Dosa, Pendosa, PENGAMPUNAN

Sahabat, seorang kawan bercerita bahwa dia sudah tidak mengaku dosa selama 5 tahun. Saya hanya mengangguk, tidak memberi komentar. Oh iya, kisah ini saya bagikan karena dia berkisah bukan dalam sesi pengakuan dosa. Dia bercerita begitu saja, maka saya tidak terikat janji menyimpan rahasia pengakuan dosa.

Kembali kepada kawan yang bercerita sudah lama tidak mengaku dosa tersebut. Dia mengatakan bahwa terakhir mengaku dosa adalah saat berada di Singapura. Lalu dia berkata ingin mengaku dosa, tetapi tidak tahu kapan. Karena menurutnya, dia selalu jatuh dalam dosa yang sama. Maka malas untuk mengaku dosa, karena toh akan jatuh lagi dan lagi. Lantas buat apa mengaku dosa karena toh akan berdosa lagi.
Saya tidak mengomentari, karena saat itu kami ngobrol sambil berjalan. Ada banyak orang di sekitar kami, tetapi mungkin tidak ada yang mengenal bahasa kami. Saya tidak menanggapi karena alasan sederhana, biarlah itu menjadi sebuah ungkapan saja. Biarlah tanggapan saya berikan kalau dia sungguh datang untuk mengaku dosa. 
Meski saya diam, setidaknya ada tiga hal menarik yang kembali saya renungkan. Yaitu soal dosa, soal pendosa dan soal pengampunan. Di sana juga terkandung persoalan mengapa masih berdosa lagi, terutama dosa yang sama, bagaimana agar tidak berdosa lagi, dll.
Dalam merenungkan itu saya teringat akan Raja Daud. Beberapa kali saya mengangkat kisahnya karena memang sangat bagus untuk menjadi bahan refleksi untuk diri kita sendiri. Kalau kita bertanya kepada diri sendiri, apakah yang kita ketahui tentang Daud? Banyak yang akan menjawab dia adalah raja, gembala, yang mengalahkan Golliat, menulis Mazmur, dan mengintip orang mandi.
Kisah yang terakhir ini mungkin melekat di benak banyak orang. Bagaimana Daud yang adalah raja mengintip orang mandi. Kalau kita membaca kisahnya sebenarnya ini tidak sengaja. Dia sedang berjalan-jalan dan 'kebetulan' melihat ada orang mandi. Hal ini sama dengan kalau kita sedang berjalan-jalan di pantai dan melihat orang berjemur di sana, ada yang hanya mengenakan bikini atau bahkan bagian atas tubuhnya tidak tertutup sama sekali. Apakah salah bahwa dia melihat seperti itu?
Melihat dan terutama tidak sengaja tidaklah salah. Yang salah dan kemudian menjadi sebuah dosa adalah tindakan sesudah melihat. Daud sesudah melihat perempuan yang sedang mandi itu, tidak bisa berhenti berpikir tentang dia. Bahkan dia meminta agar perempuan itu dipanggil ke kamarnya, dan terjadilah apa yang sebenarnya tidak boleh terjadi. Itulah yang disebut dosa. Yaitu tindakan melawan hukum Tuhan. Tindakan mengikuti nafsu tanpa memerhatikan nilai-nilai dan larangan Tuhan. Di sana Daud menjadi seorang pendosa.
Dosa biasanya beranak pinak. Dosa biasanya mencari kawan. Dia tidak mau sendirian. Maka satu dosa akan melahirkan dosa yang lain. Itu juga dialami oleh Daud. Setelah berdosa karena tidur dengan istri orang, dia jatuh ke dalam dosa yang lain, yaitu membunuh suami dari perempuan yang sudah ditiduri. Dengan licik, Daud ingin melepaskan diri dari tanggungjawab, tetapi malah terperosok ke dalam dosa pembunuhan. Bukan dia yang membunuh, tetapi dia yang merancangkan agar lelaki itu terbunuh.
Kemudian datanglah Nathan, hamba Tuhan. Dia datang menemui Daud dan meminta pendapat. Bahwa ada orang kaya yang merampas milik orang miskin. Tentu saja Daud marah dan mengatakan bahwa orang kaya itu pantas dibunuh karena tindakannya. Lalu Nathan mengatakan bahwa orang kaya itu adalah Daud sendiri. Dia telah merampas hak milik orang kecil, yaitu istri bawahannya dan membunuh suaminya. 
Mendengar itu Daud langsung tersadar akan dosanya. Dia tidak membela diri. Dia langsung bertobat. Dengan jujur dia akui kesalahannya. Dia tidak memberi alasan bahwa dia khilaf atau apa. Dia hanya berkata, "aku sudah berdosa terhadap Tuhan." Itulah pertobatan, mengaku dengan jujur tanpa memberi alasan ini itu, bahwa diri sendiri telah berdosa. Kejujuran yang apa adanya ini saat ini sulit. 
Saya sendiri mengalami, bagaimana sulitnya untuk jujur dan apa adanya di hadapan Tuhan. Kerap kali masih mencari-cari alasan, mengapa saya bisa begitu, mengapa saya bisa jatuh ke sana, dst. Tujuannya, saya mencari kawan dan kambing hitam. Persis seperti yang dialami Adam tatkala ditegur Tuhan, dia menyalahkan Hawa, dan Hawa menyalahkan ular. 
Jujur seperti Daud dengan langsung mengakui dosanya dan tidak mencari-cari alasan, rupanya berkenan kepada Tuhan. Tuhan tetap mencintai Daud karena kejujurannya. Dan itu dibuktikan karena Daud juga tidak melakukan dosa lagi. Nah ini yang kerap tidak terjadi dengan kita, atau barangkali saya. Sesudah mengaku dosa, saya lupa dengan dosa yang saya akukan, dan berbuat dosa yang sama.
Pengakuan dosa tidak menghilangkan 'kehendak berbuat dosa'. Kehendak itu ada, tetapi ada juga kehendak untuk tidak berbuat dosa. Maka, sesudah mengaku dosa, dosa-dosa kita memang dihapuskan, tetapi kehendak untuk berbuat dosa itu masih ada. Maka masih dibutuhkan perjuangan untuk tidak berbuat dosa lagi. 
Contoh: kalau saya memiliki mulut yang ember, suka bocor, suka nggosip, atau bahwakan suka berkomentar negatif terhadap orang lain; kondisi mulut seperti ini tidak akan hilang dengan pengakuan dosa. Kalau saya tidak menahan diri, tidak menutup mulut saya rapat-rapat, saya masih akan jatuh ke dalam dosa yang sama. Maka usaha pertobatan adalah berbalik. Kalau dulu mulut saya ember, maka dengan berbalik saya menutup rapat mulut ini.
Kalau saya serius untuk sungguh bertobat, bukan hanya manis di bibir, kiranya Tuhan juga akan membantu. Tetapi kalau pertobatan itu hanya manis di bibir, percayalah bahwa kita masih akan jatuh ke dalam dosa yang sama, terus dan terus. Maka pertobatan itu dimulai dari hati, bukan dari bibir. Saya bisa berkata kepada semua orang bahwa saya bertobat. Tetapi kalau hati saya tidak mau bertobat, saya akan jatuh dalam dosa yang sama, bahkan akan jatuh ke dalam dosa yang lebih dalam.

Hong Kong, 01/02/2014  

Comments

Popular Posts