Dark Chocolate 85%...
Saya suka menandai setiap peristiwa dengan sesuatu
yang bermakna, meski itu hanya hal kecil belaka. Contohnya adalah pilihan
makanan siang ini di tengah cuaca panas tak terkira. Sesuatu itu bisa apa saja. Sebuah alasan yang
terkadang dibuat mengada-ada. Atau memang sudah ada dan selayaknya dirayakan
dengan suka.
Kalender di tanggal 12 Mei, selalu saya tandai
dengan tinta menyolok mata. Hari itu saya mengenangkan saat menerima rahmat
Imamat. Hari itu hari Kamis, sore hari pukul lima, saya dan tiga sahabat
menerima berkat istimwa dari yang kuasa. Dan setiap tahun merayakannya dengan
makanan yang menggambarkan seluruh perjalanan hidup imamat saya selama satu
tahun itu. Setiap tahun memberi pengalaman yang berbeda yang mesti digambarkan
dengan makanan yang tak sama. Karena makanan bukanlah sekadar makanan, dia mesti
menggambarkan perjalanan.
Tahun ini tanggal 12 jatuh pada hari Jumat. Maka
saya tidak memiliki banyak pilihan makanan untuk saya santap sebagai tanda
perayaan. Karena setiap hari Jumat saya hanya menikmati roti belaka. Maka saya
pilih menikmati coklat hitam 85% sebagai gambaran hidup imamat saya selama
setahun ini.
Selama setahun ini, terhitung sejak 5 Mei 2016,
saya bekerja di Paroki Santa Teresa di Hong Kong. Salah satu paroki terbesar
dan tersibuk yang ada di Hong Kong. Banyak sekali kegiatan dan pelayanan yang
ada di sini. Sebenarnya semuanya itu tidaklah memberatkan kalau kemampuan
berbahasa saya sudah mencukupi. Sayang sekali bahwa kemampuan saya masih sangat
terbatas. Ada satu kemampuan mendasar yang belum saya miliki, membaca tulisan
kantonis. Hal ini membuat pelayanan di sini menjadi sangat berat.
Saya mesti menemukan cara untuk bisa tetap
berkarya. Karena belum bisa membaca tulisannya, maka saya mesti mencantumkan
cara membacanya. Istilahnya menggunakan teknik romanitation. Jadi kharakter tulisan China itu saya beri tulisan latin-nya. Sehingga saya tetap bisa
membawakan misa atau pelayanan lain dengan lancer. Hanya saja, cara ini menyita
banyak tenaga. Persiapan yang saya lakukan selalu berganda. Dan tidak bisa
menerima permintaan yang datangnya tiba-tiba.
Maka hari-hari saya habis untuk persiapan misa.
Bagaimana menyiapkan teks misa, bacaan Sabda, serta homily secukupnya. Dalam banyak hal saya tidak bisa melakukan
seperti yang saya angankan. Bahkan saya menepiskan apa yang ideal dan
memuaskan. Semua berpangkal pada segala keterbatasan. Dan ini sangatlah
menyesakkan. Setiap minggu saya seolah menelan cuilan-cuilan coklat pahit. Awalnya
sangat pahit, namun dalam perjalanan waktu ada sedikit kemanisan.
Kemanisan itu berawal dari datangnya
pertolongan-pertolongan yang saya terima. Datangnya pribadi-pribadi yang dengan
rela hati mengorbankan waktu mereka untuk menuntun saya melangkah, setitah demi
setitah. Mereka mendengarkan saya berlatih membaca Sabda, mereka mendengarkan
dan mengoreksi saat saya berlatih mengucapkan kata-kata khotbah. Tak jarang
sayalah yang merasa lelah.
Setelah setahun berjalan, saya merasa masih
berada di level yang sama. Dan keresahan itu tetap membuncah tak berubah. Hingga
ada yang mengartakan, “Pastor sekarang sudah mulai lancar, ya. Pada awalnya
saya tidak mengerti pastor berbicara apa, tetapi sekarang sudah semakin
mengerti.” Rupanya bukan hanya saya yang belajar. Tetapi umat juga belajar
memahami saya, belajar mengerti saya. Dan hal ini memberi sedikit rasa manis di
tengah himpitan pahit.
