Habis gelap terbitlah kehidupan

Kisah si buta, Sebuah drama kehidupan

Sahabat, minggu lalu saya mengajak Anda menikmati sebuah sajian talk show di pinggir sumur. Anda bisa membacalagi di sini. Talk show yang tidak kalah dengan talk show ‘Mata Najwa’ atau ‘Kick Andy’. Talk show yang bukan hanya mengajak pendengar / pembaca untuk merenung sejenak, terharu sejanak, tetapi bertobat. 

Hari ini yang disuguhkan bukanlah sebuah talk show. Tetapi sebuah drama. Mungkin sajian kali ini untuk mengakomodasi pembaca yang suka akan drama Korea, maka disajikanlah sebuah drama yang mirip-mirip dengan drama Korea. Berhubung saya kurang gemar menonton drama Korea, berbeda dengan sahabat saya yang sukanya nonton drama/film Korea, maka paparan yang saya berikan mungkin kurang bisa mengaduk emosi. Karena bukan itu yang hendak dituju, tetapi sebuah cermin perjalanan hidup seorang anak manusia, yang mengalami jatuh bangun. Perjalanan anak manusia dari kegelapan dosa menuju terang kehidupan.

Prolog

Hari itu adalah hari Sabtu. Tidak banyak orang berlalu-lalang. Karena hari itu dikuduskan bagi Tuhan. Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan. Mereka berhenti di sejenak, karena mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan. karena hari itu hari Sabtu, orang Yahudi menyebutnya hari Sabat. Di sana ada seseorang yang buta sejak lahirnya. Seperti biasa, kalau banyak orang berkumpul mulailah ada bisik-bisik, ada kasak kusuk, ada gossip. Baik mari kita lihat apa yang mereka gossipkan. 

#1: Buta dan Dosa

Murid-murid yang sudah tidak tahan dengan gossip yang berkembang bertanya kepada Yesus. 
"Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” 
Yesus dengan tanpa mengalihkan pandangannya dan sambil tetap duduk Dia menjawab. 
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.”

Seperti biasanya para  murid tidak memahami apa yang dimaksudkan oleh Yesus. Padahal para murid mengajukan pertanyaan yang sebenarnya menjadi pertanyaan semua orang. Siapa yang menyebabkan cacat tersebut. Masyarakat memercayai bahwa cacat adalah akibat dosa.  Sekarang ini ada seseorang yang sudah dari lahirnya cacat, dosa siapa ini. Dosanya sendiri atau dosa orangtunya. 
Rasanya pertanyaan seperti ini juga kerap kita dengar. Kalau dosa orangtua bisa menurun kepada anaknya, bisa membawa sial bagi keturunannya, dst. Tetapi jawaban Yesus selalu aneh. Ditanya apa dijawab apa. Bisa jadi kemampaun para murid belum sampai untuk memahami. 
Bahwa ternyata cacat itu bukan karena dosa. Bahwa cacat itu adalah sarana bagi Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya. Sebenarnya Yesus hendak mengatakan bahwa ada banyak orang yang membutuhkan bukti untuk bisa percaya. Nanti perkataan Yesus ini akan diulangi lagi. Bahwa dengan menggunakan orang cacat sejak lahir dan nati akan disembuhkan, akan membantu orang untuk percaya kepada Tuhan. 
Hal yang harus juga dipahami adalah, terlebih kalau mengikuti pemahaman masyarakat bahwa cacat adalah akibat dosa. Dosa berarti ada kuasa jahat. Kapan kuasa jahat bisa terjadi? Yaitu saat kuasa Allah tidak ada, saat Allah tidak menampakkan tanda kuasa-Nya. Nah, sekarang kuasa Allah itu akan bekerja. 
Dalam kisah yang diuraiakan oleh penginjil Yohanes, tanda kuasa Allah itu terjadi beberapa kali. Dimulai dengan tanda di Kana yang di Galilea di mana Yesus mengubah air menajdi anggur. Ada juga tanda membangkitkan Lazarus dari kematian dan puncak tandanya adalah kematian dan kebangkitan Yesus. 

#2: Penyembuhan

Pada babak kedua kisah drama ini menceritakan bagaimana Yesus menyembuhkan si buta. Ada hal yang menarik yang perlu kita cermati. Pertama, proses penyembuhan ini bukan karena si buta meminta untuk disembuhkan. Kita bisa membandingkan peristiwa penyembuhan Bartimeus si buta. Bartimeus berteriak-teriak mohon kesembuhan. Atau dalam kisah orang-orang yang membawa teman mereka yang sakit. Kisah ini berbeda. Kisah ini sungguh mau mengggambarkan Allah memberi tanda, bukan karena diminta. 

