Drama Kisah Sengsara Tuhan (5)
Kisah sebelumnya
Setelah melewati perjalanan panjang memanggul salib, akhirnya Yesus sampai di bukit Kalvari,a tau juga dikenal dengan bukit Golgota. Artinya bukit tengkorak. Di sana Yesus disalibkan. Bukan hanya disalibkan, Dia juga dihinakan. para prajurit, para pemuka agama, mereka menghina Yesus dengan hujatan dan cemoohan. Inilah saat terakhir itu.
#babak XVI : Yesus wafat di salib (Mat
27:45-56)
Tibalah
saat yang mengerikan. Langit tiba-tiba saja bersedih. Alam seakan merasakan
kegundahan yang besar yang sedang terjadi. Kegelapan menyelimuti seluruh
daerah. Tiga jam lamanya alam menajdi gelap.
Saat-saat
yang mencekam, saat-saat terakhir Yesus menjalani perutusan-Nya, menyelamatkan
manusia dengan mati di salib. Malam sebelumnya Dia sudah berjuang, sudah
melihat semuanya ini akan terjadi. Ia sudah gentar, tetapi karena kecntaan dan
ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya, Dia minum cawan itu, Dia jalani
perutusan-Nya sampai akhir.
Meski
demikian, merasa sendirian di atas salib sungguh menyakitkan. Di antara segala
sesak itu Dia berseru, ‘Eli, eli, lama sabaktami.” Dia berseru dalam bahasa
ibunya, bahasa masa kecil-Nya, untuk menunjukkan betapa kasihnya yang besar
kepada Bapa-Nya. Kata-kata itu berarti, Bapa mengapa Engkau meninggalkan aku.
Saat yang paling mengerikan itu Yesus merasa sendirian. Dia masih berharap
bahwa Bapa-Nya menemani Dia. Tetapi seperti yang sudah Dia tahu, semua harus
dijalani sendirian.
Sayang
bahwa para prajurit di sekeliling Yesus, dan beberapa orang di sana tidak
memahami bahasa cinta Yesus. Mereka tidak mengerti relasi kasih yang begitu
mendalam. Mereka hanya melihat kebencian dan berusaha mengejak. Mereka
menerjemahkan panggilan “Eli” sebagai “Elia”, nabi besar bangsa Yahudi. Mereka
masih mengejek Yesus dengan mengatakan, “mari kita tunggu apakah elia akan
datang menolong dia.”
Orang-orang
itu tidak tahu, bahkan Elia sudah meneguhkan Yesus untuk menyelesaikan
perutusan-Nya. Bersama Musa di puncak bukit beberapa waktu yang lalu, ketika
Yesus masih dalam perjalanan ke Yerusalem. Saat itu kegentaran sudah mulai ada,
dan Elia serta Musa datang menemui Yesus, memberi kekuatan. Orang-orang itu
tidak tahu bahwa Yesus berseru kepada Bapa-Nya. Bapa yang tidak pernah mereka
kenal.
Orang-orang
itu tidak sadar, bahkan juga dengan gelaja alam yang timbul. Setelah Yesus
berteriak, bumi bergoncang hebat, tirai Bait Suci yang menjadi sekat antara
ruang kudus dan ruang mahakudus koyak dari atas ke bawah. Banyak kuburan
terbuka, batu-batu penutup semuanya tergeser. Banyak orang mati, para kudus
dari jaman dulu keluar. Mereka masuk ke kota-kota dan membuat kegaduhan.
Orang-orang yang penuh kebencian itu tidak menyadari semuanya. Bukan hanya
matanya, tetapi terlebih hatinya telah buta.
Ternyata
yang ada di bawah salib tidak semuanya buta. Ada beberapa orang yang terus
mengikuti Yesus dengan cinta yang besar. Maria, ibunya. Maria Magdalena, dan
murid yang Dia kasihi. Mereka setia mengikuti Yesus. Mereka setia sampai akhir.
