Menjadi MANUSIA
Sahabat, kemarin saya menulis tentang psikologi PRIA. Tidak ada yang komplen. Karena mayoritas yang membaca perempuan. Jadi mereka sorak-sorak bergembira, mendapat senjata untuk mengolok para pria. Itu sah-sah saja, sekali-kali bergembira di atas senyum kecut para PRIA.
Ada yang berkomentar, bagaimana ya menjadi seperti Yonathan itu. Lelaki muda yang dewasa, yang berkepala dingin meski hatinya galau. Pelajaran hari ini mengajari saya satu pengertian. Jika ingin menjadi seperti Yonathan, berarti kita mesti belajar menjadi MANUSIA. (kalau bingung apa urusannya dengan Yonathan, sebaiknya membaca dahulu catatan psikologi PRIA)
Gambaran manusia
Secara umum dikenal bahwa menusia itu terdiri dari jiwa dan raga. Manusia sempurna jika raganya sempurna, berdiri tegap, sehat dan kuat. bagimana dengan jiwanya? Untuk memahami jiwa, saya tidak hanya melihat jiwa sebagai jiwa (spirit, soul). Saya mengajak Anda untuk melihat jiwa secara lebih luas. Jiwa adalah bagian dari manusia yang tidak bisa kita tangkap dengan indera. Menurut saya ada tiga atau bahkan empat komponen untuk mengenal jiwa. Bagian-bagian itu juga berada dalam raga manusia. Tetapi tidak sungguh-sungguh ada di sana. Mari kita lihat satu persatu.
Bagian yang paling atas adalah kepala. Di sana ada pikiran, ada akal budi. Apapun yang dilihat mata, didengar telinga, dibaui oleh hidung, dirasa oleh kulit dan dikecap oleh lidah; semuanya dilaporkan kepada otak. Kemudian dicerna. Dari sana keluarlah keputusan-keputusan. Dari sanalah lahir tindakan-tindakan. Tanpa pikiran, manusia bukanlah manusia.
Bagian tengah, ada hati. Hati di sini bukan liver yang memungkinkan manusia terjangkit penyakit hepatitis. Hati di sini adalah bagian perasaan manusia. Dia yang merasakan sedih, yang merasakan gembira. Hati juga yang memberi semangat untuk bertindak, atau juga melemahkan semangat dalam suatu kegiatan. Tanpa hati manusia dingin bak batang pisang.
Bagian bawah, letaknya di bawah pusar. Kita menyebutnya nafsu. Dari sana muncul keinginan-keinginan. Nafsu ini penting agar manusia memiliki semangat untuk mengejar sesuatu, untuk mewujudkan sesuatu. Dari sana juga muncul hasrat dan impian. Tanpa nafsu, manusia sejatinya mati.
Akal budi, hati, dan nafsu. Ketiganya menduduki susunan yang baku. Yang paling tinggi adalah akal budi, dibawahnya ada hati/perasaan dan di bawahnya ada nafsu. Akal budi mengendalikan perasaan dan nafsu-nafsu. Meskipun hasrat begitu besar dan perasaan begitu kuat, namun kepala harus tetap dingin, akal budi tetap harus menjaga semuanya dengan baik.
Jika susunan ini kacau. Misalnya yang di atas adalah peraaan, kemudian di bawahnya ada akal budi dan nafsu. Wah, susah kalau kita berjumpa dengan orang semacam ini. Biasanya orang seperti ini dikenal sebagai orang yang moody. Mood-moodan. Kalau moodnya baik, dia bisa semangat, kalau moodnya jelak, dia tidak karu-karuan. Tindakannya hanya didasarkan kepada perasaannya saja. kalau hati senang semua riang, kalau hati sedih semua berantakan. Tentu tidak bagus seperti ini.
Lebih parah lagi kalau yang di atas adalah nafsu. Kalau tindakan manusia hanya didasarkan kepada nafsu belaka, wahhhh bisa kacau. Kiranya saya tidak perlu membahas bagian ini. Rasanya Anda semua bisa memahami dengan apa jadinya bila orang dikendalikan oleh nafsunya. Semua norma pasti ditabrak.
Contoh kasus
Baiklah kita melihat satu contoh agar apa yang saya paparkan di atas mudah dicerna. Saya masih ingin menampilkan kisah antara Daud dan Saul. Kemarin kita melihat bagaimana marahnya raja Saul hanya karena dibandingkan dengan Daud. Raja Saul tidak terima bahwa dia mendapatkan pujian yang tidak semegah yang diperoleh Daud. Dari kejadian itu saja Raja Saul berniat membunuh Daud. Syukurlah Yonathan mampu meredakan amarah ayahnya tersebut.
Ternyata amarah yang menyala di dalam dada itu belum benar-benar padam. Nafsu untuk membunuh masih bergolak dan mengalahkan akal budinya. Raja Saul tidak mampu berpikir dengan jernih lagi, yang ada dalam pikirannya hanya cara untuk membunuh Daud. Maka dia membawa 3000 pasukan untuk memburu Daud. Pada waktu malam mereka masuk ke sebuah gua. Mereka tidak tahu Daud berada di gua yang sama.
Melihat Raja Saul tertidur, pengawal Daud meminta agar dia membunuh Saul. Mereka mengatakan bahwa orang yang selama ini memburunya untuk membunuh dia telah diserahkan Tuhan kepadanya. Tetapi Daud tidak terpancing. Dia tidak terpancing nafsu membunuh. Dia tidak tergoda untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Amarah dan kebencian tidak menguasainya. Maka dia hanya memotong jubah Saul.
