Berjalan sendiri...

Ada yang berpendapat bahwa berjalan sendiri(an) kerap kurang menyenangkan. Banyak orang memilih tinggal di rumah sendirian dari pada berjalan sendiri(an). Menurut mereka akan ada banyak hal yg tak terbayangkan, yang mungkin bisa terjadi jika kita berjalan sendiri(an). Apalagi kalau berjalan di daerah yang belum kita kenal.
Meski demikian ada juga orang yang suka berjalan sendiri(an). Mereka beranggapan akan mampu menikmati berbagai kejutan sendiri(an). Bagi mereka mendapatkan pengalaman baru dan menikmatinya sendiri(an) adalah pengalaman puncak mereka. Pengalaman puncak di sini adalah pengalaman rohani, pengalaman sendiri di hadapan keagungan sang ilahi.

Berjalan...
Saya mungkin termasuk orang yang suka berjalan sendiri tetapi tidak sendirian. Sendiri dalam arti tidak ada kawan yang kelihatan, tetapi tidak sendirian karena ada kawan yang tidak kelihatan yang menemani. Kalian bingung? Jangan bingung. Terus saja membaca. Baiklah sebelum saya memberi satu contoh, saya jelaskan dulu bedanya sendiri dan sendirian.
Sendiri berarti tidak ada teman yang kelihatan. Bisa jadi memiliki teman yang tidak kelihatan. Sendirian, itu benar-benar sendirian. Tidak memiliki teman baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Anda boleh tidak setuju dengan penjabaran saya, tetapi dalam catatan ini, saya membedakan sendiri dan sendirian. Nah sekarang silahkan menyimak contoh yang hendak saya berikan.
Kemarin saya berjalan menyusuri perbukitan di Tai Tam Country Park, sendiri. Saya berangkat dari rumah sendiri. Tidak ada kawan yg hendak bergabung. Sungguh-sungguh sendiri. Tetapi saya tidak sendirian, karena ada teman yang menemani di dalam perjalanan. Bukan hanya satu teman, bahkan ada beberapa. Pertama adalah teman-teman yang bersembunyi di henpon saya. Mereka setia menemani perjalanan. Kami terus ngobrol dengan seru meski saya sdang terengah-engah di tengah hutan. Berikutnya saya juga percaya bahwa saya ditemani oleh malaikat pelindung. Tentu saja Tuhan juga menemani saya. Oleh sebab itu saya benar-benar tidak merasa sendirian.
Nahhh benar khan saya tidak sendirian. Saya kelihatan sendiri tetapi sebenarnya tidak sendirian. Selalu ada kawan yang bisa diajak berjalan, meski berjauhan. Kawan, memiliki kawan dalam perjalanan itu sangat menguatkan. Karena hal yang terberat dalam sebuah perjalanan adalah sendirian. Maka, meski kawan itu ada begitu jauh, hanya mendukung dari balik henpon, tetap dia memberi kekuatan.
Saya juga percaya bahwa Tuhan adalah teman yang baik dalam perjalanan. Dia juga teman yang baik untuk diajak ngobrol sepanjang jalan. Terkadang Dia menyediakan teman dalam perjalanan. Seperti yang saya alami kemarin. 
Pada waktu itu badan saya sakit semua. Penyebabnya satu, saya kebanyakan makan. Maka banyak benda jahat berseliweran di dalam tubuh saya. Hal itu bisa saya deteksi dari linu-linu dan kaku-kaku. Maka saya harus membuang benda-benda jahat tersebut. Salah satu caranya adalah dengan hiking. Saya berharap benda jahat itu ikut terbuang bersama keringat yang terus menetes.
Saya tidak menetapkan arah ke mana hendak berjalan. Saya hanya menunggu bis datang. Bis pertama yang datang itulah yang akan saya tumpangi dan kemudian akan menghantar saya ke area hiking. Muncullah bis no 73. Bis ini berjalan dari Sanley ke Cyberport melewati Aberdeen dan WahFu. Maka saya naik dan terpikir untuk hiking di daerah Aberdeen.
Bis terus melaju dan sebelum tiba di Repulse Bay saya memutuskan turun. Saya putuskan mendaki Tai Tam Country Park dari arah Repulse Bay. Setelah 20 berjalan saya menjumpai perempatan. Setelah beristirahat sejenak saya putuskan mengambil jalan yang ke kiri. Jalan tersebut berupa jalan berundak yang mendaki cukup terjal. Ternyata setelah berjalan kira-kita 10 menit saya kembali menjumpai perempatan. Di sana ada keterangan, jika saya berjalan ke arah kiri akan menempuh jarak 3.5 km. Jika saya mengambil jalan lurus, saya akan menempuh waktu 1.5 jam meski jaraknya hanya 2.5km. Jika saya mengambil jalan ke kanan saya tidak tahu akan ke mana, berapa lama, dan seberapa jauh. Karena tidak ada keterangan apapun mengenai jalan ke kanan tersebut. Akhirnya saya putuskan mengambil jalan ke kanan. Tidak adanya keterangan membuat tantangan makin besar. Saya ayunkan langkah menyusuri jalan tanah. Di kanan dan kiri rimbun dengan pepohonan, seolah-olah saya masuk ke dalam sebuah lorong. Suasana sepi dan sangat menggetarkan. 
Bapak tua menunjukkan arah...
Jalan tanah segera berganti dengan jalan bersemen. Sebuah jalan setapak bersemen di pinggir parit. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh sapaan dari lelaki agak tua di tikungan jalan. Lelaki itu bertanya saya hendak berjalan ke mana. Lalu saya menjawab dengan pertanyaan apakah di ujung jalan itu saya bisa sampai di Tai Tam Resorvoir. Dia menjawab bahwa jalan ini mengarah ke Bendungan bagian atas. Kalau saya hendak menuju bendungan bagian bawah, sebaiknya mengambil jalan lain. Saya katakan bahwa dua-duanya tidak masalah bagi saya.
Kemudian kami berjalan berdua. Dia banyak bercerita dan saya banyak mendengarkan. Usia lelaki itu kemungkinan besar sudah di atas 60 tahun, tetapi langkahnya masih tegap. Dia juga tidak nampak terengah-engah. Rupanya dia sudah terbiasa melakukan hiking. Katanya kalau hari biasa dia mengambil jarak tempuh yg dekat, kalau Minggu atau hari libur dia mengambil jarak tempuh yg panjang.
Di Mount Butler kami beristirahat dan bapak tua itu memberi saya sebutir jeruk. Kami menikmati jeruk sembari membiarkan badan disejukkan oleh hembusan angin siang yang sepoi mesra. Suasana agak ramai dengan celoteh anak-anak sekolah yang dibawa oleh gurunya hiking. Setelah dirasa cukup kami melanjutkan perjalanan. Sebelum melangkah bapak tua itu kembali menanyakan arah tujuan saya. Saya katakan bahwa saya ingin turun sampai di Quary Bay dan kemudian menumpang MTR menuju Sai Wan Ho dan oper Bis pulang ke Stanley. Mendengar rute saya begitu jauh, bapak itu mengusulkan rute baru. Yaitu menyusur jalan setapak menuju ke daerah Chai Wan. Di ujung jalan nanti saya bisa menumpang bis ke arah Stanley. Usul ini sangat menarik dan sayapun menyanggupinya. Maka kami mulai menapaki jalan setapak yang sedikit licin. Pepohonan di kanan kiri begitu rindang, maka meski hari sedang berada di puncaknya, kami tidak merasa panas sama sekali.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit kami sampai di ujung jalan. Sampai di pertigaan. Pertigaan apa ya, saya kurang tahu, tetapi kalau dari arah Stanley saya bisa menjelaskan. Belokan ke kanan adalah arah ke Pantai Shek O, sedangkan kalau belok ke kiri bisa menuju ke Sai Wan Ho atau Chai Wan. Di sana bapak tua masih menemani saya hingga bis no 14 datang. Sedangkan dia sendiri akan melanjutkan berjalan menuju ke Chai Wan karena rumahnya di sana.

