Menegakkan Kebenaran, (belajar dari kasus Ibu Prita)
Kebenaran akan menegakkan dirinya. Itu keyakinan saya. Meskipun terkadang mesti menghadapi karang terjal, terjangan ombak dahsyat, kebenaran tetap akan mendapatkan tempatnya.
Kasus yang menimpa Ibu Prita, seolah menjadi seperti bola salju. Pasti Ibu Prita tidak pernah menyangka curhatnya akan menjadi seperti ini. Rumah Sakit juga tidak akan menyangka bahwa reaksi publik akan sedemikian besar.
Pelajaran untuk kita semua agar lebih bijak dan mengedepankan kebenaran. Tidak perlu takut menulis, di internet atau media lain, kalau memang memiliki data dan dasar kebenaran yang kuat. Mari kita junjung dan tegakkan kebenaran.
berikut ini adalah email Ibu Prita yang mengakibatkannya berurusan dengan pihak berwajib. Mari kita baca dengan hati yang jernih. Kita jadikan bahan bertindak.
Tuhan memberkati.
PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL , ALAM SUTERA TANGERANG
Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya,
terutama anak-anak, lansia dan bayi.
Bila Anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan RS dan title
International karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka
semakin sering uji coba pasien, penjualan obat dan suntikan. Saya tidak
mengatakan semua RS International seperti ini tapi saya mengalami kejadian
ini di RS Omni International.
Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas
tinggi dan pusing kepala, datang ke RS OMNI Intl. dengan percaya bahwa RS
tersebut berstandard international, yang tentunya pasti mempunyai ahli
kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39
derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah
thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya
diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya
wajib rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample
darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit
27.000. Dr. Indah menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan
tapi saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS
ini. Lalu referensi dr. Indah adalah dr. Henky. Dr. Henky memeriksa kondisi
saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah
positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau
ijin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan
pagi, dr. Henky visit saya dan menginformasikan bahwa ada r evi si hasil lab
semalam bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan r evi si?), saya
kaget tapi dr. Henky terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya
diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa ijin
pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa
sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam
berdarah. Saya sangat kuatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih
batita jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini
supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter
profesional standard internatonal.
Mulai Jumat tersebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap
suntik tidak ada keterangan apapun dari suster perawat, dan setiap saya
meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, lebih
terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus
menerimanya. Satu box lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan
disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan
suntikan dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang
sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik
kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu
dokter apa, setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu
dr. Henky saja.
Esoknya dr. Henky datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster
untuk memberikan obat berupa suntikan lagi, saya tanyakan ke dokter
tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara.
Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah tapi dr. Henky tetap
menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan
kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit
sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang
sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang
namun hanya berkata menunggu dr. Henky saja. Jadi malam itu saya masih
dalam kondisi infus padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan
seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan
infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami
namun janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan
kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya,
suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi r evi si 181.000 dan serangan
sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi
saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya.
Dr. Henky tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan, dokter tersebut malah
mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan
menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya
dan meminta dr. Henky bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang
pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. Dr. Henky menyalahkan
bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat namun saya tetap tidak mau
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi saya membutuhkan data
medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data
medis yang fiktif. Dalam catatan medis, diberikan keterangan bahwa BAB saya
lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada
follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil
thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat
dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak
adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya
complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil
lab 27.000 tersebut ada di manajemen Omni maka saya desak untuk
bertemu langsung
dengan manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan complaint tertulis ke manajemen Omni dan diterima oleh Ogi
(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam
tanda terima
tersebut hanya ditulis saran bukan complaint, saya benar-benar dipermainkan
oleh manajemen Omni dengan staff Ogi yang tidak ada
service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan
saya meminta tanda terima pengajuan complaint tertulis.
Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan manajemen, atas
nama Ogi (Customer Service Coordinator) dan dr. Grace (Customer Service
Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang
terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan
dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000
makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit
181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr. Grace, yang katanya adalah penanggung jawab masalah
complaint saya ini, tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi
complaint dengan baik, dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab
27.000 sesuai dr. Mimi informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng
antara lab, manajemen dan dr. Henky namun tidak bisa dilakukan dengan
alasan akan dirundingkan ke atas (manajemen) dan berjanji akan memberikan
surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut
analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah
parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki
bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas
mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya
dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam
dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai
suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan
suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000
tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan
meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan
paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang
yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr. Grace sebagai
penanggung jawab compaint dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau
jalan ke rumah saya namun sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum
ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr. Grace dan dia
mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah, ini
benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali, di rumah saya tidak ada
nama Rukiah, saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya
sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima
tentunya ada alamat jelas surat tertujunya kemana kan ? Makanya saya sebut
Manajemen Omni PEMBOHONG BESAR semua.
Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang. Terutama dr.
Grace dan Ogi, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer,
tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr. Grace, akan datang ke Omni untuk mengambil surat
tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke
resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati
kami, pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami
dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan
dilakukan r evi si 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi
kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin
tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja
supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali
kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000
adalah FIKTIF dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak
perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah
karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan, mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan
asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya
semaksimal mungkin tapi RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan
ini.
Ogi menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr.
Bina) namun saya dan suami saya terlalu lelah mengikuti permainan
kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang
selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak
jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan
waktu yang
cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya
masing-masing, benar.... tapi apabila nyawa manusia dipermainkan oleh
sebuah RS yang dpercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh
mengecewakan, semoga Allah memberikan hati nurani ke manajemen dan dokter RS
Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak,
orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis,
mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan
atau dokter atau manajemen RS Omni, tolong sampaikan ke dr. Grace, dr.
Henky, dr. Mimi dan Ogi bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia
hanya demi perusahaan Anda.
