Berteman SENJA

Senja di Wah Fu
 Ada banyak hal sederhana yang kerap membuat saya girang. Pertama adalah pelangi, kedua adalah senja dan ketiga adalah bintang di langit. Kerap saya berlarian untuk bisa menjerat pelangi atau senja. Pernah saya stress karena kumpulan pelangi hasil menjerat berhari-hari hilang dibawa virus. Pelangi tidak datang setiap hari. Dan kalau dia datang, belum tentu saya membawa jerat. Maka ketika kumpulan pelangi itu hilang, hatipun meradang.

Demikianpun dengan senja. Saya tidak tahu daya apa yang begitu perkasa yang membuat saya bisa duduk diam memandangi senja. Kerap karena saya merencanakannya, maka saya juga membawa alat penjerat senja. Tetapi tidak jarang pula ketika saya berada dalam perjalanan, di dalam bis atau di dalam kereta dan saya hanya bisa memandang senja senyampang bis atau kereta bergerak. Bagi saya, senja tetaplah sebuah hadiah yang selalu sayang untuk dilewatkan.
senja di repulse bay
Bintang di langit hanya bisa dinikmati oleh mereka yang tinggal di luar kota. Di mana polusi udara dan cahaya kurang begitu besar. Kota yang penuh dengan polusi tidak akan mampu menampilkan lukisan langit yang maha indah di kala malam. Bintang-bintang itu bermunculan dan kemudian pergi begitu saja. Seolah mereka seperti murid sekolah yang tahu kapan pelajaran di mulai dan kapan harus pulang. Ada kalanya mereka ribut sekali hingga langit begitu cerah. Ada kalanya mereka ngambeg dan meliburkan diri, sehingga langit begitu gelap. 
Itulah tiga keindahan alam anugerah Tuhan yang maha pemurah. Ketiga-tiganya diberikan dengan cuma-cuma. Saya tidak harus membayar mahal untuk bisa menikmati pelangi. Saya tidak harus membeli tiket untuk mengagumi matahari senja. Saya tidak perlu melakukan reservasi untuk bisa menikmati indahnya bintang-bintang. Semua gratis, semua bisa saya nikmati tanpa uang pembeli. Betapa indah hidup ini.
senja di balik pohon, di deep water bay
Ada yang berkomentar, "Apakah indahnya menikmati senja setiap hari, jika menikmati sekali mungkin indah tetapi kalau setiap hari memandang senja, pasti membosankan juga." Saya harus menegaskan, bahwa menikmati senja setiap hari tidak ada yang membosankan. 
Inilah anugerah Tuhan yang sangat besar bagi saya saat ini. Setiap hari saya haru pergi ke tempat belajar bahasa. Dari tempat kost di daerah selatan Hong Kong menuju ke kota, harus menyeberang pulau. Saya menumpang bis. Perjalanan dengan bis kurang lebih 75 menit, terkadang lebih lama dan belum pernah lebih pendek. Belajar dimulai pukul 2 siang dan diakhiri pukul 5 kurang seperempat. Begitu kelas selesai saya harus segera berlari untuk bisa naik bis yang berangkat dari terminal jam 4.50 sore. Kalau bis yang ini tidak bisa saya rengkuh, saya harus rela menunggu 20 menit lagi. Jadwal ini rutin saya alami. Membosankan? Tidak sama sekali. 
Senja di ujung tunnel
Jam 5 lewat seperempat biasanya bis akan melaju di daerah Tsim Sua Tsui, saat itu matahari sudah hampir jatuh di ujung barat. Sinar kemerahannya sudah mulai jatuh dan tersungkur di punggung gedung IFC (International Financial Center, HK). Bis terus melaju jam 5 lewat 20 biasanya bis sudah siap menerobos tunnel di sisi barat. Saat itu matahari sedang mengejek Elang laut. Dia berkata bahwa dia akan berisitirahat sejenak, dan mempersilahkan para Elang laut untuk berhenti melayang-layang. Sinarnya indah alang kepalang.