Maka setelah Yesus memberi penjelasan kepada para murid, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi dan berkata kepadanya: "Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam." Siloam artinya: "Yang diutus." Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.

Tanda itu sungguh nyata. Tanda itu datang dari Allah, diutus ke dunia. Sekarang Dia mengutus si buta untuk mandi di kolam siloam dan akhirnya dia sembuh. Si buta itu pergi dari kegelapan menuju terang. Berbeda dengan tanda yang telah dibuat. Kali ini ada material, ada tanah. Ada gerak tubuh, meludah, mengaduk tanah. Ada yang dilibatkan, menyuruh pergi, menyuruh membasuh diri, membersihkan diri. Tanda itu sungguh nyata, pergeseran dari kegelapan menuju terang. Dari yang kotor menuju yang bersih. Sebuah tanda kehidupan.

Layar ditutup, lampu dimatikan. Penonton diajak mengamati kisah berikutnya, kisah yang lain. 

#3: Reaksi para tetangga

Layar kembali dibuka. Sekarang kita disuguhi suasana perkampungan. Tempat di mana orang yang baru disembuhkan itu tinggal. Orang itu berjalan dengan mata menoleh ke sana ke mari. Dia tidak bisa menutupi kegembiraan. Selama ini seluruh dunianya adalah gelap. Sekarang dia bisa melihat semuanya. Selama ini dia hanya meraba-raba di mana dia tinggal, sekarang dia bisa mengetahui seperti apa. Biasanya dia menggunakan tongkat untuk berjaan, sekarang dia berloncatan. Tentu saja hal ini membuat heran para tetangganya.

Mulailah ada kasak-kusuk di antara tetangga. Mereka mencoba memastikan dan mengabarkan. Kata seorang ibu sambil menggendong anaknya, "Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?" Ibu yang lain, yang sedang menjemur baju menjawab, "Benar, dialah ini." Tapi seorang ibu yang sedang membersihkan gandum berujar, "Bukan, tetapi ia serupa dengan dia." Lalu mereka mulai berdiskusi, berbisik-bisik, juga terkadang berseru.
Orang itu mendnegar apa yang dikatakan tetangga-tetangganya. Maka dia berkata, "Benar, akulah itu." Tentu saja itu mengherankan mereka. Maka mereka bertanya kepadanya, "Bagaimana matamu menjadi melek?" Orang itu menjawab, "Orang yang disebut Yesus itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat."
Antara takjub dan heran, orang-orang itu kembali bertanya kepadanya: "Di manakah Dia?" Tetapi orang yang baru disembuhkan itu menjawab dengan enteng, "Aku tidak tahu." Jawaban ini tidak memuaskan orang-orang itu.
Maka beberapa orang yang ikut mendengarkan percakapan itu mengusulkan agar membawa orang yang baru sembuh itu kepada orang-orang Farisi. Bagi mereka peristiwa ini membingungkan. Bagaimana mungkin sseorang yang sejak lahir buta tiba-tiba bisa melihat. Hal yang lebih membingungkan adalah, hal itu terjadi pada hari Sabtu. Mereka berharap orang-orang Farisi, orang-orang yang memiliki wewenang dalam hal agama bisa memberi penjelasan. Merekapun pergi meninggalkan panggung, layar kembali ditutup.

#4: Reaksi orang-orang Farisi

Layar kembali dibuka. Kali ini latar belakang panggung adalah sebuah rumah ibadat. Di sana orang-orang Farisi dan pemuka agama berkumpul. Mereka sedang memuliakan Tuhan pada hari Sabtu. Hari yang sama saat Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu. 

Pertama-tama para tetangga mendatangi orang Farisi dan menyampaikan apa yang terjadi, apa yang menajdi keraguan mereka. Setelah mendengarkan sesaat, orang-orang Farisipun bertanya kepada orang yang baru disembuhkan itu, bagaimana matanya menjadi melek. Dengan terperinci orang itu menjawab, "Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat."
Mendengar bahwa yang memelekkan si buta itu mengaduk tanah sebagian merasa geram. Karena pada hari Sabtu mereka dilarang melakukan kerja tangan. Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu, "Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat." 
Tetapi ada juga orang Farisi yang tidak setuju dengan pendapat temannya itu. Merekapun berkata, "Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?" Maka timbullah pertentangan di antara mereka. 
Mereka mulai berdebat mengenai tanda dari Allah, bagaimana itu mungkin, bagaimana sseorang bisa melakukan tanda heran yang hanya mungkin dibuat oleh utusan Allah, dan masih banyak lagi. Mereka tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. 
Lalu mereka kembali menanyai si buta yang telah disembuhkan. Mereka bertanya mengenai pandangannya akan pribadi yang telah memelekkan matanya. "Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?" Orang itu menajwab dengan penuh keyakinan, "Ia adalah seorang nabi."