Saya informasikan juga dr. Henky praktek di RSCM juga, saya tidak
mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari
dokter ini.
salam,
Prita Mulyasari
Kasus yang menimpa Ibu Prita, seolah menjadi seperti bola salju. Pasti Ibu Prita tidak pernah menyangka curhatnya akan menjadi seperti ini. Rumah Sakit juga tidak akan menyangka bahwa reaksi publik akan sedemikian besar.
Pelajaran untuk kita semua agar lebih bijak dan mengedepankan kebenaran. Tidak perlu takut menulis, di internet atau media lain, kalau memang memiliki data dan dasar kebenaran yang kuat. Mari kita junjung dan tegakkan kebenaran.
berikut ini adalah email Ibu Prita yang mengakibatkannya berurusan dengan pihak berwajib. Mari kita baca dengan hati yang jernih. Kita jadikan bahan bertindak.
Tuhan memberkati.
PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL , ALAM SUTERA TANGERANG
Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya,
terutama anak-anak, lansia dan bayi.
Bila Anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan RS dan title
International karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka
semakin sering uji coba pasien, penjualan obat dan suntikan. Saya tidak
mengatakan semua RS International seperti ini tapi saya mengalami kejadian
ini di RS Omni International.
Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas
tinggi dan pusing kepala, datang ke RS OMNI Intl. dengan percaya bahwa RS
tersebut berstandard international, yang tentunya pasti mempunyai ahli
kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39
derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah
thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya
diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya
wajib rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample
darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit
27.000. Dr. Indah menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan
tapi saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS
ini. Lalu referensi dr. Indah adalah dr. Henky. Dr. Henky memeriksa kondisi
saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah
positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau
ijin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan
pagi, dr. Henky visit saya dan menginformasikan bahwa ada r evi si hasil lab
semalam bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan r evi si?), saya
kaget tapi dr. Henky terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya
diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa ijin
pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa
sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam
berdarah. Saya sangat kuatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih
batita jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini
supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter
profesional standard internatonal.
Mulai Jumat tersebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap
suntik tidak ada keterangan apapun dari suster perawat, dan setiap saya
meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, lebih
terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus
menerimanya. Satu box lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan
disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan
suntikan dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang
sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik
kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu
dokter apa, setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu
dr. Henky saja.
Esoknya dr. Henky datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster
untuk memberikan obat berupa suntikan lagi, saya tanyakan ke dokter
tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara.
Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah tapi dr. Henky tetap
menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan
kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit
sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang
sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang
namun hanya berkata menunggu dr. Henky saja. Jadi malam itu saya masih
dalam kondisi infus padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan
seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan
infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami
namun janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan
kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya,
suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi r evi si 181.000 dan serangan
sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi
saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya.
Dr. Henky tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan, dokter tersebut malah
mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan
menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya
dan meminta dr. Henky bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang
pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. Dr. Henky menyalahkan
bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat namun saya tetap tidak mau
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi saya membutuhkan data
medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data
medis yang fiktif. Dalam catatan medis, diberikan keterangan bahwa BAB saya
lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada
follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil
thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat
dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak
adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya
complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil
lab 27.000 tersebut ada di manajemen Omni maka saya desak untuk
bertemu langsung
dengan manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan complaint tertulis ke manajemen Omni dan diterima oleh Ogi
(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam
tanda terima
tersebut hanya ditulis saran bukan complaint, saya benar-benar dipermainkan
oleh manajemen Omni dengan staff Ogi yang tidak ada
service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan
saya meminta tanda terima pengajuan complaint tertulis.
Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan manajemen, atas
nama Ogi (Customer Service Coordinator) dan dr. Grace (Customer Service
Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang
terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan
dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000
makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit
181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr. Grace, yang katanya adalah penanggung jawab masalah
complaint saya ini, tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi
complaint dengan baik, dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab
27.000 sesuai dr. Mimi informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng
antara lab, manajemen dan dr. Henky namun tidak bisa dilakukan dengan
alasan akan dirundingkan ke atas (manajemen) dan berjanji akan memberikan
surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut
analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah
parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki
bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas
mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya
dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam
dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai
suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan
suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000
tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan
meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan
paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang
yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr. Grace sebagai
penanggung jawab compaint dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau
jalan ke rumah saya namun sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum
ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr. Grace dan dia
mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah, ini
benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali, di rumah saya tidak ada
nama Rukiah, saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya
sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima
tentunya ada alamat jelas surat tertujunya kemana kan ? Makanya saya sebut
Manajemen Omni PEMBOHONG BESAR semua.
Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang. Terutama dr.
Grace dan Ogi, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer,
tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr. Grace, akan datang ke Omni untuk mengambil surat
tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke
resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati
kami, pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami
dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan
dilakukan r evi si 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi
kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin
tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja
supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali
kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000
adalah FIKTIF dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak
perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah
karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan, mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan
asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya
semaksimal mungkin tapi RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan
ini.
Ogi menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr.
Bina) namun saya dan suami saya terlalu lelah mengikuti permainan
kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang
selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak
jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan
waktu yang
cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya
masing-masing, benar.... tapi apabila nyawa manusia dipermainkan oleh
sebuah RS yang dpercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh
mengecewakan, semoga Allah memberikan hati nurani ke manajemen dan dokter RS
Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak,
orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis,
mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan
atau dokter atau manajemen RS Omni, tolong sampaikan ke dr. Grace, dr.
Henky, dr. Mimi dan Ogi bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia
hanya demi perusahaan Anda.
Saya informasikan juga dr. Henky praktek di RSCM juga, saya tidak
mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari
dokter ini.
salam,
Prita Mulyasari
Comments