Mereka tidak takut dengan para prajurit dan para pemimpin agama. Bersama mereka
juga ada Maria ibu Yakobus dan Yosef, Istri Zebedeus, ibu Yohanes dan Yakobus,
juga ada beberapa perempuan yang datang dari Galilea. Mereka setia mengikuti
Yesus, meski dengan kesedihan yang sangat mendalam.
Di
luar orang-orang yanag sudaha mengenal Yesus sejak lama, ada satu orang yang
baru mengenal Yesus. Dia adalah prajurit yang turut menyalibkan Yesus. Dia
menjalankan semuanya sebagai perintah atasan. Dia tidak tahu siapa Yesus,
tetapi dia tahu ada perbedaan pendapat. Bahwa pimpinannya, Pilatus, sebenarnya
tidak setuju orang ini dihukum mati, karena memang dia tidak bersalah. Prajurit
ini, yang kebetulan kepala pasukan, mengamati semuanya. Dan ketika melihat
Yesus wafat dengan cara demikian, dia hanya berseru, “sungguh, orang ini adalah
orang beanr, sungguh anak Allah!”
Ya Tuhan, karena kesedihan dan beban
hidup, kami kerap tidak mampu melihat kebenaran. Kami kerap tidak mampu
bertahan, dan akhirnya jatuh dalam dosa yang lebih dalam. Semoga kami mampu
setia seperti perempuan-perempuan yang mengikuti Engkau dari Galilea. Seperti
Ibu-Mu. Juga, semoga kami mampu melihat kebenaran seperti yang dialami oleh
kepala pasukan, yang mampu mengenal Engkau dalam saat-sat terakhir. Mampu
mengungkapkan iman kami dengan jujur, bahwa Engkaulah Tuhan.
#babak XVII : Yesus dimakamkan (Mat
27:57-61)
Jenasah Yesus harus segera diturunkan. Karena hari Sabbat (Sabtu) sudah hampir
tiba dalam hitungan jam, maka salah satu murid Yesus, Yusuf yang berasal dari
Arimatea meminta ijin kepada Pilatus untuk menurunkan jenasah Yesus. Setelah
diturunkan, Jenasah Yesus segera dikafani dan dimakamkan. Yesus dimakamkan di
makam kosong milik Yusuf, yang belum pernah dipakai. Di depan pintu makam
Nampak Maria Magdalena dan Maria yang lain duduk dengan sedih.
Ya Tuhan, Engkau telah dimakamkan, Engkau berperang
melawan maut demi kami. Biarlah kami berjaga bersama Maria Magdalena dan Maria
yang lain di depan pintu makam. Biarlah kami berjaga menyambut kemenangan-Mu.
Terlebih, biarlah kami berjaga agar kami tidak jatuh lagi dalam dosa yang
membuatmu makin menderita.
#babak XVIII : Para penjaga (Mat 27:62-66)
Yesus
sudah dimakamkan. Meski demikian ketakutan belum hilang. Para pembenci Yesus
masih berusaha mencari cara membungkam kemungkinan kebangkitan. Mereka meminta
kepada Pilatus agar menempatkan para prajurit untuk menjaga makam. Alasanpun
dirancang, yaitu untuk menjaga ketenangan masyarakat.
Ya
Tuhan, kuasa gelap tidak akan mampu membelenggu-Mu. Juga di dunia, kuasa gelap
tidak akan mampu mengalahkan terang kebangkitan. Biarpun sepasukan tentara
menjaga untuk membelenggu terang, Sang Terang akan tetap bersinar. Biarlah
semangat itu juga terus menggema hebat dalam hati kami.
Engkau
telah memberikan teladan dalam diri Putera-Mu, memberikan diri seutuhnya bagi
semua orang. Seperti hujan yang tercurah untuk orang baik dan orang jahat.
Seperti matahari yang menyinari seluruh alam, yang elok maupaun yang kurang
elok. Semua mendapat sinar yang sama. Semoga kami mampu meneladannya dan
membiarkan terang kami bercahaya untuk semua. Bukan karena kami, tetapi karena
Engkaulah yang mulia dan meraja kini dan sepanjang masa.
selesai
Comments