Haram, Najis, Halal, dan Tahir

Beberapa waktu yang lalu ada seorang sahabat mengirim WA, bertanya perihal haram dan halal dalam Gereja Katolik. Dia bertanya, sebenarnya ada nggak sih ajaran mengenai halal dan haram dalam Gereja Katolik? Karena dia membaca bahwa di dalam Kitab Suci, terutama Perjanjian Lama, jelas-jelas dituliskan adanya jenis makanan yang haram untuk dimakan.
Pertanyaan yang disampaikan oleh seorang sahabat itu bukanlah yang pertama. Sudah sering saya mendapati pertanyaan semacam itu. Biasanya saya hanya menjawab dengan singkat bahwa di dalam ajaran Gereja Katolik tidak ada pembedaan makanan haram dan halal. Yang ada adalah makanan yang masih baik dimakan dan makanan yang sudah tidak layak dimakan. Tentu yang terakhir ini hanya bercanda. Toh semua orang tahu kalau makanan sudah tidak layak dimakan ya tidak boleh dimakan. Baiklah mari kita lihat dengan sedikit serius. Sedikit saja, jangan banyak-banyak, nanti sakit kepala.

Ajaran halal haram dalam Perjanjian Lama
Jika kita membaca dengan sungguh-sungguh kitab Suci perjanjian lama, akan kita jumpai banyak sekali jenis makanan yang diharamkan. Jumlahnya kira-kira 133 macam. Banyak sekali. Ada juga tindakan-tindakan yang diharamkan. Yang menyeleweng, yang meniadakan Tuhan, yang menganggap Tuhan tidak ada itu termasuk juga tindakan haram.
Tidak ada alasan yang jelas mengapa jenis makanan tertentu disebut haram dan yang lain tidak. Mungkin, di dalam kurun waktu tertentu, binatang-binatang itu mengandung virus tertentu sehingga kalau disantap manusia, yang menyantap akan sakit atau bahkan meninggal. 
Bandingkanlah dengan kasus flu burung. Banyak ayam, burung, pokoknya jenis unggas dimusnahkan karena ditengarai mengandung virus mematikan. Saat ini ayam bukanlah binatang haram, meskipun ada kalanya dilarang karena kasus flu burung tersebut. Tetapi kalau kasus ini terjadi dahula kala, ribuan tahun yang lalu, bisa jadi ayam juga akan diharamkan. Karena yang menyantap akan mati, maka cara terbaik untuk mencegah adalah dengan mengharamkannya.
Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa yang menentukan haram dan halalnya suatu binatang adalah Tuhan. Kita perlu bertanya, apakah benar Tuhan yang menentukan? Atau para imam atau pemuka umat waktu itu untuk mengatur jemaat? Seperti saya contohkan di atas. Untuk menghindari hal-hal yang buruk maka lebih baik binatang-binatang tertentu diharamkan. Kita tidak perlu berdebat di sini, baiknya kita terima saja apa adanya.
Saya tidak akan membahas lebih lanjut masalah ini dari sudut pandang perjanjian lama. Tidak menarik dan tidak berguna. Mengapa? Karena kita hidup dalam alam Perjanjian Baru. Kita hidup dalam ajaran Yesus, yang telah menyempurnakan Perjanjian Lama, meyempurnakan Hukum Taurat. 
( catatan, ungkapan tidak menarik yang saya katakan ini sengaja saya buat ekstrim. Dalam ke yataannya ada banyak sekali hal baik dalam Perjanjian Lama yang bisa kita pelajari. Hanya kasus haram dan halal ini saya tidak tertarik membahasnya lebih jauh. Jika memang Anda berminat, Anda bisa menelusurinya dari sumber pustaka Kitab Suci Perjanjian Lama.)