Di dalam bis saya bermenung. Kok bisa saya bertemu dengan seorang bapak yang begitu baik. Kok bisa perjalanan yang sebenarnya tanpa arah tujuan bisa menemukan jalurnya dengan baik. Saya mengenangkan kembali seluruh perjalanan mulai dari pagi hingga duduk di bis. Apa saja yang sempat singgah di kepala, apa saja yang sempat saya pikirkan dan apa yang kemudian saya putuskan.
Kemudian saya menariks atu kesimpulan, saya tidak pernah berjalan sendirian. Saya memang berjalan sendiri tetapi tidak sendirian karena memang saya tidak pernah sendirian sejak awal. Ketika saya galau dan bingung hendak melangkah ke mana, saya bertanya kepada kawan seperjalanan saya. "Tuhan, aku sedang bingung, tidak tahu ke mana hendak melangkah. Aku capek, ingin menyegarkan hati dan badan. Kiranya engkau menuntun langkahku." Kalian boleh tidak percaya bahwa lelaki tua yang menemani perjalanan saya adalah 'teman' yang diberikan oleh Tuhan agar saya tidak tersesat jauh. Anda boleh tidak percaya bahwa Tuhan sungguh mendampingi kalau kita memintanya. tetapi saya sungguh mengalaminya. 

