Masuk ke dalam Puri Batin, sebuah catatan retret (7), Ruang ke-6, Pertunangan Rohani



            
Dari tujuh ruangan dalam puri batin, ruang keenam merupakan ruang yang pembahasannya sangat panjang hingga 11 bab. Tidak semua bisa saya pahami dengan baik. Hanya ada dua pokok yang mampu saya tangkap yakni soal penderitaan dan fenomena mistik. Dua hal ini pula yang saya tuturkan kembali dengan harapan bisa memberi bantuan bagi mereka yang mengalami dan membutuhkan.

Penderitaan
Jiwa yang berada di dalam ruangan ini sudah terluka sepenuhnya oleh panah cinta Sri Baginda. Panah cinta itu menancap dan melukai jiwa. Akibatnya jiwa lebih memilih untuk masuk ke dalam keheningan dan kesendirian (silentium et solitude). Jiwa ini terluka dan menderita karena cinta. Bukan sembarang cinta, tetapi cinta kasih Allah yang telah menancap kuat di dalam hatinya. Ia tidak mau lagi terpisah dengan-Nya. Segala hal yang menariknya dari keheningan dan kesendiriaan bersama Allah ini ia hindarkan.
Meski jiwa sudah sepenuhnya terpikat dengan cinta Sang Ilahi, jiwa masih perlu dimurnikan lagi. Ada banyak hal kecil yang berfungsi memurnikan cinta sebelum bersatu sepenuhnya di ruang ketujuh. Hal-hal kecil itu bisa berupa penderitaan dan pencobaan-pencobaan kecil. Hal ini mengingatkan kita bahwa ketika seseorang semakin maju di dalam Tuhan itu bukan berarti terbebas dari penderitaan dan pencobaan.
Ada beberapa penderitaan yang baik kalau kita kenali lebih jauh. Pertama adalah komentar dari orang lain. Hidup bersama, meskipun dalam biara tertutup sekalipun, tidak menghindarkan seseorang dari komentar-komentar orang lain. Komentar itu bisa berbentuk pujian atau juga fitnahan. Ada orang yang hidupnya tidak lepas dari komentar orang lain, dan ia selalu menuruti apa yang dikomentarkan orang. Pada akhirnya ia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Dalam hidup rohani juga sama. Ketika kita hendak lebih serius dalam satu hal, ada saja komentar yang datang dari orang lain. Sebagian dari kita tidak tahan terhadap komentar itu dan akhirnya menyerah. Santa Teresa mengingatkan agar kita tidak terpaku dengan komentar-komentar tersebut. Itu lebih banyak berasal dari setan daripada dari malaikat.
Bagaimana mengatasi penderitaan yang berasal dari komentar-komentar atau juga fitnahan dari orang lain ini? Menurut Teresa kita harus mengubah cara berpikir kita. Bahwa orang mudah memberi komentar, entah yang baik atau buruk. Bahkan orang juga akan memberi komentar meskipun yang kita lakukan itu baik. Maka dalam terang Tuhan kita akan menyadari bahwa apa yang baik itu berasal dari Tuhan. Maka, jika kita mendapat komentar baik atas apa yang kita buat, ucapkanlah terimakasih. Karena sesungguhnya Tuhanlah yang telah melakukan perbuatan baik itu. Dengan mengakui bahwa yang baik berasal dari Tuhan juga membantu orang lain untuk melakukannya. Orang lain bisa belajar melakukan yang baik, karena itu bukanlah kemapuan pribadi. Tetapi melulu hanya karena anugerah Tuhan. Semua hal diarahkan kepada kemuliaan Tuhan. Dengan bahasa yang kasar kita bisa mengatakan, “dipuji aku tidak bertambah, difitnah aku tidak berkurang”. Pemikiran ini menghadirkan ketenangan dalan hidup kita. dipuji atau tidak, semuanya baik adanya karena semuanya berasal dari Tuhan. Dengan demikian kita bisa menghindarkan penderitaan karena komentar-komentar orang lain.
Fitnahan orang lain juga membuat jiwa semakin bertumbuh. Ia menjadi semakin rendah hati untuk menyadari kekurangannya dan memperbaiki diri. Hal berikutnya ia bisa bersyukur atas orang-orang yang memfitnah dia. Rasa marah dan sakit hati tidak ada lagi. Sebaliknya jika jiwa belum benar-benar bertumbuh ia akan marah karena fitnahan-fitnahan itu.