Keluar dari tunnel, biasanya matahari masih tertahan gedung-gedung. Dan bis akan membelah belantara gedung, berkelok-kelok di daerah utara bagian barat HK menyisiri pinggir pantai. Hmmm, pasti kalian bingung membayangkan daerah ini. Tidak apa-apa, tidak perlu dibayangkan di mana. Tetapi yang pasti daerah ini adalah daerah pesisir yang sangat indah. Nanti matahari akan melambai lagi di ujung pekuburan di dekat Hong Kong University. Dia melambai-lambai seolah ingin mengajakku berpelukan menggulung malam. 
Senja dilihat dari samping The Elemen
Kalau beruntung, matahari masih menampakkan sinar merahnya saat bis melaju di Wah Fu dan Aberdeen. Bahkan tidak jarang sisa-sisa keperkasaannya masih terasa ketika bis sampai di ujung Deep Water Bay dan di Repulse Bay. Terkadang saya bertanya, apakah saya yang tidak rela matahari tenggelam ataukah matahari yang tidak rela meninggalkanku sendiri bertemankan malam? 
Setiap hari seperti itu. Apakah saya bosan? Tidak! Karena setiap sore memiliki kejutan yang berbeda. Pada satu sore saya mampu menjerat senja di balik pohon. Di sore yang lain saya mampu menjeratnya di balik gedung, di punggung gunung, di atas air, dan di samping awan. Semuanya indah, semuanya tidak terduga.
Tetapi tidak semua orang bisa gembira dan norak seperti saya. Begitu penuh semangat bermain dengan senja. Meski bis melaju berkelok-kelok dan tidak sedikit terguncang-guncang, saya dengan tekun memegangi handphone untuk menjerat senja. Saya tidak pernah menjerat senja dengan alat yang besar kalau sedang berada di dalam bis. Handphone saja cukup, dan saya sudah puas dengan keindahan hasil jeratannya. Sementara orang lain, ada yang tertidur pulas, atau tidak peduli. Kebanyakan akan berpikir, ahh itu sama dengan kemarin. Padahal berbeda. Saya tidak tahu, atau mungkin saya yang agak kurang jelas jalan berpikirnya.
Senja dilihat dari dekat Star Fery, Tsim Sua Tsui
Tetapi itulah yang saya alami. Saya melihat setiap peristiwa selau baru. Senja hari ini selalu berbeda dengan senja kemarin, dan saya yakin senja besokpun akan memberi kejutan yang lain. Itu juga yang saya alami dengan kasih Tuhan. Dia mencintai saya hari ini berbeda dengan hari kemarin. Dia mencintai saya setia hati. Dan setiap hari cinta-Nya selalu baru. Saya sangat memercayai itu, maka saya juga menggilai setiap kejutan yang diberikan-Nya setiap hari. Meskipun itu hanya berupa hembusan angin yang sangat kecil saja.
Mungkin itulah yang diandaikan oleh Yesus ketika Dia berkata mengenai penabur dan tanah. Ada penabur menaburkan benih. Ada benih yang tidak bertumbuh dan ada benih yang bertumbuh dan menghasilkan buah. Benih yang tumbuh di tanah suburlah yang akan menghasilkan buah. 
Bagaimanakah mengolah hati kita agar menjadi lahan yang subur? Ada banyak cara, tetapi hari ini saya membagi satu saja cara yang bisa kita pakai. Yaitu menyadari kasih-Nya setiap hari. Kasihnya setiap hari baru, dan terus dibaharui. Ia tidak melihat siapa kita di masa lalu, Dia hanya melihat siapa kita saat ini, bagaimana kita membalas kasih-Nya yang luar biasa saat ini, bukan kemarin, bukan besok. Dengan demikian hati kita akan menjadi seperti tanah yang dicangkul setiap hari. Maka kalau ada benih yang jatuh di atasnya, benih itu akan bertumbuh dan berbuah.

Hong Kong, 29/01/2014/ 00.15

Comments

Popular Posts