Apakah yang kau cari?
Sahabat, ada satu pertanyaan yang kerap sulit saya temukan jawabannya. Pertanyaan itu ialah, “apakah yang kamu cari?”. Saya kerap sebal dan sedikit marah kalau ditanya demikian. Sebal dan marah karena kerap kali saya tidak tahu apa yang saya cari. Lebih jelasnya, saya malu karena tidak tahu apa yang sedang saya kejar dan cari.
Kedengarannya lucu, kok bisa seseorang tidak tahu apa yang ia cari. Tetapi itulah yang kerap saya alami. Kelihatannya sibuk, nampaknya tidak memiliki waktu luang lagi, tetapi tidak tahu apa yang sebenarnya sedang saya kejar dan usahakan. Banyak teman mengingatkan saya untuk menyadari benar tujuan sebelum saya melangkah. Itu akan sangat membantu perjalanan saya.
Tujuan
Mengetahui tujuan memang membantu saya menemukan jalan yang hendak saya tempuh. Contoh sederhana adalah ketika saya dengan seorang frater tersesat di kota Brisbane. Kami berdua adalah pendatang di sana, dan baru pertama kali ke sana. Hari itu kami baru datang dari Gold Coast dan hari sudah mulai gelap. Semestinya kami turun di stasiun South Bank, tetapi karena asyik ngobrol kami kebablas dan turun di Roma Street.
Sebenarnya kami tidak terlalu khawatir dengan ketersesatan ini, kami berpikir untuk sekalian menikmati senja di kota Brisbane. Malang bagi kami, udara senja itu buruk sekali. Angin bertiup kencang dan udara menjadi dingin. Kami mulai panik. Kaki terus berjalan mencari daerah yang kami kenal dan mendapatkan bus yang bisa membawa kami ke Coorparoo, tempat kami menginap.
Untunglah kami ingat nama daerah di mana kami menginap. Seandainya lupa pasti senja itu akan menjadi sangat kelabu. Maka bertanyalah kami kepada setiap sopir bus yang berhenti di halte mengenai bus mana yang mesti kami tumpangi untuk sampai di tempat menginap. Sopir bus ketiga yang kami tanya sangatlah baik. Ia membawa kami menumpang di busnya dan menurunkan kami di tempat di mana kami bisa menumpang bus lain yang bisa membawa ke arah yang tepat.
Untung saja kami ingat nama alamat rumah tumpangan itu, sehingga bisa menemukan kendaraan yang tepat untuk sampai ke sana. Dan seandainyapun tersesat, kami bisa bertanya kepada orang lain yang akan menunjukkan tempat yang tepat. Persoalannya adalah, tujuan yang hendak kita capai dalam hidup ini kerap sangat kabur dan kompleks. Sungguh dobel persoalan, kabur dan kompleks. Duhhh, manusia..manusia. maka tidak mengherankan tatkala mereka ditanya apa yang sebenarnya mereka cari, mereka tidak mampu menjawab dengan baik.
Tujuan dan Godaan
Ternyata, tidak tercapainya tujuan bisa juga diakibatkan oleh banyaknya godaan. Masih seputar ketersesatan saya di Brisbane. Di tengah kepanikan mencari perhentian bus yang benar untuk bisa pulang, mata saya digoda oleh papan nama sebuah took, “St. Paul Book Shop”. Gila benar, frater teman saya yang panik itu saya tarik masuk ke toko buku itu. Bingunglah dia. “Romo, kita sudah terlambat pulang ini, kenapa masuk toko buku?” tanyanya bingung. Saya kembali tersadar, “oh iya ya, kita sudah sangat terlambat” kata saya sembari kembali melangkah mencari halte bus.