Penderitaan berikutnya adalah sakit secara fisik yang sangat perih. Tahap menerima sakit itu tidak mudah. Banyak orang memberontak, tidak bisa menerima. Namun sakit harus diterima dan dialami. Bahkan diterima sebagai berkat juga. Mengapa? Karena dengan menerimanya sebagai berkat jiwa bisa membantu orang lain yang mengalami hal yang serupa.
Penderitaan lainnya adalah tidak dipahami, terlebih tidak dipahami oleh bapa pengakuan. Tidak semua orang yang secara serius mengolah hidup rohani memiliki pengalaman yang sama. Hal sederhana adalah sepuluh orang mengadakan darmawisata ke kebun binatang. Ketika acara selesai dan mereka membagikan pengalamannya, aka nada 10 pengalaman menarik di sana. Masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda. Demikian juga dengan hidup rohani. Tiap orang bisa memiliki pengalaman pribadi yang berbeda. Maka sungguh sangat menyakitkan kalau pengalaman rohani itu tidak dipahami oleh bapa pengakuan, bahkan disalah mengerti. Itu bisa terjadi karena bapa pengetahuan yang belum berpengalaman dan kurang bijaksana. Yang dengan mudah menilai pengalaman rohani sebagai buah kerja setan.
Mereka yang belum mengalami pencobaan ini, yaitu tidak dipahami oleh bapa pengakuan tidak bisa merasakan betapa menderitanya jiwa. Santa Teresa mengatakan bahwa penderitaan ini tidak bisa dibandingkan dengan neraka, karena jiwa merasa bahwa ia ada ditangan setan. Di manakah bisa didapatkan penghiburan? Tidak banyak yang bisa diharapkan. Entah dari dunia atau dari surga hanya ada sedikit saja penghiburan. Apakah yang bisa dilakukan? Menyibukkan diri dengan pekerjaan baik yang wajar, karya amal, perbuatan-perbuatan amal, dan hanya mengharapkan belas kasihan dari Allah.

Fenomena mistik
                  Di ruang keenam ini Tuhan menyatakan diri-Nya dengan cara yang berbeda.  Di sini Tuhan melukai jiwa dengan cinta yang menyakitkan. Luka karena cinta. Jiwa tidak lagi mengalami hiburan dalam doa meskipun sudah semakin dekat dengan Tuhan. Secara lahiriah juga tidak mengalami penghiburan. Bahkan dia tidak mengerti lagi makna doanya sendiri. Entah doa lisan atau doa batin tidak ia mengerti lagi. Daya-daya batinnya tidak ia mengerti. Dia hanya diam. Pada tahap ini jiwa mendapat banyak anugerah, yaitu fenomena-fenomena mistik.
                  Sebelum membahas lebih jauh mengenai fenomena mistik yang dijelaskan oleh Santa Teresa ada baiknya kita melihatnya secara umum. Fenomena mistik dibagi menjadi dua macam, fenomena lahir dan fenomena batin. Yang termasuk fenomena lahir adalah, stigmata, levitasi, bau harum, terang bercahaya, dan ekstase.
Stigmata adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan dalam bentuk luka seperti yang dialami oleh Yesus. Dalam sejarah Gereja tidak banyak tokoh yang mengalami ini. Yang sudah pasti adalah Santo Fransiskus Asisi dan Padre Pio. Levitasi adalah badan yang tiba-tiba terangkat. Santo Yohanes dari Salib dan Santa Teresa Avilla kerap mendapat anugerah ini, terlebih ketika mereka sedang mengadakan pembicaraan rohani yang mendalam. Badan mereka tiba-tiba terangkat, bahkan kalau mereka memegang kursi. Kursinya bisa ikut terangkat. Bau harum biasanya memancar dari badan orang-orang yang sudah meninggal. Ada banyak santo atau santa yang jenasahnya meruarkan aroma harum ini, salah satunya Santa Teresa Avilla. Terang bercahaya adalah anugerah Allah yang diberikan seseorang. Seperti yang dialami oleh Yesus di atas gunung. Ekstase, seseorang seolah-olah keluar dari dirinya sendiri dan terpukau akan sesuatu untuk beberapa saat. Biasanya badannya kejang sebentar, beberapa detik.
