Kalau YA katakan YA....
Sahabat, bagaimana menghubungkan kebebasan dengan peraturat serta ketaatan dengan kasih? Sulit! Kebebasan selalu menabrak peraturan dan ketaatan selalu tidak selaras dengan kasih. Betul? Tidak! Mari kita lihat contoh.
Banyak warga melanggar peraturan. Mereka mendirikam rumah-rumah kumih di tanah milik pemerintah, di kanan dan kiri sungai, di kanan dan kiri rel kereta, dsb. Mereka mengatakan bahwa mereka bebas melakukan itu. Mereka adalah warga negara, maka menduduki tanah negara adalah kebebasan mereka. Oleh sebab itu sewaktu mereka direlokasi ke tempat yang lebih baik ada yang mengatakan bahwa pemerintah melakukan pelanggaran HAM, serta melaporkan gubernur dan wakilnya ke badan HAM PBB. Lucu!
Atas nama kebebasan, warga menduduki tanah pemerintah, itu jelas salah. Sama salahnya dengan mencintai istri tetangga atas nama kebebasan. Atas nama cinta bebas memilih. Itu nafsu belaka namanya. Lantas bagaimana mendudukkan peraturan dengan kebebasan, serta ketaatan dengan cinta? Bagaimana saya tetap setia dengan pasangan saya meski ada istri tetangga atau suami tetangga sepertinya lebih menarik?
Ajaran lama
Aneka peraturan yang sangat ketat adalah warisan masa lalu. Warisan dari budaya manusia yang masih belajar menjadi manusia. Di mana ada hukum mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Hukum ini sangatlah primitif, di mana balas dendam menjadi sarana membangun masyarakat.
Kemudian dalam perkembangan manusia, dalam dibuatlah peraturan yang lebih tertata. Bukan bersifat balas dendam, tetapi lebih bersifat membangun. Peraturan yang sangat ketat dibutuhkan untuk membangun masyarakat agar kehidupan mereka lebih baik. Contoh peraturan : jangan membunuh, siapa membunuh hatus dihukum. Jangan berzinah. Jangan menginginkan istri orang lain. Jangan menceraikan istri. Dll. Peraturan-peraturan dipakai oleh masyarakat yang masih bertumbuh.
Eh tunggu dulu. Dalam masyarakat modernpun peraturan yang sangat ketat juga dibutuhkan. Contohnya Singapura. Di sana peraturan disertai dengan jumlah yang harus dibauarkan jika peraturan dilanggar. Hasilnya adalah sebuah masyarakat yang rapi tertata. Maka peraturan todak berjalan seiring dengan kebebasan dan ketaatan tidak beriringan dengan cinta. Betul? Tidak! Salah!
Ajaran baru
Ada ajaran baru namanya ajaran 'cinta kasih'. Apakah ajaran ini didasarkan pada kebebasan manusia. Hati yang bebas. Apakah dengan demikian aneka bentuk peraturan tidak diperlukan lagi? Seharusnya memang demikian. Kalau seseorang sungguh menjalankan hukum cinta kasih, maka aneka peraturan tidak diperlukan lagi.
Namun ajaran baru ini hanya mungkin kalau setiap pribadi memiliki kasih. Peraturan hanya berhasil dijalankan kalau masyarakatnya taat. Hukum kasih hanya berhasil kalau manusianya memiliki cinta. Cinta kepada Tuhan melebihi yang lain dan cinta kepada sesama seperti diri sendiri.
Dalam menjelaskan hukum baru ini Yesus berkata sangat keras. Dia berujar, kalau hidup keagamaan kita tidak lebih baik dari orang farisi, kita pantas dibuang ke laut. Kalau hukum lama ada aturan jangan membunuh, bahkan Yesus berkata kalau kita tidak boleh mengatakan kafir kepada sesama. Karena dengan itu saja kita pantas dibuang ke laut. Maka sangat mengherankan kalau ada orang berkoar-koar mencintai Tuhan tetapi selalu berkata kafir kepada orang lain.
Yesus juga berkata bahwa kalau hukum lama ada aturan jangan berzinah, maka Yesus menegaskan bahwa memikirkan istri orang lain dengan nafsu saja sudah perzinahan. Sangat keras! Lantas di mana letak kebebasannya? Bukankah kalau ada kebebasan maka saya juga boleh mencintai istri orang lain? Boleh menginginkan istri orang lain? Ternyata menurut Yesus ini bukan kebebasan, ini hanya nafsu belaka.
Kebebasan dalam Roh
Kebebasan yang sejati bukanlah kalau saya boleh melakukan apa saja. Karena itu bukanlah kebebasan. Itu adalah kebrutalan dan kerakusan. Kalau saya dengan bebas menduduki tanah orang lain, itu bukan kebebasan tetapi perampokan. Lantas kebebasan yang sejati itu seperti apa.