Maka tak salah jika saya memilih coklat hitam
85% sebagai gambaran perjalanan hidup imamat saya selama setahun ini. Kepahitan
masih merajai rasa. Namun di sela-selanya terselip banyak kemanisan. Dan inilah
yang mendatangkan kenikmatan dan mendorong tangan ingin mencuil sebongkah lagi
potongan coklat yang tersisa. Bukannya pula saya seorang masokist, yang menyukai
kesakitan dan kepahitan.
Saya hanya berusaha menemukan sedikit kebaikan dan
kenikmatan di tengah lautan kepahitan dan kesusahan. Meratapi kepahitan tidak
akan mengubah apa-apa. Sebaliknya, menikmatinya dan menemukan setiap makna yang
terselip di di antaranya niscaya memberi kegembiraan. Itupun bagian rahmat Allah yang telah dipersiapkan, sejak saya mulai dijadikan. Rahmat Allah yang kerapkali tak mudah untuk ditelaah, meski demikian selalu hadir memberi berkah. Sebatang coklat hitam 85%, sebatang rahmat Allah yang saya terima selama setahun ini.
Siang ini, selain coklat hitam, saya juga
menikmati dua lembar roti tawar gandum dengan olesan selai kacang dan selai
black currant. Sebagai minuman saya pilih segelas the TWG yang harumnya luar
biasa.
Selai black current saya beli secara khusus,
sedangkan yang lain disiapkan oleh rumah pastoran. Saya membeli secara khusus
karena sangat bagus sebagai anti oksidan. Untuk melawan “benda-benda gaib yang
merusak badan”. Boleh dikata saya korban iklan. Tetapi setelah saya melihat
tayangan di tv mengenai jenis buah yang memiliki kemampuan luar biasa sebagai
anti oksiden adalah black current, dan saya tidak tahu nama Indonesianya.
Kemudian segelas teh. Sebenarnya bukanlah
minuman kesukaan saya. Karena biasanya saya minum secangkir kopi. Tetapi karena
hari ini siang, maka saya tidak menyeduh kopi, tetapi memilih teh. Ada beberapa
pilihan yang bisa saya ambil, tetapi saya memutuskan memilih teh celup TWG. Kebetulan
teman saya yang orang Singapura selalu mendapatkan suplay teh TWG. Maka, meski
berharga mahal, saya bisa menikmatinya gratis. Minuman teh itu memberi efek
relaksasi. Melegakan otot-otot dan syaraf-syaraf yang tegang.
Dan inilah yang saya alami serta saya butuhkan.
Coklat hitam 85% adalah gambaran perjalanan imamat yang saya alami. Black Currant
sebagai anti oksidan serta teh pemberi ketenangan adalah yang saya butuhkan. Tentu
bukan dalam arti yang selurusnya. Itu gambaran belaka. Ada banyak oksidan yang
menempel di badan. Entah terhidup sewaktu berjalan di keramaian, atau terbawa
pulang sewaktu menikmati pengembaraan. Dan yang dibutuhkan adalah anti oksidan
yang menyehatkan, yang menetralkan.
Sedangkan syaraf yang tegang dan stress
bukanlah rahasia umum. Di mana-mana juga ada dan bisa mengalaminya. Menemukan cara
untuk mengendorkan otot dan syaraf adalah sebuah kenikmatan. Maka segelas teh panas
yang harum, bisa memberi rasa tenang.
Sudah sore rupanya, dan panggilan tugas
mengharuskan saya untuk segera berbegas. Tetapi di akhir catatan ini saya ingin
menuliskan kata terimakasih. Kepada orangtua dan keluarga saya. Merekalah yang
selalu memberi saya kekuatan untuk terus melangkah dan mengunyah, meski pahit
terasa. Kemudian kepada sahabat dan kenalan. Entah yang baru atau yang lama. Terimakasih
telah hadir di dalam perjalanan pelayanan. Terimakasih untuk setiap senyum dan
sapaan, juga cibiran dan candaan. Semuanya memberi peran yang menguatkan. Dan kepada
setiap pribadi yang mungkin banyak terluka karena kata dan perilaku saya,
maafkan saya. Semoga di tahun-tahun mendatang saya berkata dan bertindak lebih
bijak dan sopan. Dan sebaliknya, semoga Anda kalian yang terluka karenanya, segera
mendapatkan kesembuhan.
Hong Kong, 12 Mei 2017
Comments