Pecel dan ORANG KUDUS
Ini bukan pecel, tetapi gambar makanan beberapa tahun lalu. |
Ada orang komplain, ‘hari ini khan hari
raya semua orang kudus, kok kamu malah bicara soal pecel. Mbok bicara nilai-nilai
keutamaan para kudus yang bisa diteladani oleh umat.” Demikian nada sebuah komplain.
Namanya saja komplain, tidak perlu dikepohin, siapa yang komplain, mengapa komplain.
Seperti ketika kamu kepo ketika temanmu memiliki teman baru, “eh sejak kapan kenal,
baru sekarang atau sudah lama, kenal di mana, bla-bla-bla-bla…”. Namanya juga
kepo, biarkanlah berlalu bersama angin.
Kembali kepada pecel dan orang kudus. Eh tunggu
dulu. Mungkin kalian bertanya, di mana saya menulis tentang pecel? Tuh di sini.
Bukan di warung kopi ini, tetapi di gerai NGUDAR RASA. Kalau penasaran silahkan
saja di klik.
Oke. Kembali kepada persoalan pecel dan
orang kudus. Inilah permenungan terdalam saya. Bahwa nilai kepecelan dan nilai
kekudusan memiliki hubungan yang elok. Seperti saya katakan di sana, di gerai
NGUDAR RASA itu, bahwa kesejatian PECEL adalah dalam kesederhanaannya,
kejujurannya, dan kesegarannya. Demikian halnya dengan orang kudus. Tidak
percaya?
Baiklah, kalau kalian masih tidak percaya
dan terus protes, apa kaitan kesejatian pecel itu dengan kekudusan. Mari kita tengok
apa yang diujarkan oleh Yesus ketika berkhotbah dari atas bukit mengenai
kebahagiaan. Kalau disaripatikan akan sampai kepada unsur kesederhanaan dan
kejujuran. Bukan pada kemewahan dan gelimang harta dan kekuasaan. Baiklah kita
lihat satu persatu.
(1) Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
(2) Berbahagialah orang yang berduka cita, karena mereka akan dihibur.
(3) Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki
bumi.
(4) Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena
mereka akan dipuaskan.
(5) Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh
kemurahan.
(6) Berbahagialan orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat
Allah.
(7) Berbahagialan orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut
anak-anak Allah.
(8) Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Sahabat, delapan ujaran Yesus mengenai
kebahagiaan yang bersifat sentausa. Ujaran yang dipakai oleh Gereja untuk
menggambarkan pribadi-pribadi yang telah berbahagia bersama Allah tritunggal
Maha Kudus dalam kemuliaan kekal.
Jelas sekali yang dibicarakan bukan soal
gelimang harta dan tingginya status social ekonomi. Tetapi sebuah hati yang
hadir di hadapan Allah, hati yang apa adanya, yang tulus dan sederhana. Hati
yang miskin, yang dimiiliki hanya kemampuan untuk berserah kepada kekuatan
Allah.
Mereka yang dalam keterbatasan diri namun
masih rela berbagi dengan sesamanya dengan tanpa mengharapkan imbalan, ucapan
terimakasih dan sejenisnya. Pribadi-pribadi yang penuh ketulusan dan sederhana.
Tidak neko-neko.
Hal yang menarik adalah, Yesus tidak
berkata “berbahagialah orang tidak pernah berdosa!” Sangat menarik. Karena
semua orang pasti pernah jatuh ke dalam dosa. Maka tepat sekali kalau ada
ujaran, “orang kudus memiliki masa lalu dan orang berdosa memiliki masa depan.”
Mungkin sekarang kita adalah pendosa, tetapi kita tetap memiliki masa depan,
bahkan sebagai orang kudus.
Sudah banyak cerita yang menggambarkan
bagaimana masa lalu orang-orang kudus. Msialnya Santo Petrus yang sempat
menyangkal kedekatannya dengan Yesus, Santo Paulus yang memenjarakan para
pengikut Yesus, Santo Agustinus yang sempat jatuh dalam seks bebas dan memiliki
anak, dan masih banyak lagi. Masa lalu mereka tidak sellau sebening kaca dan
seindah mentari pagi. Ada bercak hitam dan mendung hitam yang meutupi pancaran
sinar kasih Allah. Tetapi mereka bertobat dan kembali kepada Allah dengan cinta
yang jujur, yang sederhana.
Santo Petrus berseru sambil menangis,
“Yesus, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku sangat mencintai-Mu.”
Santo Paulus menjawab tuduhan orang-orang
yang mempertanyakan kekristenannya, “setelah aku mengenal Yesus Kristus, apa
yang dulu kuanggap sebagai kelebihan dan kekuatan adalah sampah belaka. Bahkan
aku mampu melakukan banyak hal hanya karena Allah yang memberikan kekuatan
kepadaku.”
Santo Agustinus melukiskan, “Allah mengenal diriku, bahkan jauh lebih dalam dan lebih intim daripada diriku sendiri
mengenal siapa aku.”
Mereka hanya tiga contoh yang saya paparkan
untuk menjadi contoh kejujuran dan ketulusan. Hidup mereka diubah oleh
pengenalan akan Allah, oleh karena menjalin relasi kasih dengan Yesus. Mereka
tidak menutupi bahwa masa lalu mereka kelam, mereka terima apa adanya. Karena
yang terutama adalah kehidupan setelah pengenalan dengan Yesus.
Demikianlah kesederhanaan dan kejujuran
sebungkus nasi pecel dan kehidupan para kudus. Ahh, lapar saya. Makan siang
masih lama. Ini pasti gara-gara nasi campur sebungkus 12 dollar.
Salam.
Comments