Ngadem di Cheung Chau...
Mini Great Wall, salah satu sudut Cheung
Chau (dok. pri)
Sabtu
adalah satu-satunya kesempatan bagiku untuk melepaskan diri dari kepenatan dan
rutinitas. Bukan Minggu. Karena Minggu memiliki urusannya sendiri. Maka setiap
Sabtu saya usahakan untuk melangkahkan kaki, senyampang betis masih gagah dan
kokoh, menikmati indahnya alam Hong Kong.
Sabtu
ini, 24 Mei 2014 saya arahkan langkah menuju Pulau Cheung Chau. Satu dari empat
pulau yang menjadi daerah tujuan berwisata di Hong Kong. Yang lain adalah Pulau
Lantau dengan Big Budha-nya serta biara para biksu. Juga biara Trappist, yaitu
para pertapa Katolik yang hidup terus di dalam biara. Ada juga pantai Tai
Wo dengan air terjunnya, atau sekadar menikmati alam dengan menumpang mobil
kabel. Pulau Laama dengan dengan kincir angin, tracking untuk berjalan kaki,
pantai dan rumah makannya. Lalu ada lagi pulau Pheng Chau. Pulau ini terkadang
hanya menjadi persinggahan kalau kita ingin menuju ke Pulau Lantau, tetapi
sejatinya dia memiliki keindahan tersendiri. Ada kuil dan pantai yang sayang
kalau dilewatkan. Tetapi tujuan saya hari ini adalah Pulau Cheung Chau, yang
terkenal dengan sepeda onthel-nya. Banyak juga yang lain sih, mari ikuti
perjalanan saya.
Satu-satunya
armada transportasi untuk sampai ke Cheung Chau adalah kapal fery. Maka saya
menuju Star Fery di Central. Dermaga yang menuju ke sana ada di dermaga nomor
5. Ternyata ada dua pilihan untuk sampai ke pulau yang terkenal dengan
warung-warung seafoodnya ini. Kalau kita naik fery yang di sebelah kanan, kita
akan sampai di sana lebih cepat. Karena kapalnya adalah kapal cepat. Sekitar 30
menit. Tentu saja harganya lebih mahal dari yang biasa. Kalau kita naik dari
yang sebelah kiri, harganya lebih murah. 19 dollar sekian sen. Sampainya lebih
lama karena jarak tempuhnya bisa sampai satu jam. Saya menumpang yang di
sebelah kiri saja. Lama sedikit tidak apa-apa, yang penting murah.
Sesampai
di daratan saya memutuskan untuk mendaki ke puncak tertinggi yang ada di cheung
Chau, North Lookout Pavilion. Dari pintu keluar dermaga sama mengambil langkah
ke kiri. Mengikuti jalanan di sana sampai mentok. Karena mentok, mau tidak mau
harus berbelok. Maka saya ambil belokan ke kiri. Mengikuti jalan tersebut
sampai di pintu gerbang taman Tai Kwai Wan.
Kita
bisa berbelok dan masuk ke taman tersebut kalau tujuan kita makan bersama atau
piknik. Karena di sana ada beberapa tempat untuk BBQ dan disediakan beberapa
kran air untuk mencuci bahan makanan. Taman itu juga bisa dipakai untuk sekadar
duduk-duduk melepas penat. Karena saya hanya sendirian dan tidak berniat
piknik, maka saya meneruskan langkah menuju ke puncak.
Perjalanan
dari pintu dermaga sampai ke puncak membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Kalau
kita singgah sebentar di pantai di pinggir jalan, atau di kuil, mungkin
perjalanan bisa menghabiskan waktu satu jam. Saya tiba di puncak ketika
matahari bersinar tepat di atas kepala. Panas sekali! Maka, begitu saya
mencapai bangunan di atas sana, segeralah saya lepaskan semua beban. Ransel
berisi perbekalan dan lain-lainnya saya lepaskan. Nafas yang berat saya
lepaskan. Kecapekan dan kelelehan juga saya lepaskan. Kemudian saya memaku diri
pada satu tiang untuk memandang indahnya alam.
Saya
tidak memahami di mana barat di mana selatan. Saya hanya bediri untuk
membiarkan diri dibelai angin. Di ujung mata nampak Pulau Laama. Hal itu
kentara dari tiga tiang pembangkit listrik yang ada di sana, juga kincir angin
di kejauhan. Setelah puas memandang Laama di kejauahan, saya alihkan pandangan
ke ke perkampungan Cheung Chau. Baru saya sadari pantai Cheung Chau begitu
panjang dan perkampungan di balik pantai itu begituuuu puadat.
