Pemuda dan Pisang...

Kalau yang kita miliki hanya uang, kita adalah orang miskin.


Demikian bunyi salah satu pepatah China. Rasanya Andapun akan sepakat dengan pepatah ini. Karena dalam hidup kita tidak hanya butuh uang, kita membutuhkan hal-hal yang lain, misalnya pisang. Lho kok pisang, kok bukan persahabatan, senyuman, pelukan, dan harapan. Iya, semuanya benar, tetapi semua bisa bermula dari pisang.

Sebuah video yang dibuat di Thailand, yang mungkin sudah pernah Anda tonton, berkisah mengenai hal ini. Adalah seorang pemuda pekerja biasa yang menjadi pemeran utamanya. Diceritakan ketika dia sedang berjalan menuju tempat kerja, kepala terguyur air yang jatuh dari atas. Dia perhatikan bahwa ada pembuangan di atas sana. Kemudian dia juga memerhatikan ada sebuah pot bunga dengan tanaman yang meranggas dan kering. Lalu dia geser pot bunga itu sehingga air yang jatuh segera menimpanya.

Dia terus berjalan. Di ujung sana dia lihat ada seorang ibu sedang kesulitan mendorong gerobak jualannya ke trotoar. Dia segera berlari menghampiri ibu tersebut dan membantu mendorongnya. Kemudian dia melanjutkan perjalanan. Mungkin, dia bekerja seperti biasanya.

Siang hari, ketika dia sedang makan, tiba-tiba ada seekor anjing mendatanginya. Rupanya anjing ini sedang lapar. Dia letakkan kaki depannya di paha si pemuda. Lalu pemuda tersebut memberikan daging ayam yang ada di piringnya.

Sore hari, dalam perjalanan pulang dia menjumpai dua orang pengemis. Ibu dan anaknya. Dia ambil dompet dan dilihat isinya ada beberapa lembar. Dia ambil dan diberikan kepada pengemis itu. Lalu dia melanjutkan perjalanan pulang. 

Kok tidak ada kisah mengenai pisang? 

Sabar! Hampir sampai di rumah dia berhenti sejenak. Dia keluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Dan dia buka bungkusnya. Ternyata sesisir pisang. Dia gantungkan sesisir pisang itu di handel pintu. Kemudian dia melanjutkan perjalanan ke kamarnya sendiri. Tak lama kemudian seorang perempuan tua terlihat membuka pintu dan mendapati sesisir pisang di sana. Dia menebarkan pandangan ke segala arah dan tidak dijumpai siapapun.

Keesokan harinya si pemuda itu melakukan aktivitasnya seperti biasa. Dia melewati saluran pembuangan air yang tidak menimpanya lagi. Karena sekarang sudah menimpa pot bunga yang tanamannya sudah tidak meranggas lagi. 

Dia masih menjumpai ibu yang kesulitan mendorong gerobaknya untuk naik ke trotoar. Dan dia masih menolongnya dengan juga diiringi canda yang berbalas senyum dan tawa. Dia juga masih berbagi daging ayam dengan anjing yang menyapanya di waktu makan siang. Sore hari dia juga masih berbagi selembar uang kepada pengemis dan menaruh sesisir pisang di handel pintu yang sama.

Mungkin Anda penasaran, seperti halnya saya juga penasaran. Mengapa pemuda itu mau melakukan itu? Apakah dia seorang yang sudah berkecukupan? Atau, dia tidak ingin menjadi kaya. Ternyata dia hanya pemuda pekerja biasa-biasa saja. Bahkan, ketika dia membagikan daging ayam kepada anjing yang memintanya, dia mesti rela makan berlauk garam dan kecap. Ketika dia membagi uang kepada pengemis, dia harus rela melihat dompetnya menjadi kosong. Tetapi dia terus melakukan itu.

Hingga...

Ya, hingga ketika dia berangkat bekerja dan menjumpai tanaman yang dulu meranggas kini sudah berdaun lebat dan bahkan berbunga. Sehingga ada kupu-kupu yang datang mencari madu. Hingga dia jumpai pengemis yang biasanya berdua, kini tinggal si ibu seorang diri. Anaknya sudah bisa sekolah. Hingga, pada akhirnya nenek tua tahu siapa yang meletakkan pisang di pintunya, dan dia berikan pelukan yang paling hangat. Hingga, anjing yang biasa dia tolong sekarang membantunya, bahkan terkadang membawakan penyiram air. Hingga, ibu yang biasa dia tolong mendorongkan gerobaknya, membagikan sebungkus makanan kepada orang yang memintanya. 

Semuanya bermula dari EMOTION dan berakhir dengan EMOTION. Katanya, emotion atau emosi itu berasal dari kata ENERGI dan MOTION. Atau energi yang bergerak. Energi yang bergerak itu menghasilkan energi yang lain, dan seterusnya seperti itu.

Apakah energi yang bergerak dari si pemuda tadi? Pertama adalah terkejut dan geli ketika kepalanya tertimpa air. Dia melihat "kesialan" dengan senyuman. Senyum itu adalah energi yang menggerakkan dia untuk menggeser pot bunga.

Ketika melihat seorang ibu kesulitan mendorong gerobak, dia merasa kasihan/iba. Kemudian dia bergegas menolong. Juga ketika melihat pengemis, nenek tua dan juga anjing yang datang kepadanya. Setiap peristiwa yang dia alami, dia sambut dengan emosi yang baik, dengan senyuman dan terkadang canda tawa. 

Emosi positif yang dia berikan, mengalir dan menggerakkan orang lain. Kepedualiannya, membuahkan rekasi-reaksi positif bagi yang lain. Anak kecil yang dulu mengemis kini bisa sekolah. Kenyataan itu juga menyentuh hati tiap orang yang melihatnya. Bahkan si pemuda itupun terharu. Juga ketika dia mendapat pelukan erat penuh rasa terimakasih dari si nenek. Rasanya jauh melebihi mendapatkan uang segepok. Meskipun yang dia berikan hanya pisang. 

Pemuda itu tentu ingin kaya. Namun kalau yang dia miliki hanyalah uang, dia adalah miskin. Karena pemuda itu bukan hanya memiliki uang, tetapi juga cinta dan kepedulian, senyuman dan pertolonga, maka dia sesungguhnya sangat kaya. Dia bisa menikmati enaknya makanan, meski hanya nasi berlauk garam dan kecap. Ada banyak orang yang dengan uangnya mampu membeli restoran, tetapi tidak bisa menikmati makanan. Dia hanya bisa membelikan nenek itu sesisir pisang, tetapi itu membawa sukacita yang mendalam dalam diri si nenek. Karena ada banyak orang yang mampu membeli perkebunan buah-buahan, tetapi tidak peduli dengan banyak orang yang miskin dan kelaparan. 

Pemuda itu peduli, pada hal-hal kecil dan sederhana yang bagi orang lain tidak penting. Dia melakukan hal-hal kecil yang digerakkan oleh energi positif yang dilupakan oleh banyak orang. Hasilnya, semua berubah. Dia sungguh telah menjadi pemuda yang kaya. Karena selain uang beberapa lembar di dompet, dia juga memiliki cinta, sahabat, dan mau berbagi.

Hong Kong 27 Agustus 2014
 
 

Comments

Popular Posts