Pelan-pelan saja…., Encounter the Cross (day34-36)
40 Days Lenten Journey
Sahabat, kita sudah hampir sampai pada tahap terakhir
peziarahan pra paskah. Pekan terakhir peziarahan ini (sebelum masuk pekan suci)
harus dinikmati dengan pelan-pelan. Jangan terburu-buru agar semuanya bisa
dirasakan, disematkan, dan diterapkan.
Mengapa harus perlahan-lahan? Karena Yohanes menyuguhkan cerita yang amatlah mendalam. Cerita yang bukan laporan langsung dari medan perkara. Tetapi sebuah permenungan iman yang dia olah puluhan tahun lamanya.
Mengapa harus perlahan-lahan? Karena Yohanes menyuguhkan cerita yang amatlah mendalam. Cerita yang bukan laporan langsung dari medan perkara. Tetapi sebuah permenungan iman yang dia olah puluhan tahun lamanya.
Seluruh bacaan Injil selama pekan ke-5 pra
paskah ini diambil dari Injil Yohanes. Jamak diketahui, Injil Yohanes ini agar
berbeda dengan ketiga Injil yang lain. Cerita yang disajikan kebanyakan tidak
ditemukan di tiga Injil yang lain dan kesemuanya disajikan dengan sangat
mendalam. Hal ini bisa terjadi karena penulis Injil Yohanes sudah membaca
ketiga Injil yang lain dan berusaha melengkapinya.
Kemungkinan besar, Injil ini ditulis sekitar tahun 90-100 Masehi. Sedangkan rangkaian peristiwa di dalam Injilnya mungkin terjadi sekitar tahun 30-an. Ada rentang waktu sekitar 60 tahun bagi Yohanes untuk mengendapkan semua peristiwa yang pernah terjadi.
Kemungkinan besar, Injil ini ditulis sekitar tahun 90-100 Masehi. Sedangkan rangkaian peristiwa di dalam Injilnya mungkin terjadi sekitar tahun 30-an. Ada rentang waktu sekitar 60 tahun bagi Yohanes untuk mengendapkan semua peristiwa yang pernah terjadi.
Menurut banyak sumber, penulis Injil Yohanes ini
adalah Yohanes anak Zebedeus, yaitu Yohanes saudaranya Yakobus. Dia juga yang dalam Injil
disebut sebagai “murid yang dikasihi” yang ditegaskan dalam dalam Injil Yohanes
bab 21 ayat 24. Pada tahun 180, Santo Ireneus membuat catatan yang
menghubungkan antara murid yang dikasihi, dengan Yohanes anak Zebedeus dengan
penulis Injil Yohanes. Dan ketiganya adalah orang yang sama.
Rentang waktu yang begitu panjang antara
kejadian perkara dengan penulisan Injil, memungkinkan adanya waktu yang sangat
panjang untuk berefleksi atas ajaran-ajaran Yesus, ucapan-ucapan-Nya, dan
beberapa peristiwa yang tidak disinggung oleh ketiga Injil yang lain. Seperti yang
saya katakana di atas, semuanya ditulis oleh Yohanes dengan sangat mendalam.
Mari kita pelajari perlahan demi perlahan. Oh iya, sebelum masuk ke dalam tiap permenungan, harap kita catat beberapa hal untuk mengerti situasinya. Saat ini (itu) Yesus sudah berada di Yerusalem, atau di sekitarnya. Karena kalau malam tiba, Yesus suka menyepi sendiri, berdoa di taman zaitun. Lalu kalau pagi datang dia akan datang lagi ke Bait Allah. Yerusalem sudah ramai oleh orang yang datang dari berbagai kota untuk merayakan Paskah di Yerusalem.
Mari kita pelajari perlahan demi perlahan. Oh iya, sebelum masuk ke dalam tiap permenungan, harap kita catat beberapa hal untuk mengerti situasinya. Saat ini (itu) Yesus sudah berada di Yerusalem, atau di sekitarnya. Karena kalau malam tiba, Yesus suka menyepi sendiri, berdoa di taman zaitun. Lalu kalau pagi datang dia akan datang lagi ke Bait Allah. Yerusalem sudah ramai oleh orang yang datang dari berbagai kota untuk merayakan Paskah di Yerusalem.