Selama engkau berjalan...
Ada kisah perjalanan yang lain yang hendak saya ceritakan. Kisah ini begitu terkenal, ditulis dengan sangat baik oleh Pak Lukas. Kisah perjalanan Kleopas dan kawannya yang hendak pulang ke Emaus. Mereka berjalan dari Yerusalem, katanya berjarak sekitar 7 mil jauhnya.
Kleopas dan kawannya sedang galau. Mereka berjalan dengan muka muram dan sedih hati. Mereka terus bercakap satu sama lain membagi kesedihan. Mereka tidak menyadari ketika ada satu pribadi yang lain yang menyertai langkah mereka sampai pribadi tersebut menyapa mereka. "Apakah yang kamu percakapkan selama kamu berjalan?"
Mereka kaget, karena ternyata mereka tidak berjalan sendiri. ternyata ada pribadi lain yang menyertai mereka. Mereka kaget atas pertanyaan itu. Kekagetan yang memunculkan pertanyaan. "Apakah kamu satu-satunya orang yang tidak tahu akan peristiwa yang terjadi abru-baru ini?"
Kleopas sedang galau, dia merasa semua orang harus tahu apa yang dia rasakan. Kelopas sedang sedih, dia berharap semua orang bersedih seperti dirinya. Maka heranlah dia ketika ada orang yang tidak memahami apa yang sedang dia alami. Apalagi orang tersebut bertanya, 'apakah itu?"
Lalu mulailah dia menjelaskan semua peritiwa yang terjadi hari-hari itu. Ia kemudian juga menyinggung mengenai seorang Pemuda dari Nazareth yang telah mengubah hidup banyak orang, juga keluarganya. Banyak orang telah dibuka mata hatinya untuk melihat sesuatu yang baru. Mereka juga mulai mendapatkan satu harapan baru. 'Padahal kami dulu mengharapkan..." Kleopas mengungkapkan semua keluh kesahnya, semua luka hatinya.
Di akhir keluh kesahnya, Kleopas dan kawannya dikatakan bodoh oleh pribadi yang baru hadir. Tentu saja ungkapan itu sangat keras. Namun mereka tidak marah. Setelah mengolok Kleopas dan kawannya, bodoh, pribadi itu memgupas segala pelajaran Kitab Suci, mulai pada mulanya sampai pada akhirnya. Semua Dia terangkan dengan gamblang. Ada sejurus rasa hangat mulai menjalar di hati Kleopas dan kawannya. Ada detak semangat yang kembali menyengat. Apa yang sempat hilang karena diombang-ambingkan bimbang kini kembali menancap garang.
Hingga akhirnya senja datang. Kleopas mempersilahkan pribadi yang baru datang untuk mampir. Mereka langsung mengajak ke dapur, ke ruang makan. Di sinilah semuanya terungkap dengan jelas. Pribadi yang menyertai mereka dalam perjalanan, mengambil roti, mengucap syukur, memecah-memacahkannya dan memebrikannya kepada mereka. Tamu yang tadi dipersilahkan masuk kini menjadi tuan rumah. Dan mata Kleopas serta kawannya terbuka, pribadi itu adalah guru mereka.
Maka secepat kilat mereka menyambar sarung dan obor. Dengan tenaga yang seolah berlipat ganda, mereka berlari secepat mereka bisa kembali ke Yerusalem. Kegembiraan itu harus segera dibagikan kepada saudara-saudara di sana.

Apa yang kamu perbincangkan...
Seperti yang saya katakan di awal catatan ini, banyak orang enggan melakukan perjalanan seorang diri. Alasan mendasarnya adalah tidak ada kawan untuk berbagi cerita. Karena dalam perjalanan, hal yang menyenangkan adalah bisa berbagi cerita dengan kawan seperjalanan.
Saya tidak pernah takut berjalan sendiri, karena memang saya yakin saya tidak pernah sendirian. Selalu ada kawan yang bisa saya ajak berbagi cerita dan keluh kesah. Mungkin dia tidak kelihatan ada di samping saya, tetapi dia sungguh hadir. Bahkan dia bisa sungguh-sungguh menghadirkan kawan dalam perjalanan.
Cerita saya di atas, di mana saya memulai perjalanan seorang diri tetapi saya tidak sendirian. SAya terus berbincang dengan Kekasih Sejati saya. Saya berkeluh kesah, saya bertanya, saya mengadu. Sembari berjalan, sembari terus melangkah saya terus bercakap, saya terus bercerita. Seperti Kleopas dan kawannya yang juga terus bercerita sembari berjalan, berbagi luka dan beban batin.

Tiba-tiba ada pribadi yang menemani Kleopas dan kawawnnya. Pribadi itu Yesus sendiri. tiba-tiba ada bapak tua yang menemani saya, menunjukkan jalan dan mengantar sampai menemukan bis. Saya kira itu kembali kepada apa yang kita perbincangkan selama kita berjalan. Semua orang berkata bahwa dengan siapa kita berbincang, bagaimana berbicang kalau berjalan sendiri(an). Saya percaya bahwa Tuhan adalah satu-satunya kawan berbincang yang menyenangkan. Saya percaya dia mengerti apa yang kita perlukan, memulihkan segala yang telah lemah lesu. Saya rasa Anda juga memiliki pengalaman yang hampir sama. Sangat senang kalau kalian juga mau berbagi cerita.
Oh iya, saya harap kalian tidak takut untuk berjalan sendiri, karena sebenarnya kalian tidak pernah sendirian. Selalu ada kawan yang setia menemani kita. Ada malaikat pelindung dan ada Tuhan sendiri. Ajaklah mereka bercerita, dan jangan lupa, sekali lagi untuk membagikan kisahnya.

Hong Kong, 5 Mei 2014




Comments

Popular Posts