Psikologi PRIA

Menulis tema ini sebenarnya agak susah. Itu seperti menelanjangi diri sendiri. Tetapi itulah pelajaran yang saya peroleh hari ini. Soal pria. Soal psikologi. Agak memalukan sebenarnya, tetapi tidak apa-apa saya akan menuliskannya sedikit. Mengapa sedikit? Pertama, saya tidak tahu banyak soal psikologi. Kedua, kalau terlalu banyak saya tidak tahan dengan malunya. 
Oh iya, sebelum masuk ke dalam inti tulisan saya perlu menjelaskan, mengapa tiba-tiba saya menulis psikologi pria. Pertama, yang membaca catatan saya kebanyakan perempaun. Apakah ada hubungannya dengan tema? Saya tidak mau menjawab. Kedua, dan ini yang jauh lebih penting, yaitu pelajaran dari relasi tiga pria yang saya jumpai hari ini. Antara Saul, Daud, dan Yonatan. Tiga pria, satu dewasa tua, dua pemuda, dewasa juga. Rasanya dua alasan itu cukup untuk menulis mengenai psikologi pria. Minimal, para pembaca yang mayoritas perempuan ini bisa memahami sedikit mengenai pria. 

Jangan pernah dibandingkan
Ini kunci mendasar memahami seorang pria. Jangan pernah dibandingkan. Seorang teman (perempuan), mengatakan kepada saya, "Pria dewasa itu adalah anak-anak yang berbadan besar". Saya tidak bisa menyanggah. Tetapi sebenarnya saya juga memiliki balasannya. Namun balasan itu tidak perlu saya unggah di sini. (ini tipikal pria, suka membela diri, pandai mencari alasan).
Mari kita pahami pernyataan teman tadi. Seorang pria dewasa adalah anak-anak yang berbadan besar. Sangat meremehkan. Hahahaha, dan sangat mengajak 'berantem'. Tetapi memang pernyataan ada benarnya. Seorang anak itu tidak pernah mau dibandingkan. Seorang ibu yang mencoba membandingkan satu anak dengan anak yang lain hanya akan menanam luka dan dendam di dalam hati sang anak.
Mari kita lihat satu contoh dari lelaki dewasa. Kita ambil contoh Saul dan Daud. Saul adalah raja Israel. Daud adalah pemuda biasa yang berani maju ke medan perang. Karena kepercayaannya kepada Tuhan, dia mampu mengalahkan Golliat yang jauh lebih besar, lebih kuat, dan lebih berpengalaman. Nah, ketika Daud pulang dari medan perang, ibu-ibu dan gadis-gadis di Israel menyambut dengan tarian dan nyanyian. Nyanyiannya berbunyi demikian, "Saul mengalahkan seribu musuh, tetapi Daud mengalahkan sepuluh ribu musuh..." Walahhhhh, nyanyian ini sontak membakar amarah Saul. Dia adalah raja, penglima tertinggi, tetapi dinilai kecil oleh rakyatnya. Saulpun marah dan berniat membunuh Daud. Lihatlah efek dari membandingan seorang pria dengan pria yang lain. Mengerikan!
Maka, jangan mencoba membandingkan seorang pria dengan pria lainnya. Apalagi kalau pria itu dia kenal. Bisa runyam.

EGO
Seorang pria itu egonya besar. Meskipun banyak orang mengatakan bahwa PRIA lebih mengkedepankan logika, tetapi loginya bisa tidak sinkron dengan kenyataan kalau sudah dikuasai oleh ego. Ego ini adalah apa yang dijadikan kebanggaan bagi si pria. Ada macam ragamnya. Bisa harga diri, bisa karir, bisa keluarga, bisa uang, dll.
Kita ambil contoh ego seorang pria terletak pada harga dirinya. Kita bisa menyinggungnya soal keuangan, dia tidak akan tersentuh. Kita bisa menyinggungnya soal cinta atau karir atau keluarga; tetapi jangan sentuh soal harga dirinya. Dia bukan hanya akan bereaksi, tetapi dia bisa meledak tak terduga. Persoalannya, bagaimana kita tahu seorang pria itu harga dirinya diletakkan di mana. Repot! 
Ini juga terjadi pada diri Saul. Harga dirinya sebagai raja direndahkan. Bagaimana mungkin rakyatnya lebih memuja Daud, pemuda kencur berkulit kemerah-merahan itu. Daud belum berpengalaman, kebetulan saja dia menang melawan Goliat. Saul merasa harga dirinya direndahkan, maka dia marah tak terkira, dan tidak mampu menggunakan akal sehatnya lagi.

