Gemas
Tulisan ini saya buat sebenarnya untuk masa Pra Paskah nanti. (Wuihh, adohe rek!) Lha kita masih di masa Adven kok sudah disuruh mbaca renungan bwat masa Pra-Paskah. Ya ga usah repot, kalau mau baca saja, kalau ga mau ya ga usah dibaca, gitu aja kok repot, (hehehehe minjem istilahnya Gus Dur).
Ini tek KSnya:
Matius 9: 14-15
9:14 Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?"
9:15 Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
Gemas
Bayi kecil montok dan lucu itu sungguh menggemaskan. Mereka yang melihat tentu tak sabar ingin menggendong dan mengajaknya bercanda. Tangan-tangan pun gatal ingin segera mencubit pipi gendutnya. Hati ini gemas dibuatnya, ‘kok lucu banget’.
Melihat pertandingan sepak bola yang tidak kunjung membuahkan gol. Serangan bertubi-tubi yang hanya membentur mistar gawang, membuat hati ini gemas. ‘Gitu aja ga masuk’, komentar penonton yang nendang bola pun dia tidak pernah. Tapi rasa gemas itu tetap ada.
Gemas adalah campuran perasaan jengkel, senang, saying, marah, cinta, yang teraduk-aduk menjadi satu. Pada contoh pertama, gemas berarti sayang, cinta, dan senang. Sedangkan pada contoh kedua gemas berarti kejengkelan dan kemarahan.
Rasa gemas itu juga pernah muncul dari orang-orang sekitar Yesus tatkala mereka melihat polah tingkah para murid-Nya. Mereka gemas, karena para murid Yesus itu, tidak berlaku seperti mereka. ‘Kenapa kami dan orang-orang Farisi berpuasa, sedangkan murid-muridMu tidak?’, Tanya salah satu pemuda kepada Yesus. Rupanya, para murid yang tidak berpuasa telah membuat hati orang-orang di sekitarnya gemas.
Apa komentar Yesus? Beliau tidak langsung menjawab, tetapi memberi satu ilustrasi cerita. ‘Masakan kita harus menangis sedih ketika mengikuti acara kebahagiaan teman?’ jawab Yesus diplomatis. Di sana Yesus hendak menegaskan bahwa, puasa itu ada waktu dan tujuannya. Kalau hanya asal puasa saja, hal itu tidak akan membawa buah yang baik. Puasa berarti turut dalam penderitaan Yesus. Bagaimana para murid hendak berpuasa jika Yesus masih ada bersama mereka?
Lantas bagaiana dengan kita sekarang. Yesus telah naik ke surga, sedangkan kita masih berjuang di dunia. Kita berpuasa selama ‘empat-puluh hari-empat-puluh malam’. Apa hanya sekadar memenuhi tuntutan Gereja agar berpuasa selama masa Pra-Paskah? Apa motovasi kita tatkala berpuasa?
Apakah hanya ikut-ikutan, atau memang sungguh hendak bersama Yesus masuk dalam penderitaan. Penderitaan kita yang dikuasai oleh gemerlap dosa. Puasa sebagai sarana membersihkan hati yang putih laksana salju, yang telah dilumuri gelimang kemursyikan, kejahatan, dan kedengkian.
Kita gemas sekarang kalau sudah tahu hidup dalam lumpur dosa tetapi tidak mau bertobat. Kita boleh gemas, kalau puasa kita hanya asal-asalan, sekadar ikut-ikutan. Jangan menunggu Yesus gemas dengan segala perilaku kita yang ga baik-baik. Huh, sungguh menggemaskan. (uls)
Ini tek KSnya:
Matius 9: 14-15
9:14 Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?"
9:15 Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
Gemas
Bayi kecil montok dan lucu itu sungguh menggemaskan. Mereka yang melihat tentu tak sabar ingin menggendong dan mengajaknya bercanda. Tangan-tangan pun gatal ingin segera mencubit pipi gendutnya. Hati ini gemas dibuatnya, ‘kok lucu banget’.
Melihat pertandingan sepak bola yang tidak kunjung membuahkan gol. Serangan bertubi-tubi yang hanya membentur mistar gawang, membuat hati ini gemas. ‘Gitu aja ga masuk’, komentar penonton yang nendang bola pun dia tidak pernah. Tapi rasa gemas itu tetap ada.
Gemas adalah campuran perasaan jengkel, senang, saying, marah, cinta, yang teraduk-aduk menjadi satu. Pada contoh pertama, gemas berarti sayang, cinta, dan senang. Sedangkan pada contoh kedua gemas berarti kejengkelan dan kemarahan.
Rasa gemas itu juga pernah muncul dari orang-orang sekitar Yesus tatkala mereka melihat polah tingkah para murid-Nya. Mereka gemas, karena para murid Yesus itu, tidak berlaku seperti mereka. ‘Kenapa kami dan orang-orang Farisi berpuasa, sedangkan murid-muridMu tidak?’, Tanya salah satu pemuda kepada Yesus. Rupanya, para murid yang tidak berpuasa telah membuat hati orang-orang di sekitarnya gemas.
Apa komentar Yesus? Beliau tidak langsung menjawab, tetapi memberi satu ilustrasi cerita. ‘Masakan kita harus menangis sedih ketika mengikuti acara kebahagiaan teman?’ jawab Yesus diplomatis. Di sana Yesus hendak menegaskan bahwa, puasa itu ada waktu dan tujuannya. Kalau hanya asal puasa saja, hal itu tidak akan membawa buah yang baik. Puasa berarti turut dalam penderitaan Yesus. Bagaimana para murid hendak berpuasa jika Yesus masih ada bersama mereka?
Lantas bagaiana dengan kita sekarang. Yesus telah naik ke surga, sedangkan kita masih berjuang di dunia. Kita berpuasa selama ‘empat-puluh hari-empat-puluh malam’. Apa hanya sekadar memenuhi tuntutan Gereja agar berpuasa selama masa Pra-Paskah? Apa motovasi kita tatkala berpuasa?
Apakah hanya ikut-ikutan, atau memang sungguh hendak bersama Yesus masuk dalam penderitaan. Penderitaan kita yang dikuasai oleh gemerlap dosa. Puasa sebagai sarana membersihkan hati yang putih laksana salju, yang telah dilumuri gelimang kemursyikan, kejahatan, dan kedengkian.
Kita gemas sekarang kalau sudah tahu hidup dalam lumpur dosa tetapi tidak mau bertobat. Kita boleh gemas, kalau puasa kita hanya asal-asalan, sekadar ikut-ikutan. Jangan menunggu Yesus gemas dengan segala perilaku kita yang ga baik-baik. Huh, sungguh menggemaskan. (uls)
Comments