Berdoa : keinginan atau kebutuhan?

Sahabat, ada seorang ibu muda namanya Sregepwati. Ibu Sregep ini sangat rajin berdoa. Dia bisa berjam-jam berdoa. Dalam doanya dia senantiasa memanjatkan segala permohonan, karena dia pernah dinasehati pastornya untuk terus meminta kepada Tuhan. Bahkan dia punya prinsip PUSH, Pray Untill Something Happen. 

Maka dia terus berdoa, terus meminta. Karena baginya doa adalah meminta, maka dia juga terus meminta sampai nanti suatu saat akan terjadi sesuatu. Dan ketika dia merasa sudah berdoa begitu lama dan tidak ada sesuatupun yang terjadi (nothing happen), dia mulai marah dan kecewa. Dia mulai mengeluarkan kata-kata Alkitab untuk menagih janji Tuhan. "Katanya kita disuruh mengetukmdan pintu akan dibuka, disuruh meminta dan akan diberi, disuruh mencari dan kita akan mendapat, mana buktinya, saya sudah meminta sampai  bibir dower kok tidak kunjung diberi?" Sungut ibu Sregepwati.

Lain halnya dengan tante Sabardulu. Ibu sabar tidak menghabiskan waktu berjam-jam untuk memohon pada Tuhan. Tante Sabar ini berprinsip bahwa doa itu bukan sekadar meminta sesuatu dari Tuhan, tapi berusaha menyelaraskan kehendak dengan Tuhan. Baginya doa juga merupakan sebuah usaha menjalin hubungan yang intim. Kata-kata mungkin tidak banyak, tetapi perhatian dan pikiran banyak tercurah kepada Tuhan. Sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti biasa, tante Sabar senantiasa melakukannya sambil bercengkerama dengan Tuhan. 

Matanya terus terarahnkepada kehadiran Tuhan. Mulutnya senantiasa mengucap syukur, entah senang entah sedih dia senantiasa melihat penyertaan Tuhan di sana. Dia tidak pernah kecewa karena doa tidak dikabulkan, karena dia tidak pernah meminta sesuatu yang muluk-muluk. Dia hanya meminta agar bisa melihatbkehadiran Tuhan dengan lebih nyata, agar bisa semakin mencintai Tuhan dengan lebih mesra, agar bisa mengikuti Dia dengan lebih dekat. Dan dia tidak pernah kecewa dengan apa yang dimintanya.

Keinginan dan kebutuhan

Ibu Sregepwati memiliki persoalan dengan keinginan. Dia memiliki keinginan yang banyak sekali. Dan karena ada banyak yang dia ingini, maka dia habiskan sekian banyak waktu untuk meminta. Dan ketika sampai pada suatu titik tertentu, di mana dia merasa sudah menghabiskan waktu cukup lama untuk meminta dan ternyata tidak diberi, dia kecewa.

Tante Sabardulu tidak memiliki banyak keinginan, karena dia sudah tahu apa yang dibutuhkan. Kebutuhan utamanya adalah disayang Tuhan, maka dia gunakan seluruh waktunya untuk bermesraan dengan Tuhan. Dia tidak melepaskan pekerjaan hariannya, karena dia bisa tetap bercengkerama dengan Tuhan sembari menyelesaikan pekerjaan. Dia juga tidak perlu merasa hatus meminta ini atau itu, apalagi untuk sesuatunyang bersifat bendawi. Karena dia sudah merasa cukup. Yang diaperlukan dan butuhkan semunya sudah tersedia, maka dia hanya mengisi hari dengan bersyukur dan berlaku sebagai "kekasih" yang menunggu pasangannya datang.

Masing-masing dari kita memiliki kebutuhan, juga keinginan. Tuhan berjanji memberi apa yang kita butuhkan. Kalau kita membutuhkan makanan, Tuhan akan memberi kita makanan kalau kita memintanya. Tuhan tidak berjanji akan memberi apapun yang kita inginkan. Tuhan jauh lebih tahu apa yang sungguh kita perlukan. Yang harus kita lakukan adalah mengenal diri sendiri, apakah yang sebenarnya kita butuhkan?

Kalau kita tersesat dan membutuhkan tumpangan, maka kita diminta mengetuk dan pintu akan dibuka. Kalau kita lapar dan butuh makanan, kita diminta untuk meminta. Pasti apa yang kita butuhkan akan diberikan. Kalau kita kelaparan dan meminta makanan, tidak mungkin akan diberi batu atau kalajengking.

Dalam kenyataannya, kita tidak memahami apa yang sebenarnya kita butuhkan. Kita hanya tahu apa yang kita inginkan. Kita maunya beginindan begitu. Kita inginnya beginindan begitu. Akhirnya kitabjatuh seperti Ibu Sregepwati, yang hanya rajin meminta apa yang kita inginkan tanpa pernah tahu apakah memang kita benar-benar membutuhkannya.

Baiklah kita belajar dari Tante Sabardulu. Dia tidak terburu-buru meminta ini dan itu. Dia menggunakan waktu untuk mengenali diri, apakah yang sebenarnya penting untuk hidup, hidup lahir dan batin. Apakah yang akan bertahan lama. Apakah yang akan kita bawa kalau nanti kita telah tiada, dll. Kemudian, setelah tahu apa yang sesungguhnya kita butuhkan, kita memintanya kepada Tuhan.mdan tidak perlu tergesa-gesa dan menuntut untuk segera dikabulkan. Kita sabar menunggu waktu Tuhan. Karena Dia tidak pernah tidur, semuanya akan terjadi seturut kehendak-Nya. Dan apa yang terjadi seturut kehendaknya akan indah.

Hong Kong, 12 Maret 2014, 11:54pm


Comments

Popular Posts