Lelaki bernama Yunus
Adalah Yunus anak Pak Amitai, pemuda tanggung di tanah Israel.
Sebagai pemuda dia sangat senang tidur. Dalam banyak kesempatan dia tidur.
Dalam waktu senang, dalam waktu susah, Yunus senang tidur. Bahkan kalau ada
kegaduhan di sekitarnyapun dia bisa tidur dengan nyenyak. Hal ini sudah sering
membuat bapaknya marah, tetapi dia tetap saja suka tidur.
Suatu hari, saat Yunus tertidur pulas, dia merasa ada yang
membangunkannya. Antara sadar dan mimpi, seolah ada yang menyuruhnya pergi ke tanah
Niniwe. Sebuah kota yang cukup besar di negeri Siria. Besar kota itu sejauh
tiga hari perjalanan. Untuk membayangkan betapa besar kota itu, baiklah kita
hitung diameternya.
Katakanlah manusia berjalan 3 km perjam, berarti sehari akan berjalan sejauh 72 km. Kalau disebutkan bahwa kota itu lebarnya tiga hari perjalanan berarti diameter kota itu 216 km. Hmmm, untuk jaman itu, kota tersebut sangat besar. Bahkan penduduknya lebih dari 120 ribu orang. Sangat besar untuk jamannya.
Katakanlah manusia berjalan 3 km perjam, berarti sehari akan berjalan sejauh 72 km. Kalau disebutkan bahwa kota itu lebarnya tiga hari perjalanan berarti diameter kota itu 216 km. Hmmm, untuk jaman itu, kota tersebut sangat besar. Bahkan penduduknya lebih dari 120 ribu orang. Sangat besar untuk jamannya.
Yunus diminta pergi ke sana. Dikatakan bahwa penduduk kota tersebut
telah sangat bejat hidupnya. Yunus diminta untuk memberitahu warga kota
tersebut agar bertobat. Jika mereka bertobat mereka tidak akan dihukum, tetapi
kalau tidak mau bertobat mereka akan dimusnahkan.
Yunus enggan melaksanakan perintah itu. Karena tugas itu sangat
tidak enak, dan banyak menyita waktunya. Perjalanan ke kota Niniwe saja sudah
sangat jauh, harus melewati gurun pasir. Yunus tidak mau, maka dia bersiap
melarikan diri. Dia membeli tiket kapal laut untuk menyeberang ke Tarsus di
Yunani.
Di kapal Yunus mencari tempat yang nyaman untuk tidur, yaitu geladak
kapal paling bawah. Dia mencari pojokan yang nyaman. Sesudah mendapatkan tempat
yang diincar dia merebahkan badan dan mulai tertidur.
Sementara itu, setelah beberapa jam kapal berlayar, angin mulai
berhembus kencang dan kemudian berubah menjadi badai. Para awak kapal berusaha
mengendalikan laju kapal, namun ombak makin besar karena angin yang mengganas.
Bahkan beberapa barang yang berat sudah dibuang ke laut untuk mengurangi
kemungkinan kapal terbalik. Toh usaha sia-sia belaka. Mereka mulai mencari-cari
penyebab badai yang tidak wajar tersebut.
Nahkoda kapal menanyai setiap awak kapal, kesalahan apa yang mereka
lakukan sehingga kapal didera badai yang tak wajar. Nahkoda menanyai setiap
awak kapal daris atu geladak ke geladak yang lain, hingga sampai ke geladak
yang terbawah. Betapa terkejutnya dia ketika menjumpai ada orang yang sedang
nyenyak tertidur, padahal kapal diombang-ambingkan badai begitu hebat.
“Siapakah kamu, mengapa kamu bisa begitu nyenyak tertidur padahal
kami semua panik karena badai?”
Dengan tergagap-gagap pemuda yang tadi tertidur nyanyak itu
menjawab, “Ohh, saya Yunus. Saya orang Israel. Saya bukan penumpang gelap kok,
saya membeli tiket, saya hendak pergi ke Tarsus.”
“Saya tidak peduli kamu membeli tiket atau hanya menumpang, aku mau
tanya, kamu berbuat apa sehinggu dihukum oleh Tuhan? Laut mengamuk begitu
hebat, belum pernah terjadi sebelumnya, ini hanya bisa terjadi kalau dewa-dewa
marah. Pasti kamu berbuat salah kepada sesembahanmu.”
Kemudian salah satu awak kapal mengusulkan agar diundi saja, untuk
menentukan siapa kira-kira yang bersalah. Maka mereka mengumpulkan biji-bijian.
Dari semua biji-bijian itu yang ada isinya hanya satu, sedangan yang lain
kosong.. Siapapun yang mendapat biji yang ada isinya, dialah yang harus
bertanggungjawab. Maka masing-masing mengambil biji undian. Dan yang memperoleh
biji berisi adalah Yunus.