Yang termasuk fenomena batin adalah, revelasi (pribadi atau publik), vision atau penglihatan batin, dan kata atau suara batin. Revelasi adalah pewahyuan. Salah satu pewahyuan pribadi yang terkenal adalah yang dialami oleh Santo Paulus ketika dalam perjalanan ke Damaskus. Sedangkan Kitab Suci bisa kita sebuat sebagai pewahyuan publik. Vision atau penglihatan. Orang yang melihat disebut vidente, artinya dia yang melihat. Sedangkan yang dilihat adalah apparition, yang tiba-tiba muncul. Penglihatan ini dibagi menjadi tiga. Yaitu penglihatan akal budi, fantasi dan panca indera. Sedangkan kata dan suara sungguh-sungguh suatu suara yang muncul di dalam hati. Ia begitu kuat dan tidak diragu-ragukan. Bukan angan-angan atau fantasi.
Sebagai catatan, aneka fenomena mistik ini adalah anugerah Allah yang diberikan kepada seseorang. Karena anugerah, tidak setiap orang mengalami hal ini meskipun bertekun dalam hidup doa yang mendalam. Anugerah fenomena mistik bukanlah ukuran kesucian. Tuhan bisa memberikan anugerah-anugerah mistik kepada seseorang tanpa disertai fenomena mistik. Sayang bahwa banyak orang berhenti di fenomena mistik ini. Padahal banyak orang kudus besar tidak mengalami fenomena mistik meskipun mengalami kehadiran Allah yang luar biasa. Sebutlah Santa Theresia Lisieux, Santo Vincentius de Paul, Santa Teresa Benedikta dari Salib (Edith Stein), Titus Brandsma, dan masih banyak orang kudus lain yang sungguh mengalami kehadiran Allah yang luar biasa, namun tidak diberi anugerah fenomena mistik. Sekali lagi, anugerah fenomena mistik bukanlah ukuran kesucian seseorang. Anugerah fenomena mistik ini memang diberikan kepada orang yang tekun berdoa. Hal ini juga berbeda dengan anugerah-anugerah yang diberikan kepada seseorang meskipun dia tidak berdoa. Misalnya anugerah indera keenam dan semacamnya. Hal ini sangat berbeda.
Mari kita kembali kepada pembahasan anugerah fenomena mistik yang diajarkan oleh Santa Teresa Avilla. Secara umum pembaharu ordo karmel ini bersikap sangat keras terhadap berbagai fenomena mistik ini, meskipun beliau mengalami dan menuliskannya. Dia bersikap keras agar kita sungguh berhati-hati. Dalam penjelasan ruang keenam bab 3 nomor 3 dituliskan, “kita harus ingat untuk melarang mereka menjalankan doa batin dan sejauh mungkin berusaha supaya mereka tidak menghiraukan semuanya itu. Setan kadang-kadang memanfaatkan jiwa yang sakit karena pengalaman ini.” Mengapa Teresa mengingatkan begitu keras? Karena kalau semua pengalaman itu berasal dari Allah, akan membawa kepada sikap rendah hati. Jiwa tidak akan banyak bicara soal fenomena itu.
Apakah jika demikian jiwa harus diam saja kalau mengalami hal-hal seperti itu? Teresa menganjurkan untuk menyampaikannya kepada bapa pengakuan. Ada risiko bahwa bapa pengakuan tidak memahaminya. Seperti yang kita lihat sebelumnya. Tetapi itu adalah langkah yang bijaksana yang harus diambil. Jiwa bahkan tidak boleh diam saja. Karena jika diam, itu akan memudahkan bagi setan untuk masuk dengan berbagai cara. Misalnya kebanggaan rohani.
Kita mulai dengan fenomena mistik yang umum dianugerahkan oleh Tuhan. Yaitu kata-kata dalam hati. Kalau benar bahwa suara itu berasal dari Tuhan, biasanya sangat jelas dan tidak diragunakn lagi. Kata-kata itu bukan sesuatu yang membutuhkan penafsiran yang bisa membuat bingung jiwa yang menerima. Karena kewibawaannya, kata-kata itu sanggup memberi ketenangan. Misalnya, “jangan cemas!”. Kata-kata ini singkat jelas dan khas dari Tuhan. Juga kata-kata lain yang diberikan kepada Tuhan jika jiwa panik dan cemas, “jangan takut!”. Kata-kata ini akan melekat kuat dalam ingatan dan mendorong jiwa untuk lebih memuji Tuhan.
