Batu kerikil dan Kerikil batu

Batu-batu di pantai batu atau Sek-O
Kemarin saya menulis tentang kerikil di dalam sepatu. Kemudian sahabat saya bertanya mengapa saya menulis tentang kerikil. Kebetulan, hampir 1.5 tahun yang lalu dia juga menulis tentang kerikil. Tentu saja dalam konteks yang berbeda. Tetapi penggunaan term kerikil itu cukup menggelitik.

Kerikil selalu dipandang tidak berbahaya. Kata orang, kerikil tidak akan membunuhmu. Kalau dilempari kerikilpun hanya akan terasa geli-geli saja. Tetapi kalau terpeleset kerikil, akibatnya bisa runyam, bisa patah tulang atau gegar otak.
Berbeda dengan batu. Kita tidak akan terpeleset batu, tetapi tersandung batu. Dan kalau dilempari batu, bukan hanya geli, bahkan bisa mati. Maka salah satu hukum yang sadis adalah melempari seseorang dengan batu hingga meninggal. Ini sangat sadis. Maka, banyak orang akan mengindari batu, dan berhati-hati dengan batu. Tetapi di lain pihak, banyak orang kurang waspada dengan kerikil.
Orang melempar kerikil karena ingin bercanda atau menggoda. Seorang pemuda melempar kerikil kepada pemudi karena ingin mencari perhatian. Oranh ingin melempar batu karena marah. Yesus mau dilempari batu oleh orang-orang Farisi. Mereka marah kepada Yesus. Lebih marah lagi karena Yesus masih menantang, "banyak perbuatan baik kulakikan, karena perbuatan jahat apa sehingga engkau mau melempari aku dengan batu?" 
Rupanya alasan selalu bisa dicari. Meski ada 100 alasan baik, kalau ditemukan satu saja celah untuk melempari batu, mereka akan lakukan. Karena dasarnya kebencian. Kalau benci sudah membusuk di dalam hati, segala hal bisa menjadi alasan untuk melakukan tindakan brutal.
Kembali kepada kerikil dan batu. Satu hal yang makin saya sadari. Kerikil itu awalnya geli-geli enak, lama-lama merepotkan. Kalau kita terlena, akan jatuh tersuruk karena terpeleset kerikil.
Batu itu jelas menyakitkan, bahkan mampu membinasakan. Kita semua pasti akan menghindarinya. Namun kerap kali kita masih dilempari batu, meski yang kita lakukan adalah pebuatan baik. Dipersalahkan, dituduh dengan tuduhan yang tidak jelas, kerap kita alami meskipun yg kita lakukan adalah tindakan yang baik. Kita tidak perlu bertanya, mengapa saya, apa salah saya, dst. Yesus saja dilempari batu meski sangat jelas bahwa dia hanya melakukan yg baik. Maka kalau kita pengikutnya juga mengalami hal yang mirip-mirip, itu sudah pantas dan selayaknya.


Comments

Popular Posts