Semua orang menatap Yunus dengan segudang pertanyaan. Maka nahkoda
kapal mengulang pertanyaannya tadi, kesalahan apa yang sudah dia perbuat
sehingga membuat sesembahannya begitu marah.
“Aku sudah melarikan diri dari Tuhanku.” Jawab Yunus pelan.
“Sebenarnya aku disuruh pergi ke kota Niniwe, tetapi aku tidak mau, maka Dia
marah. Dia adalah penguasa langit dan bumi.”
“Apakah yang harus kami perbuat agar Tuhanmu itu berhenti marah?”
potong nahkoda kapal.
“Lemparkan saja aku ke laut, pasti laut akan tenang kembali.”
Namun awak kapal tidak mau melemparkan Yunus ke dalam laut. Mereka
berusaha memutar arah kapal untuk kembali ke daratan. Tetapi angina semakin
kuat dan ombak semakin tinggi membanting-banting kapal. Maka, karena tidak
melihat adanya pilihan lain, mereka melemparkan Yunus ke dalam laut. Begitu
tubuh Yunus menyentuh air, angin langsung tenang. Maka ketakutanlah seluruh isi
kapal. Mereka berteriak memuliakan Tuhan.
Di dalam air, tubuh Yunus dihanyutkan hingga ke tengah. Tiba-tiba
ada seekor ikan hiu yang sangat besar meluncur dengan mulut mengangga. Badan
Yunus seperti plankton saja terhisap masuk ke dalam perut ikan itu.
Perut ikan itu seperti ruangan yang sangat besar. Ada banyak
rumput-rumputan di sana. Rupanya bukan rumput tetapi plankton-plankton dan
aneka ikan kecil. Karena besarnya ruangan itu, Yunus bahkan bisa
berjalan-jalan. Tetapi dia tidak menemukan pintu keluar. Satu-satunya pintu
keluar adalah lubang seperti pipa yang mengembang dan mengempis seturut dengan
pernafasan ikan. Karena tidak tahu harus berbuat apa, Yunus bersujud dan mulai
berdoa.
“Dalam segala kesusahanku ya Tuhan, aku berseru kepada-Mu. Engkau
selalu menjawab aku. Dari tengah dunia orang mati aku ebrteriak dan Engkau
selalu mendengarkan suaraku. Tuhan, Engkau telah melemparkan aku ke tengah laut
yang teramat dalam, dan lautpun telah menelanku utuh-utuh. Aku tahu mengapa ini
terjadi. Mengapa aku terbuang seperti ini, terbuang dari hadapan tahta-Mu yang
kudus. Aku telah berdosa. Mungkinkah aku melihat kembali bait-Mu yang suci?
Akankah itu tinggal kenangan saja? Karena jiwaku sudah diancam maut, kepalaku
sudah dikepung lumut dasar laut, bahkan nyawaku sudah hamper putus dibetot
ombak yang dahsyat. Tetapi aku sadar, keselamatan hanya datang dari-Mu saja.
Aku percaya bahwa siapa yang berpegang pada janji yang telah Engkau sampaikan
akan selamat. Maka dengan segenap jiwaku, dengan segala buruk kelakuanku yang
lalu aku tetep bersyukur karena Engkau begitu mencintaiku, maka air itu tidak
membunuhku. Kuhaturkan syukur hanya kepada-Mu. Aku akan membayar apa yang telah
aku nazarkan, karena aku yakin seutuhnya bahwa keselamatan itu hanya datang
dari Tuhan.”
Maka atas perkenanan Tuhan, ikan itu memuntahkan Yunus ke daratan.
Meski berada di dalam perut ikan tiga hari tiga malam lamanya, Yunus tetap
sehat. Maka Yunus mendnegar kembali apa yang pernah didengarnya dulu, bahwa dia
harus pergi ke Niniwe dan memberitahukan pertobatan.
Mulailah Yunus berjalan menyeberangi gurun hingga sampai di
perbatasan kota. Setelah beristirahat sejenak, dia melanjutkan perjalanan
sehari jauhnya. Di sana mulailah dia memberitahukan pesan yang dia terima dari
Tuhan.
“Orang-orang Niniwe, 40 hari dari sekarang kalian semua akan dihukum
Tuhan. Kecuali kalian bertobat maka penghukuman tidak akan diberikan.”
Yunus adalah orang asing di kota itu. Tidak ada yang mengenalnya.
Tetapi anehnya, mereka semua percaya dengan apa yang disampaikan oleh Yunus. Seruan
itupun menyebar dari mulut ke mulut hingga akhirnya sang raja pun mendengar. Maka
diperintahkanyalah semua orang, bahkan yang bukan orang juga diminta bertobat,
termasuk binatang. Karena sang raja sendiri yang mengawali pertobatana, seluruh
kota bertobat.
