Menyiapkan JALAN
Sahabat, pasti masih ingat kisah 'blusukan' Pak Jokowi ke Sumatra Utara, tepatnya mengunjungi para pengungsi korban Gunung Sinabung. Kisah yang menarik tentu saja kisah Pak Jokowi 'ngerjain' pejabat setempat. Pak Jokowi tidak melewati JALAN yang sudah disiapkan oleh pemerintah daerah. pak Jokowi cenderung memilih jalannya sendiri, menemui orang-orang yang ingin ditemui; bukan orang-orang yang sudah disiapkan untuk ditemui.
Kemudian ada kisah lain ketika Pak Jokowi melakukan 'blusukan' ke Provinsi Bengkulu. Seperti kunjungan beliau ke tempat lain, kunjungan ke Bengkulu juga akan menyasar daerah-daerah pinggiran seperti kampung nelayan. Nah, ada cerita ketika Mentri Kelautan dan Perikanan, ibu Susi mengunjungi kampung nelayan. Spontan beliau berkomentar, "kemana perginya kapal-kapal yang menggunakan pukat harimau itu? Padahal beberapa hari yang lalu masih ada di sini."
Dua kisah di atas adalah gambaran singkat bahwa ketika ada pejabat tunggi mengunjungi suatu daerah, pemerintah daerah akan mempersiapkan jalan. Mereka akan memperbaiki setiap infrastruktur yang ada. Tujuannya, ketika pejabat tinggi tersebut melewati daerah tersebut, dia hanya akan menemui sesuatu yang baik. Sehingga kunjungan itu menjadi kunjungan yang menyenangkan.
Jika pejabat tinggi datang saja dipersiapkan jalan yang baik; bagaimana kalau yang akan datang adalah Yang Memberi hidup? Bukankah diperlukan persiapan yang lebih lagi? Dalam Injil Markus, St Yohanes Pembaptis, mengutip apa yang diserukan oleh Nabi Yesaya, mengajak umat untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan.
Bagaimanakah mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan tersebut? Setidaknya ada tiga jalan yang bisa ditempuh. Jalan-jalan yang saya yakin sudah kita kenali. Yaitu jalan doa, jalan sakramen, dan jalan pelayanan.
Jalan doa.
Adven menjadi kesempatan yang baik untuk memperbaiki lagi hidup doa kita. Doa harus dipahami sebagai sebuah pola hidup, bukan soal metode doa, cara doa, kata-kata doa, dll. Apa maksudnya doa sebagai sebuah pola hidup?
Doa adalah sebuah kerinduan manusia untuk lebih dekat dengan Tuhan. Bahkan bukan hanya dekat dengan Tuhan, tetapi menjalin relasi secara personal dengan Tuhan. Doa adalah sebuah kerinduan hati untuk bisa bersatu dengan Tuhan. Seperti seseorang yang merindukan kekasihnya, merindukan untuk bersatu.
Maka, memulai lagi hidup doa, berarti memulai lagi relasi pribadi dengan Tuhan. Kita bertanya kepada hati kita sendiri, sejauh mana kita sungguh memiliki kerinduan untuk bersatu dengan Tuhan? Sebesar apa kerinduan kita akan Tuhan? Ataukah masih sebatas formalitas? Doa-doa dasar, doa novena? dll.
Apakah doa-doa ini jelek?
Bukan sama sekali.
Doa-doa ini baik sekali. Tetapi menjadi sangat kurang kalau sudah merasa cukup dengan hanya melafalkan doa-doa tersebut. Di pihak lain, ketekunan dan kesabaran dalam hidup doa juga sangat penting. Ketekunan ini sangat diperlukan, karena manusia mudah bosan. Apalagi kalau merasa bahwa doa-doa kita tidak terjawab.
Jalan Sakramen
Menyadari kehadiran Tuhan dalam kehidupan doa mungkin agak susah. Tetapi tidak demikian dalam kehidupan menggereja, dalam merayakan Sakramen-sakramen. Menyadari kehadiran Tuhan dalam Ekaristis, dalam Pembaptisan, dan Penguatan, dalam pengampunan dosa, rasanya lebih mudah.
Maka, salah satu cara menyiapkan jalan untuk menyambut kehadiran Tuhan adalah dengan merayakan Sakramen, sesering mungkin. Jika dulu, hanya mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu; sekarang bisa menambahnya dengan ikut dalam perayaan harian. Tentu saja kalau hal itu memungkinkan.
Menghadiri sakramen pengampunan juga menjadi sebuah persiapan yang indah dalam memnyambut Tuhan. Kita bisa bertanya, sudah berapa lama tidak mengaku dosa, sudah berapa lama tidak merayakan sakramen pengampunan? Mengapa tidak kita pakai momen perayaan Adven ini untuk merayakan sakramen pengampunan?
Jalan Pelayanan
Kehidupan doa dan perayaan sakramen menjadi "kurang berguna" apabila tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan bersama orang lain. Terlebih mereka yang kesusahan.
Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang kesusahan.
Pasti ada orang-orang di sekitar kita yangs akit, yang kesepian, orang tua.
Pasti ada juga anak-anak yang tersingkir, yang kurang beruntung, yang ahrus berjuang demi sesuap nasi, meski sebenarnya bukanlah tanggungajwab mereka.
Lalu, apa yang bisa kita perbuat dengan orang-orang tersebut? Kerap kali kita juga berada dalam posisi yang sama, sama-sama menderita, sama-sama kesepian, sama-sama tersisih.
Memberi perhatian. Itu salah satu hal yang bisa dibuat.
Mungkin kita tidak memiliki dana berlebih untuk membantu pengobatan saudara kita yangs akit, tetapi kita memiliki waktu untuk menjenguk. Mungkin kita tidak memiliki baju-baju hangat untuk kita bagi dengan mereka yang kedinginan, tetapi kita memiliki telinga untuk mendengarkan cerita mereka yang kesepian, dst.
Jalan-jalan di atas bisa kita lalui sebagai jalan untuk menyiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan. tentu jalan itu akan melalui hati dan hidup kita. Harus ada yang diubah, harus ada yang diratakan dan diluruskan. namun dengan satu harapan, pada akhir nanti, Tuhan akan merasa puas karena telah singgah dalam hati kita.
Hong Kong, 7 Desember 2014
Comments