Tak Gendong…


Kawan, apakah kalian pernah mengenal Mbah Surip? Beliau adalah penyanyi nyentrik yang sekejap tenar dan kemudian hilang karena berpulang ke rumah Bapa. Kemarin saya membuat sebuah tulisan yang terinspirasi dari syair lagu tersebut, tema yang sama hendak saya berikan kepada Anda sekarang.
Syair lagu itu sederhana namun mendalam maknanya. Tak gendong ke mana-mana, tak gendong ke mana-mana, enak tho, asyik tho, dari pada naik pesawat kedinginan, dari pada naik taksi kesasar, mendingan tak gendong tho, enak tho, asyik tho?

Dalam lagu itu yang ditawari untuk digendong ke mana-mana adalah kekasih hatinya. Hubungan yang dekat erat sepasang kekasih semakin erat karena dengan digendong tidak ada jarak lagi. Nempel jadi satu. Kedekatan pribadi ini penting. Dekat dengan yang terkasih.
Mbah Surip membandingkan nilai kedekatan itu dengan kenyamanan yang ditawarkan oleh pesawat terbang, taksi, dan ojek. Agak aneh, pembandingnya dari yang tinggi trus turun. Mungkin yang mau dikatakan begini. Naik pesaat itu mahal. Tidak semua orang bisa melakukan. Di sana tiap orang diikat dengan sabuk pengaman. Tidak bisa berpelukan mesra.
Naik taksi sebenarnya bisa berpelukan juga, namun di sini, penumpang taksi juga mesti memakai sabuk pengaman, jadi tidak bisa romantis lagi. Kemudian naik ojek. Hmmm, jarang di sini ada ojek, atau bahkan tidak ada. Tetapi di Indonesia banyak. Naik ojek itu memang bisa menawarkan keromantisan luar biasa, dibonceng kekasih, tetapi karena terlalu mesra nanti bisa salah jalan dan tersesat.
Maka digendong adalah pilihan tepat. Mesra sudah pasti, romantis apalagi, dekat dan tidak mungkin tersesat. Maka lagu sederhana Mbah Surip itu mengandung pesan yang sangat mendalam agar kita menjalin relasi yang sangat dekat dan mendalam dengan pasangan kita.
Saya ingin menambahkan agar hubungan yang dekat itu jugadibangun dengan Tuhan. Alangkah senangnya kalau yang kita gendong bukan hanya kekasih hati, tetapi juga Kekasih Jiwa. Alangkah bahagianya kita jika ke mana-mana bisa menggendong Tuhan.
Bukan tanpa alasan kalau saya menyarankan agar kita sungguh berusaha bisa menggendong Tuhan dalam setiap peristiwa hidup kita. Karena setiap hari tiada lelahnya si setan menawarkan punggungnya untuk menggendong kita, ia menawarkan diri agar kita mau mendekat padanya. Khan bahaya sekali kalau sampai kita jatuh dalam pelukannya.
Mungkin di antara kita semua merasa belum cukup mampu untuk sungguh bisa menggendong Tuhan dalam hidup. Maka saran saya, mari kita bergandengan tangan saja dengan Tuhan. Tentu lebih ringan kalau bergandengan tangan, karena posisinya sejajar. Dengan demikian Tuhan akan membimbing kita kalau kita akan jatuh atau terpeleset. Bahkan ia akan mengangkat kita kalau sungguh kita terjerembab.
Maka lagunya Mbah surip tadi mesti kita ubah sedikit. Tak gandeng ke mana-mana, tak gandeng kemana-mana, enak tho, mantep tho…
Salam
Melbourne, 22-02-10
romo waris


Comments

Popular Posts