Kebebasan pertama-tama adalah untuk mencintai Allah. Dia harus yang pertama. Mencintai bukan karena takut. Jika ketakutan yang menjadi dasar taat maka bukan sebuah cinta yang terwujud tetapi ya ketakutan belaka. Relasi yang terbangun akan mudah hancur. Jika rasa takut berkuramg maka kesetiaan juga mulai kendur, karena sebenarnya tidak ada cinta.
Cinta akan melahirkan rasa hormat. Kalau saya sungguh mencintai Tuhan, maka saya akan menghormati Dia, tanpa rasa takut tetapi sebuah hormat. Dengan demikian secara otomatis saya tidak akan mengecewakan-Nya. Saya tidak akan melakukan hal-hal yang buruk yang bisa merusak rasa hormat saya pada-Nya.
Kalau seorang suami sungguh mencintai istrinya, dia akan mengormati istrinya. Dia bahkan tidak akan memikirkan wanita lain, bahkan ketika dia melakukan itu tidak ada yang tahu. Toh hanya dalam pikiran. Tetapi itu sudah terjadi, kalau saya sudah memikirkan yang lain, saya sudah kehilangan kebebasan saya dalam mencintai istri saya.
Contoh lain adalah berpuasa. Berpuasa yang benar adalah kalau saya tetap tidak makan meskipun di hadapan saya ada banyak makanan. Kalau di rumah tidak ada makanan, dan tidak ada warung yang jual makanan, itu bukan puasa. Itu terpaksa tidak makan. Puasa yang sejati lahir dari cinta kepada Allah. Meskipun kalau di rumah ada banyak makanan, dan saya sendirian saja di rumah maka saya tidak menyentuh makanan itu.
Saya ingat murid saya waktu SMA. Namanya Eva. Dia seorang muslimah bersekolah di sekolah Katolik. Waktu itu bulan puasa, dan dia tetap berpuasa. Dia tetap berteman dengan teman-teman yang tidak berpuasa. Dia tetap menemani sahabatnya ke kantin untuk makan, tetapi dia tidak makan. Dia tidak memaksa sahabatnya untuk tidak makan demi dia. Tetapi dia menghormati juga teman-teman yang tidak berpuasa. Dia berpuasa secara bebas dan memiliki cinta yang besar. Maka semuanya bisa berjalan dengan baik. Dia bisa berpuasa selama 30 hari secara utuh.
Kalau YA katakan YA
Cinta membantu manusia menjadi bebas. Dia bebas mengatakan YA kalau memang YA yang ada. Kalau YA dikatakan TIDAK, maka tidak ada kebebasan. Bahkan Yesus berkata kalau itu sudah berasal dari setan.
Biasanya seseorang berkata lain dari yang dialami dan dirasakan karena dikuasai rasa takut. Dia belum menempatkan cintanya dalam porsi yang tepat. Seperti yang saya jelaskan di atas, bahwa cinta pertama-tama ditujukan kepada Tuhan. Baru kemudian kepada sesama. Cinta kepda Tuhan harus melebihi cinta kepada yang lain. Baru cinta kepada sesama haruslah sebesar rasa cinta kepada diri sendiri.
Jika kita berkata YA kepada sesamaadahal kenyataannya TIDAK, hanya karena kita takit kehilangan kepercayaan dari dia, maka kita sudah kehilangan cinta itu sendiri. Kitapun tidak bebas dalam mengungkapkan, karena dinelenggu ketakutan. Jika kita kita sungguh mencintai, maka kita akan jujur dan apa adanya.
Cinta sejati juga melahirkan keberanian. Ketakutan bukan lahir dari cinta, tetapi dari ambisi dan nafsu-nafsu. Cinta sejati dan ketulusan menghilangkan rasa takut. Dia akan membangun sebuah kehidupan yang lebih baik. Kalau saya mencintai pasangan saya, saya akan membuatnya lebih bahagia. Kalau saya mencintai rumah saya, saya akan menjaganya. Kalau saya saya mencintai lingkaungan saya, saya juga berani berkorban demi kebaikannya.
Jika ya, hendaklah kamu katakan : ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan : tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
Jika kita masih takut untuk datang kepada Tuhan dan mencintai-Nya, baiklah kita periksa mengapa kita takut. Karena Dia tidak pernah menakutkan. Karena berbahagialah orang yang mampu menyandarkan hidup dan cinta-Nya pada Tuhan melebihi yang lain. Dari sana kita akan mengalami berbagai keajaiban cinta. Tidak percaya? Buktikan kalau ini salah.
Hong Kong, 16 Februari 2014, 06:30
Comments
Makasih...Mo.....renungan ini. Tidak ada satu kata pun yg tidak membuat saya merinding. Semua membuat saya sadar, malu, dan saya tersiksa dengan rasa ini. Saya malu pada dri saya sndri. Saya masih termasuk dlam org farisi itu...Moooo.....T_T..... Doakan saya, Mooooo....T_T