Kesempatan kedua (hari ke-34)
Pagi itu Yesus baru sampai di Bait Suci dan
mulai mengajar. Tiba-tiba para pemuka agama, orang-orang Farisi dan akhili
Kitab Suci datang menemui Yesus dengan membawa seorang perempuan yang tertangkap
berbuat zinah. Sebenarnya itu hanya sebuah cara untuk menjebak Yesus. Mereka berkata
bahwa menurut hukum Musa, perempuan itu harus dihukum dengan dilempari batu
sampai mati. Mereka meminta pendapat Yesus.
Yesus tidak menjawab. Yesus diam saja, bahkan
asyik menulis di tanah. Tidak jelas juga menulis apa. Lalu, ketika keheningan
terus menusuk tulang rusuk, Yesus berdiri dan berkata dengan lembut. Bahkan karena
keheningan yang mencekam, suara Yesus yang lembutpun bak tusukan ujung es di
tengkuk yang basah.
“Barang siapa tidak berdosa, silahkan melempar
batu pertama kali.”
Hening.
Yesus kembali membungkuk dan menulis di tanah. Tidak
jelas menulis apa.
Kemudian, selang beberapa waktu, Yesus kembali
berdiri dan menatap perempuan yang sedari tadi tersungkur di dekat kakinya. Masih
dengan ketenangan dan kelembutan yang sama, Yesus bertanya, “di manakah mereka?
Tidak adakah yang menghukum engkau?”
“Tidak ada…”
“Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah! Jangan
berbuat dosa lagi.”
Hening…..
Perempuan itu pergi dengan hati berkecamuk
tiada tara. Dia mendapatkan kesempatan kedua. Yesus menyelamatkan nyawanya dari
ancaman hukum rajam yang niscaya dia terima. Kesempatan kedua itu hanya mampu
diberikan oleh Tuhan Allah semata. Dan kini ia menerimanya.
Hatinya masih bergejolak. Di satu sisi dia
bersyukur tiada terukur. Di sisi lain dia takut tiada berwujud. Takut akan
nasib pernikahannya. Akankah suaminya masih mau menerimanya? Akankah tindakannya
akan menghancurkan rumah tangganya?
Seandainya tadi dia dilempari batu, mungkin
sekarang dia sudah di alam sana. Tetapi kini dia diberi kesempatan kedua, bukan
saja untuk menjalani hidup, tetapi untuk memperbaiki rumah tangganya.
Menyenangkan Tuhan (hari ke-35)
Kesempatan kedua itu tidak hanya diberikan
kepada perempuan yang tertangkap berbuat zinah. Kesempatan itu juga diberikan
kepada kita semua, tentu yang mau menerima kesempatan kedua dalam hidupnya.
Ada yang menggunakan kesempatan kedua itu untuk
bersenang-senang. Mumpung masih ada kesempatan. Begitu yang dipikirkan. Makan-makanlah,
minum-minumlah, jalan-jalan-lah, senyampang kesempatan itu masih terbentang. Nanti,
kalau kesempatan itu tidak ada lagi, tinggal sesallah yang tersisa.
Ada yang menggunakan kesempatan itu untuk
melakukan hal-hal yang selama ini gagal dilakukan. Terutama berkaitan dengan
perbuatan-perbuatan baik sehari-hari. Kesempatan kedua dipakai untuk
memperbaiki diri. Dan kesempatan kedua itu sebaiknya digunakan hanya untuk
menyenangkan Tuhan semata. Seperti halnya yang dilakukan oleh Yesus.
Kepada orang-orang yang mengajaknya debat,
Yesus membawa mereka kepada ranah yang lebih dalam lagi, yakni kepada identitas
Yesus dan akan perutusan-Nya. Yesus memulai diskui dengan menyatakan bahwa
mereka tidak akan melihat Yesus lagi.
Mendengar itu sebagian dari mereka curiga bahwa
Yesus akan bunuh diri. Dan Yesus kembali menegaskan bahwa mereka tidak mengenal
Yesus, karena Yesus berasal dari atas dan mereka dari bawah. Maka mereka
kembali bertanya.
Siapakah Engkau?
Pertanyaan “siapakah Engkau” ini bukan sekadar
ejekan, tetapi sungguh pertanyaan jujur, “siapakah Engkau sebenarnya?” Karena
sebagian dari mereka memang tidak pernah berjumpa dengan Yesus, mereka datang
dari berbagai kota, dan kebanyakan hanya mendengar kabar dari yang diceritakan oleh
orang lain. Dan Yesus tidak mau menjawabnya. Karena Dia merasa sudah sering
berkisah mengenai siapa diri-Nya.