Jawaban ini tidak memuaskan orang-orang Farisi. Apalagi bagi mereka yang "buta" dalam memahami hukum Tuhan. Mereka memaksa agar hukum Tuhan menyesuaikan kebutuhan mereka. Mereka inilah yang suka menekan orang dengan dalil-dalil hukum, yang ujung-ujungnya menyusahkan orang lain. Mereka masih berkerumun, musik mulai memelan, sorot lampu mulai meredup dan layarpun ditutup.

#5: Reaksi orangtuanya

Layar kembali dibuka. Settingnya berubah. Bukan lagi di rumah peribadatan, tetapi agak di pinggir. Masih ada kerumunan orang-orang Farisi dan pemuka agama, orang-orang kampung. Orang yang baru disembuhkan dan ada satu tokoh tambahan, yaitu orangtua dari orang yang baru disembuhkan.
Orangtua dari orang muda yang baru disembuhkan itu dipanggil karena orang-orang Yahudi itu tidak percaya, bahwa tadinya orang itu lahir buta dan baru dapat melihat lagi. Kemudian mereka bertanya kepada orangtua itu, "Inikah anakmu, yang kamu katakan bahwa ia lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah ia sekarang dapat melihat?"
Jawab orang tua itu: "Yang kami tahu ialah, bahwa dia ini anak kami dan bahwa ia lahir buta, tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, dan siapa yang memelekkan matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri."
Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan. Itulah sebabnya maka orang tuanya berkata: "Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri."

Ketegangan memuncak. Sudah ada dua saksi yang menyatakan bahwa orang itu memang terlahir sebagai orang buta, dan sekarang bisa melihat kembali. Menurut hukum, kalau sudah ada dua orang saksi yang mengatakan hal yang sama, kesaksian itu dianggap benar. Tetapi orang-orang Farisi dan pemuka agama tidak percaya. Mereka tetap "buta" dalam memahami hukum dan peristiwa. Mereka tidak mampu melihat tanda dari Allah, mereka hanya terpancang pada kehendaknya sendiri. 
Layar tidak ditutup, tetapi lampu diredupkan. Beberapa orang meninggalkan panggung. 

#6: Penilaian akhir orang Farisi

Lampu diterangkan kembali. Nampak di atas panggung setting masih sama, tetapi posisi yang berbeda. Sekarang posisi berhadapan. Si buta yang sudah disembuhkan berhadapan dengan orang-orang Farisi yang percaya bahwa yang menyembuhkan anak muda ini pasti orang berdosa karena tidak menghargai hari Sabtu dan para pemuka agama. Di belakang anak muda itua dalah orangtuanya, beberapa orang Farisi yang percaya bahwa anak muda ini sembuh karena kuasa Allah, dan beberapa tetangganya. Mulailah perdebatan ini.

Orang-orang itu berkata kepada anak muda itu, "Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu bahwa orang itu orang berdosa."
Dengan enteng anak muda itu menjawab, "Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat." Jawaban itu sangat cerdas. Dia tidak terpancing untuk menghakimi siapa yang menyembuhkan. Pada awalnya dia sudah berkata bahwa Dia itu adalah nabi. Tetapi orang-orang Farisi itu ngotot bahwa Dia adalah pendosa, maka mereka melanjutkan pertanyaan. 

Kata mereka kepadanya: "Apakah yang diperbuatNya padamu? Bagaimana Ia memelekkan matamu?"
Kembali lagi, anak muda itu menjawab dengan entengnya, "Telah kukatakan kepadamu, dan kamu tidak mendengarkannya; mengapa kamu hendak mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya juga?"
Tentu saja jawaban anak muda itu menyinggung perasaan mereka. Maka sambil mengejek mereka berkata kepadanya, "Engkau murid orang itu tetapi kami murid-murid Musa. Kami tahu, bahwa Allah telah berfirman kepada Musa, tetapi tentang Dia itu kami tidak tahu dari mana Ia datang."

Orang muda itu menjawab dengan jawaban yang menusuk, "Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang, sedangkan Ia telah memelekkan mataku. Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendakNya. Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta. Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa." Jawaban orang muda ini menunjukkan bahwa iman mulai tumbuh dalam hatinya. Dia semakin percaya bahwa yang menyembuhkannya adalah Nabi yang datang dari Allah. 