Bagaimana dengan kata-kata yang meramalkan masa depan? Karena kata-kata itu disampaikan dengan sangat kuat, maka yang menerimapun merasa sangat yakin. Meskipun ia sangat yakin dengan apa yang didengar, bukan berarti bisa menyombongkan diri. Biasanya ia akan merasa malu dan tidak pantas mengingat dosa-dosanya. Ia adalah tanda sederhana kalau itu berasa dari Tuhan. Yaitu membuat jiwa semakin mencintai Tuhan. Itulaha mengapa jiwa yang mengalami ini harus menceritakannya kepada bapa pengakuan serta menuruti nasihatnya. Meskipun bapa pengakuan tidak mampu memahaminya. Tetapi itulah salah satu tanda ketaatan.
Anugerah lain yang pada umumnya diberikan dalam ruangan ini adalah vision atau penglihatan dan levitasi atau pengangkatan dalam roh. Seperti sudah saya singgung di atas, anugerah ini sangat berbeda dengan anugerah indera keenam yang kerap kita dengar ada dalam masyarakat. Apakah yang sebenarnya terjadi dengan anugerah ini? Sangat sulit dijelaskan. Jiwa mendapat anugerah ini karena Allah begitu mencintai jiwa. Salah satu tanda bahwa anugerah ini berasal dari Tuhan dan bukan dari fantasi sendiri atau dari setan adalah buahnya. Yaitu akibat yang dihasilkan oleh anugerah itu bagi jiwa. Kalau orang itu semakin sombong, makin percaya dengan dirinya sendiri dan meremehkan Allah, itu jelas tanda bukan dari Tuhan.
Inilah tanda-tanda yang bisa dikenali jika anugerah itu berasal dari Tuhan. Pertama-tama jiwa merasa tidak layak menerima anugerah itu. Ia menyesal sungguh atas dosa-dosanya. Juga ada semangat dari dalam untuk lebih berani menderita bagi Tuhan. Serta memiliki niat yang amat kuat untuk melakukan segala sesuatu hanya demi kemuliaan Tuhan.
Berulang kali Santa Teresa menegaskan bahwa anugerah-anugerah ini menuntut sebuah keberanian dan semangat yang besar dari orang-orang yang menerimanya. Ada keinginan dari jiwa untuk memuji Tuhan secara lebih. Ada keinginan untuk berdoa lebih serius lagi. Semangat ini kerap muncul mengiringi anugerah yang telah diterima. Dorongan intu begitu kuat dan seolah ia tidak sanggup menahannya lagi. Kita bisa melihatnya dalam pengalaman orang-orang kudus.
Pada sisi yang lain, Teresa juga sangat menekankan pentingnya jiwa kontemplasi disamping keberanian dan semangat yang besar untuk memuji Tuhan. Betapa pentingnya bagi jiwa untuk terus memandang dan merenungkan kemanusiaan Yesus. Misalnya merenungkan misteri-misteri kemanusiaan Yesus yang dirayakan dalam liturgi. Artinya, meskipun jiwa sudah mengalami perjumpaan dengan Allah, jiwa tetap membutuhkan waktu untuk meditasi dan berkontemplasi. Teresa sungguh pemimpin yang sederhana namun tegas. Untuk bisa merenungkan kemanusiaan Yesus tidak dibutuhkan pertolongan yang macam-macam. Cukup mengikuti dan merenungkan misteri yang dirayakan dalam liturgi. Sementara itu sumber inspirasi terbesarnya adalah sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan sendiri.
Menyediakan waktu untuk merenungkan misteri-misteri iman masih sangat diperlukan, terlebih jika jiwa mulai kendor. Pada tahap ini, ketika jiwa sudah semakin dekat dengan Allah, renungan-renungan tentang misteri keselamatan akan membuahkan pencerahan bagi jiwa. Misteri dalam liturgi Gereja itu menjadi hidup karena jiwa masuk ke dalamnya. Bukan sekadar perayaan belaka.
Sekarang mari kita lebih mendalami mengenai vision yang dimaksudkan oleh Teresa. Beliau membagi vision ini menjadi vision akal budi, vision fantasi dan vision panca indera. Pertama adalah penglihatan akal budi. Disebut penglihatan akal budi karena jiwa begitu yakin melihat Tuhan menyatakan diri, tetapi dia tidak melihat apa-apa. Namun keyakinan itu begitu kuat sehingga tidak bisa diragukan lagi. Pada awalnya memang ada gangguan, karena sebenarnya jiwa tidak melihat seperti pada umumnya kita melihat.  