Tetapi godaan toko buku itu tidak berhenti sampai di sana. Keesokan harinya, ketika saya sendirian saja jalan-jalan ke kota, saya kembali dijebak oleh pesonanya. Ketika berangkat dari rumah saya meniatkan diri untuk mengunjungi museum. Alih-alih menikmati pesona museumnya, saya malah menghabiskan hampir seperempat hari di toko buku rohani tersebut. Cilaka benar. Karena hasilnya kantong saya menjadi kempes dibuatnya.
Mengerti tujuan saja ternyata belum cukup untuk sukses mencapainya. Tahan terhadap godaan adalah tantangan berikutnya. Ketika duduk termenung di dalam bus, pikiran saya melayang ke arah museum yang belum saya singgahi. Apa yang akan saya ceritakan kepada para frater, karena saya pamit untuk mengunjungi museum, dan hasilnya adalah setenteng buku. Hmmm, betapa enaknya ada teman dalam perjalanan yang bisa mengingatkan tatkala godaan datang.
Tegas
Ya, tegas, itu penting. Tegas menolak godaan. Hmmm, kedengaran mudah dikatakan, namun berat dilaksanakan. Saya tidak akan menceritakan pengalaman saya tegas menolak godaan, karena banyak gagalnya. Maka saya ceritakan pengalaman Yesus menolak godaan.
Setelah berpuasa 40 hari 40 malam, Yesus kelaparan. Maka datanglah iblis menggodai Dia. Dasar iblis kurang ajar, dia menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti. Pikir iblis, kalau kamu lapar kamu butuh makanan, maka ubah saja batu itu menjadi roti. Rupanya Yesus tidak terpancing dengan godaan iblis ini. Dia mengatakan bahwa manusia memang butuh makan, tetapi tidak hanya dengan roti. Makanan yang sesungguhnya bagi jiwa manusia adalah Sabda Tuhan. Jiwa manusialah yang kerap lapar. Ia tidak akan bisa dikenyangkan dengan banyaknya roti yang ia makan. Namun jiwa bisa kenyang dengan Sabda Tuhan.
Tidak puas karena gagal dalam percobaan pertama, iblis mencoba peruntungan kedua. Kali ini dia ingin menggoda Yesus supaya menunjukkan kehebatannya sebagai Anak Allah. Iblis membawa Yesus ke puncak menara dan meminta Dia melompat dari sana. Yesus digoda untuk menunjukkan kehebatan-Nya. Sekali lagi Yesus lulus godaan. Menunjukkan kehebatan bukanlah tujuan-Nya datang ke dunia. Ia tidak perlu pamer. Maka Yesus dengan tegas menolak tawaran iblis dengan mengatakan, ‘jangan mencobai Tuhan Allahmu.”
Gagal dalam dua usaha, iblis tidak pantang menyerah. Ia melakukan usaha ketiga kalinya. Ia menunjukkan kepada Yesus segala kemegahan dunia. Ia mengatakan bahwa segala kemegahan dunia akan diberikan kepada-Nya kalau Ia menyembah iblis. Wahhh, tentu saja Yesus menolaknya. Dengan tegas dia berkata, “Enyahlah iblis!” karena memang hanya Allah patut disembah dan bukan iblis.
Godaan itu kerap menarik. Sesuatu yang enak dan mudah. Ketika lapar ada makanan. Sesuatu yang membanggakan, dipandang hebat, mendapat banyak pujian, sukses dalam segala hal adalah impianbanyak orang. Dan memperoleh banyak harta, siapa yang tidak tergoda karenanya. Setiap orang ingin hidup mudah, terhormat dan bergelimang harta, meski harus meninggalkan Tuhan.
Maka, tepat kalau kita bertanya, apakah yang sesungguhnya kita cari dalam hidup ini? Kalau pertanyaan ini dikembalikan kepada saya, tentu saja saya ingin mengutip pesan Yesus dalam Matius, carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat 6:33). Maka, mencari Tuhan dulu baru yang lain akan diberikan. Oke, itu yang akan saya cari. Bagaimana dengan Anda?
Tuhan memberkati
Comments