Sebaliknya orang Farisi makin marah kepada orang muda itu. Dengan mimik geram dan muka kemerahan, mereka berseru, "Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?" Mereka bukan saja marah. Mereka mengusir orang muda itu dan keluarganya keluar. 

Peristiwa itu menggambarkan apa yang banyak terjadi di masyarakat, sejak dulu dan kini. Banyak orang yang percaya kepada Yesus akhirnya terpisah dari keluarganya, mereka ditolak dan disingkirkan. Ada negara-negara yang mengusir rakyatnya hanya karena mereka percaya kepada Yesus.

Adegan ini ditutup dengan anak muda yang berjalan meninggalkan panggung. Kemudian lampu diredupkan dan layar diturunkan.

#7: Sikap akhir yang disembuhkan

Layar dibuka kembali. Lampu dinyalakan, tetapi panggung kosong. Settingnya adalah pinggiran kampung. Kemudian dari kiri nampak orang muda tadi berjalan sembari menunduk. Dari kanan nampak rombongan Yesus dan murid-murid-Nya

Rupanya kabar bahwa anak muda itu diusir dari komunitasnya, dari kampungnya sudah menyebar. Bahkan Yesus juga mendengar kabar tersebut. Maka ketika Ia bertemu dengan dia, Yesus bertanya, "Percayakah engkau kepada Anak Manusia?"
Anak muda itu menjawab, "Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepadaNya."
Kata Yesus kepadanya, "Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!"
Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembahNya.

Anak muda ini akhirnya menemukan terang yang sebenarnya. Dia bukan saja bisa melihat, tetapi juga sungguh melihat terang yang sejati, yaitu Yesus. Maka dengan penuh suka-cita dia mengikuti Yesus. Mata lahirnya telah dimelekkan, dan mata hatinya telah memandang terang sejati.
Sebaliknya bagi sebagian orang Farisi, mereka gagal melihat terang. Mata lahir mereka memang tidak buta, tetapi mata batin mereka buta. Mereka gagal memahami hukum yang justru membutakan mereka. Mereka gagal melihat terang sejati.

lampu masih terang ketika layar perlahan ditutup.  

#8: Refleksi akhir

Layar kembali dibuka. Settingnya masih sama. Di sana ada Yesus, kemudian di belakang-Nya ada para murid dan ornag muda yang baru disembuhkan. Di hadapan Yesus ada beebrapa orang Farisi.

Kata Yesus kepada mereka semua, "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta."
Beberapa orang Farisi yang berada di situ merasa tersinggung dengan perkataan Yesus dan mereka berkata kepada-Nya, "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?"
Jawab Yesus kepada mereka, "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu."

Ada orang yang melihat namun tidak memercayai apa yang dilihat. Mereka sejatinya buta. Mereka melihat kausa Allah, tanda dan terang dari Allah, tetapi mereka menolaknya. Mereka buta, bahkan mereka berdosa, karena mereka menolak allah sendiri. Ada pula yang mampu melihat dan percaya. Merekalah kaum beriman. Namun ada juga yang tidak melihat namun percaya. 

Lampu panggung dipadamkan, sedangkan lampu penonton dinyalakan. Layarpun ditutup.

Epilog

Terang dan karya Allah tidak selalu berupa hal-hal yang hebat dan luar biasa. Kerap kali berupa hal-hal sederhana. Sebuah senyuman tulus dari orang-orang yang selalu kita repotkan, uluran tangan tulus dari pribadi-pribadi yang tidak pernah kita perhitungkan. Atau juga perkataan pedas yang membuat kita merenung dan bertanya ulang, adalah hal-hal sederhana yang menuntun kita kepada terang.
Sikap kita menanggapi terang itu ada dua. Kita bisa percaya dan mengikuti namun kita juga bisa menolak dan meninggalkan. Ada banyak alasan, ada banyak sebab. Semua kembali kepada pilihan kita masing-masing. Apakah aku mau hidup di dalam terang, atau terus terjebak dalam kegelapan, dalam kebutaan. Jika aku ingin hidup dalam terang, aku harus rela pergi dan membasuh diri. Aku harus meninggalkan kenyamanan sebagai orang buta, dan membersihkan diri. Niscaya aku akan hidup baru dalam terang. Habis gelap terbitlah kehidupan.

TAMAT

Hong Kong, 30 Maret 2014, 10:08 am

Comments

Popular Posts