Haram halal dalam Perjanjian Baru
Seperti saya katakan, membahas persoalan haram dan halal dalam Perjanjian Baru akan lebih menarik. Ada dua tokoh yang akan kita kenali ajarannya. Pertama tentu saja Yesus, dan yang kedua adalah paulus. 
Mari kita mulai dengan pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Yesus yang kerap mengundang perdebatan. Yaitu bahwa Yesus tidak akan menghilangkan Hukum Taurat, Yesus akan menyempurnakannya. Maka kita bisa melihat bagaimana Yesus berantem dengan orang-orang Farisi perihal hukum taurat dll. Yesus dianggap sebagai guru yang tidak menghormati hukum. Lantas di mana kebenaran pernyataan bahwa Dia tidak akan mengubah hukum taurat? Nyatanya Dia suka melanggar. Hahahahaha, di sini kita bisa berkata, "di situlah letaknya Yesus menggenapi hukum taurat." Yesus tidak menghilangkan, tetapi menggenapi.
Berkaitan dengan halal dan haram Yesus tegas berkata, "Kamu semua, dengarkanlah kepada-Ku dan camkanlah. Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." (Markus 7:14-14) bahkan dalam ayat 19 penulis injil markus mengatakan bahwa Yesus menyatakan semua makan halal.
Bagi Yesus, makanan itu bukanlah sesuatu yang buruk. Yang jauh lebih buruk adalah apa yang keluar dari hati manusia. Dari sana lahir iri dengki, benci, amarah, dendam, dll. Hal itu jauh lebih buruk dari makanan. Penjelasan Yesus sederhana sekali. Makanan yang kita santap akan masuk ke perut, dan pada akhirnya dibuang ke jamban. Tetapi kata-kata yang keluar dari hati akan masuk ke dalam hati orang pula. Perkataan yang dilandasi kebencian dan amarah, akan membakar hatimorang pula. Hal ini lebih buruk daripada menyantap makanan yang efek buruknya hanyalah sering ke jamban. Tetapi orang yang dilukai hatinya bisa menderita jauh lebih dalam dan parah.
Bagaimana dengan Paulus. Dia mengikuti pemikiran Yesus. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, bab 14 ayat 14 sampai 17 kita bisa memahami pemikiran Paulus yang sangat cerdas menjelaskan ajaran Yesus. Seperti halnya Yesuz, Paulus juga menekankan bahwa semua makanan itu halal. Dia berkata, "aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatunitu najis."
Pernyataan ini sungguh cerdas. Maka kalau kita berkata, binatang A itu najis. Maka bagi kita itu najis, tidak bagi orang lain. Kita yang membuat makanan atau hewan itu najis dan bukan hewan itu sendiri. Karena Paulus mengikuti Yesus, semua makanan adalah halal.
Kemudian Paulus menegaskan bahwa Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan suka cita oleh Roh Kudus. Maka daripada ribut soal makanan bukanlah lebih baik berusaha semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dengan berlaku benar. Hidup dalam sukacita karena Roh Allah, dan bukan yang lain. Percuma kita menajiskan makanan tertentu kalau kemudian tindakan kita, yang keluar dari hati malah menjauhkan kita dari Tuhan. Bukanlah lebih baik menjaga hati, menjaga agar apa yang keluar dari hati sungguh sesuatu yang baik yang sesuatu yang najis.
Di sini kita belajar menjaga hati, menjaga mata, menjaga telinga, menjaga lidah. Dari melihat kita cenderung berkomentar. Dari mendengar kita cenderung menilai. Apalagi kalau apa yang kita lihat dan dengar itu membakar hati. Biasanya responya juga akan kuat. Syukur kalau hati yang tergerak adalah hati yang ingin lebih mencintai Allah. Itu yang harus kita latih. Jika mata kita melihat ketidakaadilah, hati kita tergerak membantu, bukan sekadar ikut mencaci. Jika telinga kita mendengar nama kita dijelekkan, hati kita mengucap syukur kepada Tuhan dan berdoa bagi orang yang menjelekkan kita. 

Hong Kong, 11 Februari 2014, 10:58pm


Comments

Unknown said…
makasih mo tuk renungaannya ......
mengikatkan pada saya ......waktu belajar BIAK dulu .....
sampai saat ini yg saya ingat cma kata ini " SEMUA YANG MASUK MELALUI MULUT TIDAK NAJIS , YANG HARAM ITU MELAIN KAN YANG KELUAR DARI MULUT MU "
mskasih banyak mo meningatkan kata kata yg lengkap
Unknown said…
makasih mo tuk renungaannya ......
mengikatkan pada saya ......waktu belajar BIAK dulu .....
sampai saat ini yg saya ingat cma kata ini " SEMUA YANG MASUK MELALUI MULUT TIDAK NAJIS , YANG HARAM ITU MELAIN KAN YANG KELUAR DARI MULUT MU "
mskasih banyak mo meningatkan kata kata yg lengkap
Ketut Astiti said…
Mantap sekali, Mo. makasih renungan dan penjelasann ttg topik kali ini. Benar, seharusnya kita hidup jangan hanya mempersoalkan makanan, tp ttg kebenaran utk selalu dekat dengan Tuhan. Memahami maksud-Nya. Bahwa dari awal penciptaan dunia seisinya pun, Tuhan telah memberkati semuanya dan melihat bahwa semuanya itu adalah BAIK. Terimakasih, Mo. Sungguh bermanfaat dalam meneguhkan hati iman dan pikiran. :)
MoRis HK said…
Thanks @Yusi and @Ketut,
Maka menjaga apa yang keluar dari mulut, dari hati, lewat jari2; sms, wa, fb, g+, dll, biarlah apa yang keluar sungguh menjadi berkat bagi sesama...

Popular Posts