Berkepala dingin
Setelah melihat dua hal yang (agak) negatif, mari kita lihat satu hal yang (sedikit) positif. Kebanyakan pria berkepala dingin. Meski hatinya panas, kepalanya masih bisa dingin. Contoh pria semacam ini dapat kita temukan pada diri Yonathan. Dia adalah anak Raja Saul, sekaligus sahabat Daud. Saul mengatakan kepada Yonathan bahwa dia akan membunuh Daud. Walahhhh, Yonathan sungguh berada dalam dilema besar. Di satu pihak adalah ayah, dan di lain pihak adalah sahabat. Syukurlah, meski hatinya bingung dan kacau, kepalanya tetap dingin. Dia masih bisa bernalar dengan baik.
Dia memberitahu rencana ayahnya kepada Daud dan memberi saran apa yang harus dilakukan. Di lain pihak, Yonathan berusaha melunakkan hati Saul ayahnya dan mencoba memberinya pengertian yang baik. Dan itu berhasil. Pada akhirnya Saul membatalkan niatnya untuk membunuh Daud.
Karena Yonathan berkepala dingin, dia bisa menjadi seorang pembawa damai. Dia menjadi seorang negosiator dan menyalurkan damai kepada Daud dan kepada Saul. Seandainya kita semua bisa menajdi penyalur damai. (teringat doa St. Fransiskus, make me a channel of Your peace)

Penutup
Rasanya masih ada banyak yang bisa dikupas mengenai psikologi pria. Tetapi setelah menulis tiga hal ini, saya ingin menyudahi. Ada dua atau bahkan tiga alasan mengapa saya harus menyudahi. 
Pertama, saya bukan seorang psikolog. Maka akan keliru kalau berbicara terlalu banyak mengenai psikologi. Seperti saya katakan di awal. 
Kedua, karena saya merasa semua orang, baik pria maupun perempuan juga memiliki sifat seperti yang saya sebutkan di atas. Setiap orang tidak mau dibandingkan. Tiap orang memiliki egonya masing-maisng, dan tiap orang bisa berpikir dengan jernih menggunakan logika yang baik. 
Ketiga, saya semakin malu dengan diri saya sendiri. Karena kalau berbicara hal yang negatif, saya langsung melihat diri saya sendiri di sana. Tetapi kalau berbicara hal positif, kok bukan saya yang di sana. Maka lebih baik saya sudahi, dari pada semakin malu.
Sebagai penutup saya mengajak Anda sekalian (juga saya sendiri tentunya) untuk belajar dari Yonathan. Dia masih muda tetapi bisa mengendalikan dirinya dengan baik. Dia tidak dikuasai ego. Dia mampu mengendalikan diri sehingga mampu menggunakan kepalanya (akal sehatnya) dengan baik. Dan ketika itu berjalan, yang tercipta adalah damai. Saya rasa hal yang sama juga bisa terjadi di dalam keluarga, relasi antara suami dengan istri, juga dengan anak-anak. Juga di dalam komunitas yang lebih besar.

Tuhan memberkati
Hong Kong, 23 Januari 2014

Comments

Ketut Astiti said…
Wuaah...Mo. Mantab sekali. :)....betul, Mo. Sifat2 buruk itu pun ada pada diri saya. Saya yang masih dipenuhi dengan ego, ingin dihargainya tinggi, tinggi sekali. Harapan saya, iya,,,igin seperti Yonathan, yang berkepala dingin. Semoga makin hari makin memiliki kepala dingin seperti Mas Yonathan. :)

Terimakasih, Mo. ^_^
MoRis HK said…
Hallo Tut, belajar terus, senyampang masih muda.
Semangattttt.....

Popular Posts