Hampir
setengah jam saya berdiam diri di puncak. Setelah merasa lebih adem saya
memutuskan untuk menuruni bukit ke arah cekungan pantai. Cekungan itu sepi dari
pengunjung. Terang saja karena tempatnya yang terpencil dan harus ditempuh
dengan menyeberangi bukit. Mungkin pasir pantainya kurang lebut, tetapi suasana
yang hening syahdu cukup menghibur hati yang galau. Setelah duduk sebentar di
pondok di pinggir laut saya kembali ke puncak.
Tujuan
saya selanjutnya adalah Mini Great Wall. Saya belum tahu lokasinya, tetapi
pasti ada yang bisa ditanyai. Maka perlahan-lahan saya melangkah menuju pusat
kampung. Saya melangkah perlahan-lahan karena jalanan menanjak dan panasnya
ampun-ampun. Maka payungpun saya rentangkan untuk menahan sedikit hunjaman
sinar UV dan mentari. Keringat bercucuran bak air sumber. Handuk kecil sudah
basah kuyub. Kaos juga sudah basah kebes. Setelah melalui itu semua akhirnya
saya tiba kembali di dekat dermaga. Setelah mendinginkan badan dengan minuman
dingin, saya mencari tahu di mana letak Mini Great Wall. Setelah mendapat
informasi yang cukup saya segera melangkah ke sana.
Mini
Great Wall ini terletak di sisi kanan pantai. Jadi persis berhadapan dengan
North Lookout Pavilion. Saya tidak mencari informasi mengapa tempat itu disebut
Great Wall yang kecil. Ini yang saya gagas-gagas. Great Wall di Cina dibangun
sebagai benteng dari serangan musuh. Sedangkan mini great wall di Cheung Chau
dibangun untuk menahan longsor. Disebut mini karena memang tidak sepanjang dan
selebar tembok raksasa di Cina.
Perjalanan
ke mini great wall tidaklah lama. Dari dermaga samapi balik lagi memakan waktu
kurang lebih satu jam. Tetapi lama tempuh sangatlah bervariatif. Tergantung
cepatnya langkah dan aktivitas yang dilakukan. Ada bebetapa titik yang bagus
untuk duduk-duduk atau berfoto. Saya sudah tidak bisa terlalu
berkonsentrasi menikmati indahnya pemandangan di sana. Lelehan keringat adalah
penyebabnya. Maka saya hanya melangkah dan melangkah hingga akhirnya kembali ke
dermaga.
Hasrat
hati ingin menikmati daerah lain di Cheung Chau. Tetapi waktu sudah menunjuk
angka 5 lewat. Maka saya putuskan untuk segera menuju dermaga guna melihat
jadwal keberangkatan fery. Ternyata kapal yang akan berangkat ke Central sudah
siap. Waktupun sudah tidak banyak lagi. Maka, dengan keringat masih berleleran,
saya mengantri di depan gerbang.
Meskipun
belum semua daerah di Cheung Chau saya jelajahi, tetapi rasa hati sudah cukup
puas. Sudah menjelajah dari ujung ke ujung. Mungkin saya akan ke sana lagi pas
perayaan pesta kue Bun. Perayaan itu bukan pesta biasa, menurut beberapa teman,
perayaannya sangat istimewa. Maka saya akan menunggu sampai tahun depan, karena
tahun ini perayaannya sudah selesai.
Oh
iya, saya memberi judul catatan ini ngadem di panas dan padatnya Cheung Chau.
Hari itu memang panas sekali. Dan manusia yang ke sana buanyak sekali, maka
sangat padat. Tetapi saya mendapatkan keademan. Saya ngadem bukan dalam hal
udara, tetapi suasana hati. Setelah seminggu bergulat dengan huruf yang nggak
jelas, yang membuat panas hati dan pikiran, maka 'sendirian' di alam adalah
pengademan hati dan pikiran. Dan saya sungguh merasa mendapatkan keademan.
Salam
Hong
Kong, 25 Mei 2014
Catatan:
Semua
foto adalah dokumen yang sangat pribadi hasil kerja henpon.
Beberapa
foto tambahan
Suasana
Pantai Cheung Chau dari North Lookout Pavilion. Dari puncak dapat dilihat
padatnya perumahan di Cheung Chau. Namun yang mengesankan adalah pantainya yang
panjanggg...
Perahu
para nelayan. Cheung Chau juga dikenal dengan daerah nelayan, banyak nelayan
tradisional di sana. Banyak juga ibu-ibu terlihat menjemur ikan hasil
tangkapan.
Pasar,
jejeran warung seafood yang banyak diminati. Setelah lelah menjelajah isi
pulau, menikmati sajian seafood bisa menjadi pilihan terbaik.
Sepada
onthel yang siap disewa. Semua orang bisa bersepeda di Cheung Chau. Kalaupun
Anda datang dengan bekal 'belum bisa', dijamin, setiba di sana langsung bisa,
karena banyak juga sepeda roda 4.
Comments