Sebenarnya juga diberikan kepada semua orang yang
menerima Yesus (begitu saja) sebagai Tuhan. Siapakah Dia bagi hidup kita. Dengan
menerima Dia, akankah kita juga mau meneladan Dia? Dalam hal apa?
Dalam hal melakukan kehendak Bapa. Dalam hal
menyenangkan hati Bapa.
Yesus begitu berbangga karena Bapa-Nya tidak
pernah meninggalkan-Nya, karena Dia selalu melakukan apa yang menyenangkan
Bapa-Nya. Apakah yang menyenangkan Bapa?
Iman kita kepada-Nya.
Pengharapan kita kepada-Nya.
Kasih kita kepada-Nya.
Kerendahan hati kita.
Kira-kira itulah yang bisa kita lakukan untuk
menyenangkan-Nya.
Bagaimana caranya?
Tinggal di dalam Tuhan (hari ke-36)
Bagiamankah bisa menyenangkan hati Tuhan? Yesus
memberi petunjuk yang sangat jelas. Jelas itu belum tentu gampang. Tetapi yang
pasti keterangan Yesus sangat jelas. Yaitu tinggal di dalam Tuhan. Bergantung sepenuhnya
kepada Firman Allah.
Bagaimana bisa tinggal di dalam Firman Tuhan
kalau Firman itu sulit dipahami? Itulah yang disebut dengan iman. Menerima dan
berpegang teguh kepadanya karena yakin akan kebenarannya, meski akal budi tak
sanggup memahaminya. Ada dua contoh yang bisa kita pakai di sini. Yaitu hidup
Bunda Maria dan Abraham.
Banyak pengalaman dalam hidup Bunda Maria,
kalau tidak mau mengatakan keseluruhan, adalah hidup dalam iman. Sejak dia
menerima kabar dari malaikat Tuhan hingga nanti memangku jenazah Yesus, semua
adalah peziarahan iman yang penuh dengan misteri.
Tidak semuanya bisa dia pahami. Meski demikian,
dia selalu memiliki cara untuk menjalani, yaitu menyimpan setiap misteri yang
ada di dalam hatinya. Perjalanan selama peziarahan akan membantu mengerti arti
dari setiap misteri. Bunda Maria tidak pernah menuntut untuk memahami semua
yang ada. Semua dijalani dengan iman.
Abraham pun demikian adanya. Dia disebut “bapa
orang beriman” karena memang iman dan kepercayaannya kepada Tuhan begitu besar.
Ketika Tuhan meminta Abraham pergi dari kampung halamannya ke tempat yang akan
ditunjukkan, Abraham pergi begitu saja. Meninggalkan segala kenyamanan yang
sudah dia miliki.
Tinggal di dalam Firman Tuhan bisa dimulai
dengan mendengarkan-Nya secara rutin. Kemudian berusaha mengikuti dengan setia.
Kesulitan yang yang kerap datang adalah “tidak
memahami” arti Firman.
Sebaiknya itu tidak dijadikan persoalan. Yang perlu
tetap menjadi focus adalah bagaimana bisa setia kepada Firman yang didengarkan.
Maka, kalau ada firman yang tidak bisa dimengerti, simpan saja di dalam hati. Seperti
halnya Bunda Maria menyimpan segala perkara yang tidak mampu ia pahami. mungkin dengan membacanya berulang-ulang akan membantu menyematkan Sabda masuk ke dalam hati.
Sebaiknya hal ini dimulai sejak dini. Tidak perlu
menunggu ketika sudah pensiun dan merasa memiliki banyak waktu. Waktu itu
kitalah yang membaginya, karena semua memiliki jumlah dan jangka yang sama.
Penutup
Demikian perjalanan selama tiga hari ini. Untuk
tiga hari kedepan, dan perjalanan pamungkas, akan saya buat pada saat yang
tepat. Pelan-pelan saja. Dari pada terburu-buru dan hasilnya tidak menentu? (padahal kalau pelan pun haiknya juga jauh dari bermutu... Hahahahaha) Ini pembelaan diri belaka.
Yang pasti, perziarahan sudah hampir sampai di
ujung hari. Mari lebih cermat menata diri dengan terus menerus bergelayutan
pada Sabda-Nya yang tak terperi. Mungkin, ada kalanya kita terjatuh karena terbuai sepoi angin senja yang menari-nari. Tidak
apa-apa, panjatlah lagi, karena kesempatan itu masih diberi. Panjatlah lebih
tinggi lagi, tetapi perlahan-lahan saja.
salam
Hong Kong 5 April, 2017
salam
Hong Kong 5 April, 2017
Comments