SHORTCUT
Dulu sekali, pas mulai belajar komputer, sering menjumpai istilah
shortcut. Awalnya saya nggak begitu ngeh apa maksudnya dan apa kegunaannya.
Sebab kemampuan saya mencerna bahasa asing itu juga setengah nggak bisa.
Kemudian hari, setelah lama sekali, saya baru mengerti kalau istilah itu adalah sarana untuk mempermudah, memperpendek urusan. Bahasa kampung saya adalah “trabasan”.
Jalan“trabasan” ini penting sekali. Di manapun kita berada, kalau kita menemukan shortcut, kita akan menghemat waktu cukup banyak.
Kemudian hari, setelah lama sekali, saya baru mengerti kalau istilah itu adalah sarana untuk mempermudah, memperpendek urusan. Bahasa kampung saya adalah “trabasan”.
Jalan“trabasan” ini penting sekali. Di manapun kita berada, kalau kita menemukan shortcut, kita akan menghemat waktu cukup banyak.
Saya teringat akan kisah beberapa tahun yang lalu. Saat itu saya baru
tiba di Melbourne, Australia. Baru beberapa bulan saja. Saat itu saya mendapat
kunjungan dari mantan pimpinan di Indonesia.
Sebagai mantan anak buah, yang sekarang menjadi rekan sejawat, saya bertanya, “mau apa? mau mencoba apa? kepengen berkunjung ke mana?” pokoknya saya ramah sekali.
Sebagai mantan anak buah, yang sekarang menjadi rekan sejawat, saya bertanya, “mau apa? mau mencoba apa? kepengen berkunjung ke mana?” pokoknya saya ramah sekali.
“Saya pengen menikmati ‘PHO’, mie soup khas Vietnam di daerah
Richmond.” jawabnya.
Kemudian saya mengajak beliau melewati jalanan yang saya ketahui. Di
tengah jalan beliau menyela, “kok kita tidak lewat jalan yang di sana, khan
lebih pendek?”
Oh iya, beliau dulu juga bekerja di sana, melayani orang-orang yang saat itu saya layani juga. Maka sudah bisa dipastikan kalau beliau sebenarnya lebih mengerti daerah di sana.
Oh iya, beliau dulu juga bekerja di sana, melayani orang-orang yang saat itu saya layani juga. Maka sudah bisa dipastikan kalau beliau sebenarnya lebih mengerti daerah di sana.
“Walah, malah saya nggak ngerti.” Jawab saya sambil cengar-cengir.
Jalan pintas itu niscaya hanya dimengerti oleh orang-orang yang secara
mengenal daerah tersebut dengan baik. Bahkan untuk apapun, jalan pintas bisa
ditemukan kalau seseorang memelajari dengan baik. dalam ilmu komputer, dalam
ilmu kesehatan, bahkan dalam hidup rohani.
Inti perjalanan rohani adalah persatuan dengan Allah. Perjalanan
rohani belum mencapai ujungnya kalau belum mengalami persatuan dengan Allah.
seperti seorang pendaki gunung, belum mencapai puncaknya kalau dia belum
berdiri di puncak tertinggi. Untuk sampai di sana ada banyak cara yang bisa
ditempuh. Ada jalan-jalan yang umum dipakai. Namun ada juga jalan-jalan pintas
yang bisa dilalui. Tergantung tingkat pengenalan seseorang dengan medan
belantaranya.
Dalam perjalanan hidup rohani, tokoh yang tidak boleh dikesampingkan
adalah Santo Yohanes Salib dan Santa Teresa Avila. Kedua tokoh ini mengajarkan
jalan-jalan yang mesti ditempuh untuk sampai kepada persatuan dengan Allah.
Santo Yohanes Salib menulis 4 buah buku yang menuntun pembacanya,
yang sedang menempuh perjalanan rohani, untuk bisa sampai kepada tujuan sejati,
persatuan dengan Allah tersebut. Beliau mengistilahkan perjalanan itu sebagai
“mendaki Gunung Karmel”. Allah berdiam di puncak, dan untuk sampai ke sana kita
mesti mengesampingkan banyak hal, termasuk di dalamnya hiburan-hiburan.
Santa Teresa Avila, mengumpamakan perjalanan rohani itu sebagai
perjalanan memasuki sebuah Puri. Ada banyak ruangan yang mesti dilewati. Meskipun
dalam bukunya disebutkan ada 7 ruangan dan Sri Baginda berdiam di ruangan
ketujuh, namun sejatinya ada lebih banyak ruangan yang mesti dilewati. Puluhan,
ratusan, tak terhingga.
Meskipun kedengaran sulit, sebenarnya seluruh perjalanan itu juga
menyelipkan jalan pintas yang bisa dilintasi. Santo Yohanes menunjukkan jalan
pengosongan diri sebagai jalan pintas. Sedangkan Santa Teresa menunjukkan jalan
kerendahan hati sebagai jalan tol menuju persatuan dengan Allah.
Nah, ada satu tokoh lagi yang terang-terangan mengajarkan jalan pintas
menuju persatuan dengan Allah itu. Dia adalah Santa Theresia dari Kanak-Kanak
Yesus. Dia adalah murid dari Santo Yohanes dari Salib. Dia mengetahui dengan
pasti apa yang diajarkannya. Dan dia merangkumnya dalam jalan trabasan yang dia jalani sendiri. Jalan
itu adalah jalan CINTA. Maka dengan gembira beliau berkata, “panggilankua dalah
CINTA”.
Jalan pintas ini bisa ditempuh dalam 3 bagian. Pertama, adalah
menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan SANG KEKASIH. Tanpa komunikasi
yang rutin mustahil akan mengalami persatuan yang intim. Kedua, meditasi. Merenungkan
Sabda Tuhan. Mengunyah Sabda-Nya dalam hidup sehari-hari. Dan yang ketiga adalah
bacaan rohani. Memperkaya dengan bacaan-bacaan yang “mendidik iman” akan
membantu dalam mengerti kehendak-Nya. Ketiga bagian ini akan secara perlahan
membuka mata hati kita untuk melihat jalan pintas menuju persatuan dengan
Allah.
St. Teresa's Church, Hong Kong, 12 Januari 2017
Comments