Gua Berhenti Berdoa!
“Gua udah lama berhenti berdoa.” Kata seorang teman lama yang kebetulan bertemu.
“Lho kenapa emangnya?” tanya saya kaget.
“Yahh, ga ada faedahnya berdoa. Gua udah berdoa, rajin ke Gereja, rajin beramal, teteepp aja banyak masalah.” Dia berhenti sejenak menarik nafas, kemudian melanjutkan lagi. “Lu tau ga. Pastor gua khotbah, ’serakan semua bebanmu kepada Tuhan, dan IA akan meringankannya,’ Gua ketawa aja dengarnya.”
“Knapa ketawa?” tanya saya semakin bingung.
“Ya ketawalah. Tau ga lu, pastur itu sok tahu bener ga sih, dia nyuruh kita berserah, datang kepada Tuhan, dan masih banyak lagi yang dikhotbahkan. Tau ga, gua udah jalanin semuanya. Gua udah lakuin yang dia khotbahkan itu. Nyatanya, hidup gua tetap susah. Hutang gua masih banyak. Persoalan gua masih numpuk.”
“Bener kamu udah lakuin semua? Jangan-jangan kamu belum melakukan semua?”
“Kok lu kagak percaya. Tiap minggu gua ke gereja. Tiap hari gua berdoa. Gua ikutan itu apa namanya… hmmm novena. Gua datang ke goa Maria buat ziarah. udah gua lakuin semua, tapi kesel banget ga sih, waktu mertua gua sakit, gua berdoa setengah mati, yeee mertua gua mati juga. Untuk apa berdoa kalau begitu.”
“Trus sekarang setelah kamu tidak berdoa lagi, kamu buat apa?”
“Yah ga buat apa-apa.”
“Masih ke gereja?”
“Lah, ngapain coba ke gereja kalau gua udah ga berdoa lagi. Buang-buang waktu ga sih. Mendingan di rumah nonton bola. Toh sama saja hasilnya.”
“Sama saja gimana?”
“Berdoa, ke gereja, masalahku tetap ada, ga berdoa, ga ke gereja masalahku tetap ada, sama khan, jadi gua pilih ga berdoa dan ga ke gereja.”
“Hmm gitu ya.”
“Iya khan. Eh pengalaman lu gimana?”
“Hmm, aku masih ke gereja, aku masih berdoa. Memang masalah hidupku masih ada. Dan aku pikir wajar ya, dan masuk akal banget. Kalau aku berdoa, aku ke Gereja, aku seperti diberi kekuatan buat menghadapi masalahku. Aku ga stress, bahkan aku masih bisa tertawa, dan yang pasti hatiku, dan hidupku jauh lebih tenang.”
“Ah, teori lu!”
“Kamu boleh tidak percaya, tetapi kamu meminta aku bercerita yang aku alami. Itu yang aku alami. Dan yang aku alami memang, Tuhan tidak mengambil semua beban deritaku, permasalahanku, ya enak banget kalau begitu, semua tinggal diserahkan kepada Tuhan dan kita bebas dari tanggungjawab. Dengan berdoa, kita itu seperti menyerahkan semua beban hidup kita dalam naungan Tuhan. yahh, habis berdoa masalahnya tetap sama, tetapiiiiiiiii…….. kita diberi kekuatan lebih untuk menghadapi masalah itu.”
“Lucu!”
“Lucu kenapa?”
“Ya lucu khan? Kamu punya beban, trus kamu berdoa, trus bebanmu tetap ada, tapi kamu terus berdoa, lucu khan?”
“Mungkin iya sih, tapi ketika aku punya masalah dan aku tidak berdoa, masalah itu sungguh menguasai aku, aku bingung, stress, dan lemah sekali. Setelah aku berdoa, berserah kepada Tuhan, masalahku sih tetap ada, tetapi aku seperti mendapat kekuatan ekstra untuk menghadapi masalahku. Yahhh… kamu boleh ga percaya sih. Tapi itu yang aku alami.”
……………
Kawan percakapan di atas saya posting di blog sosial milik Kompas, beberapa waktu yang lalu. Ada banyak tanggapan, namun satu tanggapan membuat saya bermenung lebih lama dari biasanya. Berikut ini komentarnya.
“Yah kekuatan doa itu kan sugesti doang, penghiburan doang merasa dia akan mendapat bantuan, kalo dapet yah dia pikir doanya terkabul , kalo gak dapet yah paling kecewa, hoki hoki orang aja kalo emang dapet bantuan pas dia butuh. Pas dia lagi doa pas dapet jadi dia pikir sumbernya dari doa, coba kalo dia gak doa tapi dapet juga, kan emang hoki dia aja.”
Saya berdiskusi cukup panjang dengan teman yang memberi komentar ini. Saya tidak memaksakan kehendak saya, dan saya memberi kebebasan bagi dia untuk berpikir dan menentukan. Bagi saya cukuplah jika dia memahami cara berpijak amsing-masing dan tidak mengadili cara berpijak yang lain keliru.
Dari diskusi kami, saya bisa menarik kesimpulan cara berpikirnya. Menurutnya, Tuhan itu memang ada. Dia itu menciptakan segala sesuatu tetapi setelah menciptakan Tuhan tidak ikut campur lagi urusan manusia. Mau apa manusia itu, mau jadi apa, mau bagaimana, terserah manusia, Tuhan ga ikut campur tangan lagi. Nah, dalam sikap ini, berdoa menjadi tidak ada artinya. Buat apa berdoa, lha Tuhan saja tidak mau ikut campur urusan manusia?
Kawan, bagaimana dengan Kalian sendiri. Apa sikap kalian terhadap Tuhan dan sikap kalian dalam berdoa? Tentu sikap kita sangat ditentukan oleh titik pijak kita. Kalau titik pijak kita adalah Tuhan berperan dalam hidup kita, tentu kita akan tetap berdoa kepada Tuhan.
Yang terakhir, yang hendak saya sampaikan dalam tulisan di atas adalah sikap kita dalam berdoa. Sikap di sini berkaitan dengan sikap batin. Tuhan mengajari kita doa Bapa Kami untuk berdoa. Ada satu bagian yang penting untuk kita hayati dalam doa Bapa Kami, ‘Jadilah kehendak-Mu’. Ungkapan itu memiliki makna yang mendalam. Yaitu sungguh menyerahkan apa pun yang terjadi dalam hidup kita kepada tangan Tuhan. Apakah kita boleh meminta atau tidak? Tentu saja boleh meminta dan memohon. Nah dalam permohonan itu kita mau menyelaraskan dengan kehendak Tuhan.
Kawan, saat ini banyak orang, termasuk teman saya dalam dialog tadi, percaya kepada Tuhan, namun tidak percaya bahwa Dia berperan dalam hidup kita sehari-hari. Tentu saya juga tidak bisa memaksa orang-orang seperti itu untuk mengakui bahwa Tuhan sungguh berkarya dan berperan dalam hidup sehari-hari, bahkan yang remeh temeh.
Berikut ini sebuah doa dari pemazmur yang menggambarkan betapa Tuhan sungguh hadir dalam setiap peristiwa hidup manusia. Menyadari itu betapa berharganya manusia di mata Tuhan. Sebaliknya, bagi manusia, menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa adalah sesuatu yang niscaya. “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang yang Kautempatkan: apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.” (Mzm 8:2.4-6).
Melbourne, 09-02-10
Comments