Self HEALING
Saya ingat sekitar 15 tahun yang lalu, saya
bertemu dengan seorang dokter yang baik sekali. Waktu itu, sebagai calon imam,
saya belajar hidup di paroki, belajar berpastoral selama satu tahun di kota
Tanggul dekat kota Jember, Jawa Timur. Kebetulan saya tiba-tiba sakit, dan
pastor paroki membawa saya kepada dokter tersebut.
Setelah selesai masa belajar, saya kembali
ke biara di kota Malang. Tak lama kemudian saya mendengar kabar bahwa dokter
tersebut meninggal karena penyakit kanker. Saya cukup terkejut mendnegarnya.
Pertama, dia dikenal sebagai dokter yang baik, yang banyak pasiennya berhasil
ditolong hingga sembuh. Kedua, beliau sering menasihati agar kita tak lupa
menjaga diri, mengenal diri sendiri agar tidak tiba-tiba terkena sakit parah.
Saya terkejut, karena mendengar beliau
terkena kanker dan akhirnya meninggal. Apakah beliau tidak menjaga diri, tidak
mengenali gejala-gejala yang timbul dari penyakitnya? Kemudian pertanyaan
berikutnya, mengapa beliau yang dokter baik itu, yang mampu menolong banyak
orang tidak mampu menyembuhkan dirinya sendiri? Bukankah dia seorang dokter?
Ingatan saya akan dokter tersebut, yang
sungguh maaf, saya lupa namanya, datang kembali ketika secara pribadi saya
ingin “belajar menyembuhkan”. Menyembuhkan siapa? Ya menyembuhkan diri saya
sendiri. Bisakah kita menyembuhkan diri kita sendiri? Atau jangan-jangan saya
hanya akan melukai diri sendiri semakin parah dan pada akhirnya harus dirawat
oleh seorang psikiater dan kalau agak sial akan masuk rumah sakit jiwa?
Saya tidak sedang bercanda. Saya
sungguh-sungguh ingin menyembuhkan diri dan luka-luka yang ada di dalam batin.
Singkatnya, saya ingin melakukan swa-proses penyembuhan batin. Saya ingin
melakukan “self healing process”.
Kata-kata Yesus kepada kaum Farisi seperti
yang ditulis oleh Matius begitu menyentuh. “Bersihkan dulu bagian dalam
gelas-gelas itu, maka bagian luar juga akan bersih juga.” Saya memahami bahwa
bagian dalam gelas-gelas itu adalah bagian batin kita, jiwa kita. kalau batin
dan jiwa itu bersih, sehat, sembuh, maka bagian luar, fisik kita juga akan
bersinar cerah segar dan sehat. Demikianlah saya memahami perumpamaan Yesus itu
agar orang membersihkan “bagian dalamnya terlebih dahulu”, maka saya pun ingin
melakukan proses bersih-bersih.
Berhubung saya bukan seorang psikiater,
bukan juga psikolog, bukan juga seorang pastoral psikologi, tetapi hanya
seorang biarawan-imam, maka segala proses yang saya lalui tentu berdasar proses
penyembuhan rohani. Apakah jika demikian akan menafikan bantuan-bantuan
psikologis? Tentu saja tidak. Karena manusia itu pada dasarnya memiliki unsur
rohani, psikologis dan biologis. Maka semua unsur mestilah diolah dengan baik.
Saya memahami ini dengan baik, maka saya akan mencoba seimbang.
Mengapa saya memilih jalan rohani? Karena
saya percaya kepada kuasa kasih Allah. Saya juga percaya bahwa kuasa Allah itu
akan bekerja kalau ada kerjasama dari manusia. Maka, meski saya yakin
seyakin-yakinnya akan kuasa penyembuhan dari Allah, tetapis aya masih harus
berusaha, membuka hati dan budi agar kuasa Allah itu bisa masuk dan bekerja.
Mengapa saya (tetap) ingin melakukan proses
penyembuhan sendiri? Karena saya yakin, kalau saya berproses sesuai dengan
kaidah-kaidah yang tepat, pasti saya akan sembuh. Maka dalam proses ini, saya
belajar juga dari orang lain yang sudah berproses sekian lama, yang memperoses
orang lain sekian lama, agar tidak sesat di jalan.
Catatan penting:
Segala cerita dan catatan saya (yg berkaitan
dengan healing) semuanya bersifat pribadi. Pengalaman ini mungkin telah
memb antu saya dalam berproses dan bertumbuh, tetapi belum tentu cocok dengan
pengalaman orang lain. Maka saya sangat tidak menganjurkan untuk mengikuti,
menjadikannya pedoman, dst. Maka kalau ada pembaca blog ini yang “sedang sakit”
dan ingin sembuh, saran saya ya harus datang kepada ahlinya, seorang
professional di bidangnya.
Juga berkaitan nama dan peristiwa, kalau
ada kemiripan nama atau peristiwa, yakinlah itu bukan kesengajaan. Karena
mungkin saya akan menyebutkan sebuah peristiwa, atau nama, atau tempat; maka
kalau sampai ada kemiripin, itu bukan kesengajaan.
Bersambung
Comments