Dari kisah ini jelas terlihat perbedaan sikap dari orang yang akal budinya dikuasai oleh nafsu dan perasaan dengan orang yang akal budinya masih menguasai perasaan dan nafsu. Saul tidak mampu berpikir dengan baik karena pikirannya dikendalikan oleh perasaan dan nafsu. Sementara Daud mampu berpikir dengan baik karena perasaan dan nafsu tidak menguasai.
Menjaga akal budi, menjaga hati, menjaga nafsu
Kehebatan akal budi kerapkali tidak berbanding lurus dengan kedewasaan nafsu. Kebanyakan akal budi manusia sudah diasah dan diolah sejak dini. Sejak masuk bangku sekolah, akal budi manusia diasah, agar mampu berpikir dan mencerna segala hal. Untuk ini juga tidak perlu dibahas lebih lanjut. Hanya satu tambahan, bahwa akal budi itu juga perlu diupgrade. Kemampuannya harus terus ditingkatkan dengan membaca dan belajar.
Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menjaga hati dan nafsu agar tidak menguasai akal budi, agar tetap berada di tempatnya.
Yang pertama adalah menjaga hati. Tentu ada banyak cara bisa dipakai agar hati tetap bersih dan tidak menguasai nafsu dan akal budi. Salah satu cara adalah dengan menjaga kesadaran. Mengapa demikian? Karena perasaan kerap 'menghilangkan' kesadaran seseorang. Karena terlalu gembira atau terlalu sedih, orang berkurang kesadarannya. Tidak mampu lagi melihat dan mendengar dengan baik, dengan objektif. Salah satu cara menjaga kesadaran adalah pemeriksaan batin. Saya pernah menulis cukup panjang mengenai pemeriksaan batin. Anda bisa membacanya dengan mengklik di sini.
Hal sederhana yang lain, yang bisa menjaga hati dan nafsu tetap terkendali adalah dengan menunda. Jika ingin marah, tunda dululah barang sesaat. Jika nafsu menguasai, tundalah.... Biasanya dengan menunda, kobaran perasaan atau gemuruh nafsu akan sedikit mereka dan akal budi akan berfungsi dengan baik kembali.
Resep yang lain adalah, yang pasti sudah sering kita dengar, jangan mengambil keputusan yang penting di saat kita sadar sedang dikuasai perasaan atau diburu nafsu. Yakinlah keputusan itu tidak sempurna dan kita akan menyesal pada akhirnya.
Faktor X
Saya memasang gambar Yohanes Paulus II dengan Mother Teresa, karena saya melihat mereka berdua adalah gambaran orang yang akal budinya begitu jernih dan tidak dikuasai oleh perasaan atau nafsu belaka. Mereka memiliki perasaan dan nafsu juga. Buktinya, mereka bisa menjalin relasi dengan baik, mereka bisa berempati, tetapi akal budinya tetap di atas. Mereka memiliki karya-karya yang hebat, karena memiliki hasrat yang kuat pula. Tetapi sekali lagi, semuanya berjalan baik dan seimbang.
Ada satu rahasia yang harus kita pahami. Selain memiliki akal budi, perasaan dan nafsu, manusia memiliki roh. Jika manusia hanya mengandalkan kemampuan akal budinya belaka untuk bertumbuh kembang, untuk mengatur perasaan dan nafsu, kebanyakan akan gagal. Roh ini yang menaungi dan menguatkan semuanya. Roh ini yang memampukan semuanya berada di posisinya. Roh ini yang membuat nafsu tidak menjalar ke mana-mana. Roh yang sama membuat perasaan tidak menguasai seluruh badan. Roh yang sama pula memampukan akal budi melihat sesuatu dengan lebih jernih. Roh itu membuat manusia mampu menanggung beban yang jauh mengatasi kemampuannya.
Roh ini adalah bagian rohani dari manusia. Bagian yang memungkinkan dia berelasi dengan yang ilahi. Dia juga harus diatur, ditumbuhkan. Salah satu cara mengaturnya adalah dengan bermeditasi, atau olah jiwa. Saya juga pernah menulis cukup panjang soal ini. Kalau tertarik, Anda bisa membacanya dengan meng-kliknya di sini.
Penutup
Untuk menjadi manusia yang utuh, setiap komponen yang ada di dalamnya mesti dikembangkan dengan baik. Tidak cukup hanya fisiknya. Tetapi komponen yang tidak kelihatan juga harus dikembangkan. Akal budi, perasaan, dan nafsu harus dibina juga. Tidak lupa, roh juga perlu mendapatkan perhatian.
Hmmm, ternyata cukup panjang juga catatan ini. Semoga Anda tidak bosan. Seandainya bosan juga tidak apa-apa, saya terima. Saya hanya berharap, Anda bertumbuh menjadi manusia yang utuh. Seperti juga sering saya kemukakan, kalau Anda kesulitan memahami catatan ini, itu bukanlah kesalahan Anda, tetapi saya yang tidak mampu menyajikan catatand engan sederhana. Kalau Anda mampu memahami dan menangkap isinya, itu karena Anda semua memang cerdas.
Terakhir saya mendoakan kiranya Anda mendapatkan berkat dari Tuhan untuk bertumbuh dan berkembang menjadi manusia sempurna, seperti yang dikehendaki Tuhan sendiri.
Hong Kong, 24 Januari 2014, Jumat
Comments