjuk ke angka 1. 
Kami segera menuju pastoran. Acara pertama adalah mencharge HP. kebetulan kawan imam ini memiliki charger. Setelah itu kami pergi makan siang. Kami makan cukup lama, sambil ngobrol dan sharing-sharing. Dengan harapan segera ada kabar dari kawan BMI yang tergolek di rumah sakit. Jam sudah menunjuk angka 3, kawan imam harus ikut pertemuan. Maka saya berjalan-jalan sendirian menikmati Tsuen Wan. Katanya ada taman yang indah. Saya ingin duduk di sana sembari emmbca buku.
Setelah berjalan dan berjalan, taman yang besar dan indah itu tidak saya temukan. Tetapi ada taman lain, tidak terlalu besar tetapi cukup indah di samping rumah sakit. Banyak orang di taman itu, kebanyakan bapak-bapak. Mereka bergerombol mengelilingi meja. Ternyata mereka bermain mahjong. Maka saya segera mencari bangku untuk duduk menikmati sore sembari membaca.
Sekitar jam 5 sore ada kabar bahwa kawan BMI mulai masuk ruang operasi. Sekitar jam 6 sore, sesuai jam bezoek kami segera menuju rumah sakit. Kami sungguh tidak tahu kira-kira operasi itu akan berlangsung berapa lama. Kami segera menuju ruangan tempat teman BMI dirawat sebelumnya. Ternyata menurut perawat, dia masih di ruang operasi. Kami menunggu di luar, di mana ada bangku-bangku untuk duduk.
Detik berganti menit, menit berganti jam, dan putaran jam sudah mengarah ke angka 8, tetapi belum ada tanda apa-apa.  Dua teman yang harus masuk ke rumah jam 9 mohon pamit terlebih dahulu. Tinggal kami bertiga. Maka kami tanya di lantai berapa ruang operasi berada. Setelah mendapat jawaban, kami segera menuju ke sana. Lantai lima di mana ada ruang operasi ternyata sangat sepi. Tidak ada siapa-siapa. Jelas karena ruangan ini adalah kamar operasi, maka tidak ada siapa-siapa. Repotnya adalah kami tidak bisa bertanya mengenai kondisi kawan tadi.
Waktu terus bergulir. Jam 9 seorang paramedis, mungkin dokter keluar ruangan. Kami menemui dan bertanya mengenai kondisi kawan kami. Katanya operasi berjalan dengan baik. Dia sudah keluar dari ruang operasi dan masih membutuhkan waktu untuk sadar pulih. Katanya tidak lama.
Kami menunggu karena kami berharap kawan kami ini tahu ada teman yang menunggu dia waktu operasi. Ternyata waktu sebentar yang disampaikan oleh dokter tadi menjad cukup lama. Jam sudah menunjuk angka 9.30, sedangkan rumah kami cukup jauh. Maka kami tanya kepada petugas kamar operasi, apakah kami boleh melihat dia, karena kami harus pulang. Ternyata kami tidak boleh menjenguk, tetapi katnya, sebentar lagi dia akan dipindah ke kamar. Maka kami menunggu lagi.
Jam 10, kami sudah berkemas karena kami benar-benar harus pulang. Saat itulah kami mendengar suara derak roda. Kami yakin itu adalah roda tempat tidur. Maka kami mencari asal suara itu, dan benar kawan kami terkulai lemah di sana. Dua orang petugas mendorong ranjang tersebut. Kami mencoba menyapa kawan kami itu. Dia membuka mata dan menoleh ke kanan dan ke kiri. Nyata benar bahwa dia belum sadar. Pengaruh obat bius masih sangat kuat. Tetapi kami bersyukur bahwa prosesnya sudah selesai. Kami melihat kawan kami dibawa kembali ke kamar. Kami pun akhirnya pulang.
Tuhan, terimakasih untuk pengalaman hari ini. Pengalaman baru menunggu sesuatu yang tidak kami tahu. Pengalaman baru untuk menajdi saudara bagi sesama kami. Saudara karena kami tahu, saudara-saudara sedarahnya ada nun jauh di sana, dan yang ada hanyalah kami. Kami berterimakasih karena Engkau memberi kami kesempatan ini. Kami juga berterimakasih untuk rahmat kesehatan yang Kau berikan. Sungguh menjadi refrain kami sore hingga malam ini, "janganlah sakit ketika di rantau". Dan kami menjadi sadar, semuanya itu hanya bisa kami pasrahkan kepada-Mu. Kami hanya bisa menjaga diri dan berusaha, tetapi semuanya itu Engkau yang menganugerahkan.
Tuhan terimakasih untuk hari ini. Hari sungguh berjalan seperti yang tidak saya rancangkan, tetapi seperti yang engkau rancangkan. Terimakasih atas kepercayaan-Mu untuk semua yang Engkau berikan tadi. Kesemptan untuk belajar menunggu, belajar untuk bersabar, belajar untuk berpasrah dan berserah. Kiranya sungguh semua rancangan-Mulah yang terjadi atas kami. 

Hong Kong, dini hari 26 Januari 2014, 00.47  
 

Comments

Popular Posts