God’s Apeal, Encounter the Cross day 1
Encounter the Cross
40 Days Lenten Journey
Sewaktu sarapan
kemarin pagi, saya dan para imam yang melayani di Paroki Santa Teresa ini
berdiskusi mengenai tata cara pemberian abu. Pastor paroki bersikukuh dengan
pendapatnya bahwa umat tidak senang kalau diberi tanda besar di dahi. Sementara
itu, yang lainnya termasuk saya berpendapat bahwa umat suka dengan tanda itu. Bahkan
teman yang dari Siangpura berkata bahwa sebagian umat meminta tanda salib yang
besar dan hitam di dahi mereka.
Hari ini,
peziarahan panjang dalam rangka mempersiapkan diri merayakan Paskah dimulai. Dan
hal yang menarik berkaitan dengan tanda adalah, jangan tunjukkan tanda itu. Lakukanlah
semuanya dalam ketersembunyian. Biarlah hanya Bapa saja yang mengerti. Maka saya
tidak akan memusingkan lagi, tanda abu itu melekat besar di dahi atau hanya
tertabur tipis di kepala. Karena bukan itu yang utama, tetapi ajakan imam
sewaktu menorehkan tanda itu yang lebih bermakna, “BERTOBATLAH dan PERCAYALAH
PADA INJIL”.
Itulah yang
diminta oleh Yesus hari ini, di awal peziarahan pra paskah. Setidaknya Yesus
memberikan tiga metode yang bisa dipakai dalam berziarah. Doa, puasa dan amal kasih.
Ketiganya berjalam seiring, tetapi ketiganya dilakukan dalam diam, dalam
ketersembunyian, dalam relasi mesra dengan Allah saja.
Dan ketiga
metode ini menjadi jawaban atas pertanyaan yang kerap terlontar. Mengapa selama
masa prapaskah ini kita mesti berdoa dan berpuasa juga melakukan karya amal
kasih. Yaitu bahwa ketiganya menjadi sarana yang baik untuk semakin mendekatkan
diri dengan Allah.
DOA adalah
sarana pemurnian diri, pemurnian motivasi dan intensi. Maka doa diminta untuk
dilakukan secara diam-diam, di dalam kamar tertutup. Bukan di pinggir jalan
agar dilihat orang. Bahkan lebih baik kalau disangka tidak berdoa tetapi
sejatinya berdoa daripada disangka berdoa tetapi sesungguhnya berdoa. Doa adalah
kesempatan yang istimewa untuk merajut keintiman berdua bersama Bapa.
PUASA juga
disyaratkan oleh Yesus. Puasa adalah sarana yang membebaskan kita dari jerat
kenyamanan hidup. Gereja mewajibkan bagi umatnya yang sudah berusia genap 18
tahun dan tidak lebih dari 60 tahun untuk berpuasa pada hari Rabu Abu ini dan
Jumat Agung nanti. Sebuah kewajiban yang sangat minimalis. Bandingkanlah dengan
puasa yang dilakukan oleh saudara kita kaum Muslim. Mereka berpuasa penuh
selama 30 hari lamanya. Meski demikian, Yesus meminta agar kita berpenampilan
segar. Maka tadi pagi saya mencuci rambut, mengolesnya dnegan gel agar
kelihatan bercahaya. Karenakalau kusut masai nanti dijewer Yesus.
Kemudian Yesus
juga meminta agar kita berAMAL KASIH. Ini adalah sarana baik yang menyadarkan
kita bahwa persaudaraan kita dengan Yesus harus dibangun bersama kaum miskin. Karena
merekalah keluarga Yesus yang paling dekat. Amal kasih juga menyadarkan kita
bahwa kekayaan kita yang utama bukan terletak pada banyaknya uang atau
melimpahnya barang. Tetapi dalam keintiman relasi dengan Allah semata. Itulah ahrta
kita yang tak akan hanyut dibawa banjir, tak mempan dicongkel perampok.
Hal terakhir
yang harus dicatat dan diingat dari metode-metode untuk melakukan peziarahan
ini bahwa semuanya mesti dilakukan dalam diam, dalam ketersembunyian. Biarlah Allah
Bapa saja yang mengetahuinya. Maka penggalan puisi dari Santa Theresia
sungguhlah mengena untuk dibaca dan cerna.
Oh Tuhan,
ijinkan aku tersembunyi di Wajah-Mu
di sana aku tak
akan lagi mendengar kebisingan dunia
berilah aku
cinta-Mu, peliharalah aku selalu dalam Rahmat-Mu
hari ini saja…
(The Poetry, My
Song For Today, 52)
salam
Comments