Tuhan melihat itu semua dan akhirnya membatalkan rencana penghukuman
atas Niniwe. Yunus sendiri sudah meninggalkan kota itu dan tinggal di padang
gurun, di sebelah timur kota. Di sana dia menantikan apa yang akan terjadi atas
kota Niniwe.
Sebenarnya Yunus protes kepada Tuhan. Begini protesnya:
“Ya Tuhan, bukankah sudah kukatakan kepada-Mu, bahkan ketika aku
masih di Israel sebelum berangkat ke sini, dan mengapa aku sampai melarikan
diri naik kapal, karena aku tahu Engkau itu baik. Engkau begitu panjang sabar
dan pengasih. Engkau bahkan akan menyesal atas rencana penghukuman yang telah
Engkau rancangkan sendiri, Engkau sangat baik hati. Lihatlah orang-orang
durjana itu, hanya karena mereka berbalik kepada-Mu, Engkau tidak jadi
menghukum mereka.”
“Layakkah engkau marah kepada-Ku, Yunus?” jawab Tuhan Allah dengan
tenang.
Tetapi Yunus tidak mengindahkan Tuhan, tetapi dia memilih untuk
terus berjalan dan mendirikan sebuah pondok untuk bernaung. Di sana ia
merebahkan diri dan mulai tertidur.
Lalu atas penentuan Tuhan Allah tumbuhkan sebatang pohon jarak
melampau kepala Yunus dan menaunginya. Tuhan berpikir bahwa kalau nanti Yunus
bangun dan mendapati pohon jarak itu, dia akan senang. Dan benar saja, begitu
Yunus terbangun dan melihat ada pohon jarak menaungi kepalanya, dia sangat
senang. Maka dia melanjutkan tidurnya.
Keesokan harinya, ketika fajar menyingsing dan matahari mulai
meninggi, datanglah seekor ulat daun. Ulat begitu terkejut namun dia amat
girang melihat ada pohon jarak dengan daunnya yang menghijau di gurun. Segera
dia merambatinya dan ketika malam mulai turun dia mulai memakan daun-daun itu.
Memakan semua dengan rakusnya.
Maka ketika pagi menjelang kembali, pohon jarak itu sudah gundul.
Maka tatkala matahari mulai meninggi dan angin bertiup dengan kecang,
terpangganglah Yunus. Kemarin dia begitu girang karena ada pohon jarak yang
melindungi kepalnya, sekarang taka da pelindung padahal angin bertiup kencang
dan panas begitu menyengat. Maka ia begitu marah hingga rebah dan berseru,
“Tuhan, lebih baiklah aku mati daripada hidup!”
Tuhan menjawab Yunus, “Yunus anak-Ku, layakkah engkau marah
kepada-Ku? Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?”
“Sudahlah Tuhan, sudah selayaknya aku marah sampai mati!” sergah
Yunus.
Tuhan kembali menjawab, “Yunus, engkau begitu menyayangi pohon itu,
padahal engkau tidak berbuat apa-apa terhadapnya. Engkau tidak menanamnya,
engkau juga tidak menyiraminya. Hanya karena dia tumbuh dekat kepalamu dan
melindungi kepalamu maka engkau begitu girang. Mengapa engkau menjadi marah
ketika akhirnya pohon itu layu dan mati dalam semalam? Bukankah engkau tidak
berjerih apa-apa?”
Tuhan diam sejenak dan melanjutkan kata-kata-Nya, “Yunus, kalau
engkau begitu sayang kepada pohon itu, bagaimana Aku tidak sayang terhadap
orang-orang Niniwe itu. Sadarkah engkau bahwa mereka begitu berarti jauh
melebihi pohon jarak itu? Tidakkah kau dengar tawa anak-anak yang berlarian
tanpa celana itu? Bahkan mereka tidak bisa membedakan mana tangan kanan dan
mana tangan kiri? Tidakkah engkau melihat mereka segera bertobat ketika
mendengar apa yang kamu wartakan? Yunus, masihkah kau marah pada-Ku? Masihkah
kamu iri dengan mereka? Yunus, Aku mengasihi mereka seperti Aku mengasihimu.
Engkau sudah lari dari hadapan-Ku, tetapi Aku tetap mencintaimu, dan Aku tetap
akan mencintaimu. Karena engkau anak yang Kukasihi.”
.....
Beberapa ratus tahun kemudian, di Israel ada seorang Guru bijaksana. Dia mengajar demikian, "dahulu warga kota Niniwe bertobat karena pewartaan Yunus, sekarang di sini ada yang lebih besar daripada Yunus."
Hong Kong, 11 Maret 2014, 11:18pm
Comments