Preparing for Christmas, day eleven.

PREPARE HIM ROOM

Preparing for Christmas

Daily Meditation with St. Therese Lisieux


Day 11

Wednesday 2nd week of Advent

7 Desember, St. Ambrosius


Bacaan:

Yesaya 40:25-31
Matius 11:28-30


Kutiban Injil:

Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.
Matius 11:29

Refleksi:

PIKULAN


Dalam teks bahasa Indonesia dipakai kata “kuk”, untuk menyebut alat yang dipasang pada leher sapi yang dipakai untuk membajak. Di kampong saya, nama alat tersebut dinamai “pasangan”. Entah mengapa disebut demikian, mungkin karena menghubungkan dua ekor sapi sehingga menjadi berpasangan.
Kata “kuk”, atau di kampong saya disebut “pasangan”, dalam Kitab Suci dipakai untuk menggambarkan beban hidup yang harus ditanggung seseorang. Beban hidup yang harus dipikul. Maka saya menyebutnya sebagai “pikulan”, sesuatu yang harus dipikul. Ungkapan inipun penuh dilemma. Karena, kembali di kampong saya, kata pikulan berarti alat yang dipakai untuk memikul. Sudahlah, tidak usah berdiskusi mengenai istilah, toh mengerti apa yang dimaksud.
Sekarang saatnya memahami yang dimaui oleh Yesus. Membaca apa yang dikatakan-Nya saya merasa sedikit jengkel dengan Yesus. Pertama Dia berkata: Datanglah kemari kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.
Gamblang terpampang bahwa Yesus berjanji akan memberikan kelegaan. Saya bayangkan bahwa kelegaan seseorang yang memikul beban adalah ketika beban itu telah diambil dari pundaknya, ketika dia tak harus memikul beban itu lagi. Saya bayangkan Yesus mengambil beban itu dari pikulan saya dan Dia akan memikulkannya untukku. Sungguh suatu kelegaan.
Apakah demikian? Harapan saya sih demikian. Nyatanya ketika meneruskan membaca apa yang dimaui oleh Yesus, sepertinya tidaklah demikian. Dan membaca sampai akhir, saya menjadi sedikit sebal dengan Yesus ini. Dia seperti nge-PHP-in saya. Mari kita simak apa yang Yesus katakana.
“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku.”
Yesus tidak bicara bahwa Dia akan mengambil pikulan itu dari pundak saya, tetapi menyuruh saya memikul kuk yang Dia pasang. Teganya!
Maka saya berhenti sejenak. Merenungkan apa yang sebenarnya dimaui oleh Yesus. Apakah kelegaan yang Dia tawarkan tersebut dan apa makna memikul kuk yang Dia pasang.
Saya menemukan satu hal. Bahwa kelegaan yang Dia tawarkan bukanlah mengambil alih beban. Saya masih ahrus memikul beban hidup saya, tetapi sekarang saya memiliki teman untuk memikulnya, maka saya harus belajar dari teman saya ini. Saya harus mengubah doa-doa saya.
Dulu saya berdoa, “Tuhan, ambillah beban dari pundakku, singkirkan gunung batu dihadapanku, bersihkan jalan yang akan kulewati, bla-bla-bla…”
Sekarang saya berdoa, “Tuhan, temanilah aku dalam perjalanan memanggul salib ini, beri aku kekuatan sehingga mampu mendaki gunung batu itu, beri pandangan yang awas sehingga terhindar dari ranjau di jalan.”
Kelegaan itu bukan karena beban dihilangkan, tetapi karena dimampukan memikulnya sampai ke tempat tujuan. Kelegaan itu karena memiliki teman untuk bersandar yang selalu bersedia memberi dukungan dan kekuatan.

Kutiban dari St. Theresia Lisieux:

Seperti seorang ibu yang memerhatikan anaknya, dengan cara yang sama Aku akan memberimu kelegaan. Aku akan menatangmu, memangkumu….. Dengan mengatakan ini, di sana tak ada yang lain lagi untuk dikatakan, karena yang tertinggal adalah ungkapan syukur dan kasih.
(Manuskrip B, 1)

Doa:

Ya Tuhan, terimakasih atas semua kuk yang Kauberikan pada saya, semoga saya mampu selalu belajar dari pada-Mu untuk memikul kuk tersebut hingga akhir.

Aksi:

Berdoa bagi orang-orang yang berbeban berat, memberi pertolongan jika memungkinkan.

MoRis HK
Hong Kong, 7 Desember 2016

Comments

Popular Posts