Kedua adalah penglihatan fantasi atau imaginasi. Bagaimana memahami penglihatan ini? Bisa dikatakan, jiwa melihat namun sebenarnya tidak melihat. Berbeda dengan penglihatan budi yang sama sekali tidak melihat, di sini memang ada yang dilihat, tetapi bukan yang dilihat itulah yang membuatnya bahagia. Teresa memberi contoh kotak permata. Biasanya kotak permata itu begitu indah. Itulah yang dilihat oleh jiwa, tetapi kebahagiannya bukan karena melihat kotak itu, tetapi karena membayangkan betapa luar biasanya isi di dalam kotak itu.
Ketiga adalah penglihatan inderawi. Dari namanya kita mengerti bahwa jiwa melihat melalui mata lahir. Jiwa tidak sedang membayangkan sesuatu atau mengangankan gamabran tertentu. Dengan begitu saja penglihatan itu muncul yang menyentak daya batin dan inderanya. Untuk beberap saat dia takut dan cemas. Tetapi tidak lama kemudian sesuatu muncul dalam hati yang memberi kelegaan dan kebahagiaan. Mungkin banyak yang mengira bahwa itu palsu. Dan semakin banyak yang menyangsikan, semakin teguh ia percaya. Bahkan ketika bapa pengakuan meragukannya sehingga ia mengalami penderitaan, ia tetap teguh percaya. Karena sesuatu yang berasal dari diri sendiri atau dari setan tidak mungkin menimbulkan kedamaian dan kebahagiaan.
Teresa mengakui bahwa jiwa memperoleh banyak manfaat dari anugerah ini. Namun ia sangat menegaskan agar jiwa jangan meminta anugerah ini dari Tuhan. Biarlah itu menjadi keputusan Tuhan untuk memberikan kepada kita atau tidak. Mengapa Teresa bersikap begitu keras dan melarang kita memohon anugerah itu?
Pertama, sungguh kurang rendah hati kalau kita meminta anugerah itu dari Tuhan. Seolah kita pantas dan layak menerimanya. Kedua, keinginan kita itu bisa membuka jalan bagi si setan untuk masuk dan menipu kita. Ketiga, ada bahaya bahwa kita juga menipu diri kita sendiri dengan meminta ini, seolah kita melihat sesuatu meskipun sebenarnya tidak. Alasan lain mengapa kita tidak boleh meminta anugerah itu adalah, kita tidak tahu apa yang terbaik untuk kita. Belum tentu kita sanggup menanggung kesulitan-kesulitan yang diakibatkan oleh anugerah itu. Atau bisa jadi bahwa kita akan lebih banyak menderita kerugian daripada keuntungan karena meminta anugerah itu.
Anugerah lain yang disinggung oleh Teresa adalah anugerah revelasi pribadi, yaitu suatu pengertian yang jelas. Seperti suatu terang dari surga yang menerangi budi sehingga mampu memahami suatu kebenaraniman yang selama ini tidak dipahami. Misalnya kebenaran iman mengenai surga atau neraka. Satu keuntungan dari anugerah ini adalah jiwa tidak mungkin tersesat atau menipu diri.
Demikianlah apa yang bisa saya pahami dari aneka fenomena mistik yang merupakan anugerah dari Tuhan. Catatan yang harus kita ingat ialah, anugerah fenomena mistik ini tidak berhubungan dengan kesucian seseorang. Karena ada banyak sekali orang kudus yang mengalami kehadiran Allah namun tidak mengalami fenomena mistik. Hal kedua, janganlah kita meminta anugerah ini dari Tuhan. Jika Tuhan berkenan Ia akan memberikan, jika tidak juga bukan suatu kerugian bagi kita. Biarlah anugerah itu benar-benar menjadi hak milik Allah. Dengan tidak memintanya kita sudah belajar rendah hati. Bukankah kerendahan hati merupakan jalan lurus untuk sampai kepada Tuhan?

Pertanyaan reflektif:
1.     Penderitaan. Apakah aku pernah mengalami penderitaan karena mencintai Allah? Apakah aku bisa membedakan penderitaan karena mencintai diri sendiri dengan penderitaan karena mencintai Allah? Bagaimanakah bentunya?
2.     Fenomena mistik. Apakah saya pernah mengalami fenomena mistik seperti yang dijelaskan St. Teresa Avilla ataukah aku pernah mendengar atau melihat ada orang yang mengalami fenomena mistik ini? Bagaimanakah sikapku? Apakah aku memiliki keinginan untuk mendapatkan fenomena mistik? Mengapa?

Comments

Popular Posts