Guru : Digugu dan ditiru

Sahabat, kita semua pasti pernah menjadi murid. Kalau kita pernah menjadi murid, pasti kita pernah memiliki pengalaman mempunyai guru. Kenangan kita akan seorang guru macam-macam. Ada yg kita kenang karena galak, karena baik hati, karena pelit kalau memberi nilai, karena murah kalau memberi nilai, dll.
Saya pernah menjadi seorang guru. Tidak lama, sekitar 6 tahun saja. Pengalaman itu memberi saya pemahaman, bahwa hal terbesar dan terberat menjadi guru adalah memberi teladan. Tugas mengajar adalah penting sekali, tetapi jauh lebih penting adalah menunjukkan kepada anak didik bagaimana kami menjalankan apa yg kami ajarkan. Singkatnya, bagaimana kami tidak hanya mengajar tetapi juga menjalankan apa yang kami ajarkan.
Ada beberapa contoh kurang baik di dalam dunia pendidikan. Misalnya, para guru menuntut para siswa agar jujur ketika mengerjakan ujian, sebaliknya banyak guru yg tidak jujur hidupnya. Hal ini tentu sangat mengenaskan. 
Tanggungjawab sebagai guru memang besar. Seperti yang saya ceritakan di atas, bahwa tanggungjawab guru adalah mendidik. Bukan sekadar mengajarkan, tetapi bagaimana menjalankan apa yg diajarkan. Maka disebut 'guru' yang perkataannya bisa dipercaya, digugu dan sikapnya bisa diteladani, ditiru.

Tanggungjawab yang lebih besar lagi adalah sebagai imam/pastor. Tugas saya adalah mengajar dan berkhotbah. Bukan persoalan membuat khotbah yang baik agar dipahami. Hal ini penting sekali, karena tidak banyak pengkhotbah yang bisa membuat khotbah baik dan mengkhotbahkan dengan baik. Ada pengkhotbah yang sukses membuat pendengarnya tertidur, ada yang membuat pendengarnya tertawa terpingkal-pingkal, ada yang membuat pendengarnya bertobat.
Seperti halnya menjadi guru, tantangan yang lebih besar menjadi pengkhotbah adalah bagaimana menjalankan apa yang dikhotbahkan. Maka ada ungkapan gajah diblangkoni, bisa berkhotbah tetapi ga bisa menjalankan apa yang dikhotbahkan.
Hal inilah yg diingatkan oleh Yesus. Agar berhati-hati. Ada pemimpin yang bisa mengajar dengan baik tetapi tidak bisa menjalankan apa yang diajarkan. Ada yang bisa mengajar sekaligus bisa menjalankan. Ada yang mengajar dengan teladan. Maka kita diharapkan memahami dan memilih. Lebih dari itu, kita semua adalah guru, di dalam keluarga, di dalam lingkungan yang kecil, kita adalah guru. Kita menasehati anak-anak, teman, dll. Hal yang paling tepat adalah bagaimana kita memberi teladan. Kalau saya berkata A, saya juga melakukan apa yang saya katakan.

Kembali kepada seorang guru. Di atas saya katakan bahwa guru itu adalah pribadi yang bisa digugu dan ditiru. Tetapi ada ungkapan lain, guru itu kalau minggu turu, kalau minggu tidur. Karena kerjanya senin sampai sabtu maka kalau minggu tidur. Di sini sini ada penurunan makna, dari pribadi yang harus diteladani menjadi pribadi yang biasa saja, ga ada bedanya dengan yang lain.

Bagaimana kalau kita bukan guru? Bukan orangtua? Sebenarnya apa yang bisa dimaknai dari ajaran Yesus mengenai para pemimpin yang tidak bisa dipercaya? Sederhana. Kalau kita mengatakan 'aku percaya kepada Tuhan' maka hidupku harus menunjukkan orang yang percaya. Kalau mulutku mengatakan bertobat, maka sikap kita jua menunjukkan dan melakukan pertobatan itu. Itulah yang hendak diajarkan Yesus, lakukanlah yang kamu katakan. Apalagi kalau itu kamu katakan kepada Tuhan. 

Hong Kong, 18 Maret 2014, 10:35am

Comments

Popular Posts