Sehangat Balutan Sleeping Bag
Sahabat, musim dingin baru saja sirna. Kehangatan musim semi mulai terasa. Semarak bunga-bunga dan keindahan mentari senantiasa menyapa. Kicau burung-burung di pagi hari menghantar lagu gembira. Semuanya bersuka, menyambut musim baru yang ceria.
Namun saya tidak akan bercerita mengenai musim semi. Saya hendak berkisah mengenai musim dingin yang baru saja pergi. Banyak cerita yang sayang untuk dibiarkan basi. Satu dua refleksi akan membuat perjalanan hidup kita makin berarti. Musim dingin yang kerap dibalut sepi, sesungguhnya menyimpan banyak arti.
Bagi pelajar, musim dingin adalah kesempatan emas untuk belajar giat. Gigitan udara dingin menyengat, membuat hasrat belajar semakin meningkat. Asal tidak dikalahkan oleh panggilan selimut yang menggeliat. Tetapi malam yang datang begitu cepat dan kerap pergi terlambat, adalah kesempatan belajar yang sehat.
Melawan dingin malam
Musim dingin ini adalah pengalaman pertama saya. Menurut banyak orang lebih dingin dari sebelumnya. Saya merasakan pula, maka penghangat ruangan tidak berhenti menyala. Tagihan listrik yang membengkat membuat saya mengubah strategi mengatur udara. Kondisi keuangan yang pas-pasan membuat setiap langkah mesti dijaga. Termasuk bagaimana menghangatkan raga.
Saya harus berterimakasih kepada dia yang menciptakan kantong tidur, alias sleeping bag. Benda itulah yang menyelamatkan saya di kala dingin datang mencekat. Masuk ke dalam kantong tidur di atas kasur yang sudah dilambari kain tebal dan dibalut selimut yang tak kalah tebal benar-benar nikmat. Hmmm, kehangatan menyebar ke seluruh badan, menghilangkan segala penat. Meski tanpa penghangat ruangan, dingin malam tak kuasa menembus tebalnya selimut berlipat.
Biasanya kantong tidur dipakai saat berkemah di luar ruangan, di gunung atau di pantai. Kantong tidur adalah pilihan yang tepat dan praktis. Bisa dilipat sehingga menghemat tempat, namun jika diperlukan mampu menutup seluruh badan. Sungguh alat sederhana penolong sempurna.
Sleeping Bag kehidupan
Kehidupan kita juga membutuhkan kehangatan. Jika badan membutuhkan pakaian, selimut, bahkan penghangat tambahan, jiwa pun membutuhkan penghangat. Dalam keluarga, dalam kelompok, di mana saja manusia berada, mereka membutuhkan penghangat.
Alangkah merana dan menderitanya jika hidup seseorang menjadi dingin. Alangkah sengsaranya keluarga yang hubungannya dingin. Alangkah buruknya masyarakat jika tiada kehangatan di sana. Kehangatan itu sumber kegembiraan. Ia memberi kekuatan. Ia memberi inspirasi untuk membuat banyak hal indah diciptakan. Kehidupan kita membutuhkan sleeping bag. Sleeping bag itu saya sebut cinta.
Penulis Kitab Kidung Agung menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan seperti sepasang kekasih. Ya, sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Hubungan yang terbalut dalam hangatnya sleeping bag. Hubungan mereka hangat tak terkira. Mari kita lihat satu gambarannya dalam Kidung Agung bab 1 ayat 2-3.
1:2 -- Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur,
1:3 harum bau minyakmu, bagaikan minyak yang tercurah namamu, oleh sebab itu gadis-gadis cinta kepadamu!
Kehangatan cinta itu mengalahkan anggur. Ia semerbak mewangi, mengalahkan harum parfum yang mahal sekalipun. Kehangatan Sang Kekasih begitu menawan hati. Itu semua karena adanya cinta. Sahabat, kalian bisa membaca keseluruhan Kidung Agung dan rasakan di sana betapa cinta itu sangat kuat. Misalnya dalam bab 8 ayat 6 dan 7 kita temukan betapa dasyatnya cinta itu.
8:6 ;…karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!
8:7 Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya.
Menjaga Cinta Tetap Menyala
Jika cinta itu sungguh ada, ia akan menyala. Dan seperti diakatakan penulis Kidung Agung, bahkan air yang banyak tidak mampu memadamkannya. Panas cinta itu menghangatkan kehidupan. Meski demikian, kita perlu menjaga nyala cinta itu. Karena jika tidak dipelihara, ia akan kehilangan bara dan menjadi padam.
Jika nyala cinta itu padam, padam pula kehidupan kita. Mati pula gairah hidup jika kobaran api cinta itu sirna. Dan jika itu terjadi alangkah menderitanya kita. Saya pernah menjumpai seseorang yang murung mukanya. Tak ada garis senyum di bibirnya. Matanya cekung dan redup. Pipinya berkerut dan berona hitam. Sedih sekali memandangnya. Hatinya dingin dan sikapnya juga kaku. Ia telah kehilangan cinta. Tiada yang mampu menghiburnya. Disuguhi makanan yang lezat, seleranya tak juga didapat. Disajikan symphony yang menawan ia jawab tiada yang berarti. Sungguh malang hati yang ditinggalkan cinta.
Sungguh malang pula hidup yang tanpa cinta. Semuanya kering, keras, dan gersang. Semuanya seperti rutinitas biasa, meskipun sebenarnya sungguh luar biasa. Mentari yang terbit di ufuk timur pada pagi hari, tak dirasa lagi kelembutannya. Pun pula temaram senja di ufuk barat, tak dicecap kemesraannya. Semua dirasa biasa, tawar dan hambar. Tiada lagi rasa yang mampu membangkitkan gairah jiwa.
Alangkah menderitanya hidup tanpa cinta. Jika kita tidak mau seperti itu, cinta yang bersemayam di dalam dada mesti dipelihara. Gairahnya mesti dijaga. Kehangatan dan kemesraannya mesti tetap ada, hingga badan menua dan kembali ke alam baka.
Cinta itu tetap akan ada, jika kita memeliharanya bersama Sang Cinta. Jika cinta itu kita dapatkan dari Sumber Cinta sendiri, ia akan kekal abadi. Santo Yohanes mengatakan, Allah adalah cinta, dan barangsiapa tetap berada di dalam cinta, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia (1 Yoh 4:16). Memelihara cinta berarti memlihara hidup tetap bersama Allah. Itu seumpama menjaga badan dalam balutan kantong tidur di musim dingin. Menjaga hidup tetap hangat, menyimpannya dimusim panas. Semoga hidup kita tetap memancarkan kehangatan cinta, karena kita terus menjaganya bersama Sang Cinta sendiri.
Tuhan memberkati.
Comments
too much love will kill you
salam damai, romo
Tuhan memberkati
Cinta Allah nggak akan membunuhmu kok.
itu yang will kill you, cinta ....biasa lah...