Nyoto dan Ngeblog... 1
Sahabat, hari ini adalah hari Nyoto dan hari Ngeblog. Setelah masak soto, dan kurang asin, dilanjutkan membuat blog. Yang satu meracik bumbum, yang lain meracik ide. Sama-sama meracik dan menyajikan, soal suka atau tidak tergantung selera. Ada yang suka dan tentu ada yang tidak. Sudah biasa.
Libur tahun baru
Senin, 3 Februari 2014 adalah hari terakhir libur tahun baru China. Kata teman-teman, Lebaram China, atau Bodho Cino. Terserahlah mau disebut apa, yang penting ada libur 4 hari mulai tanggal 31 Januari hingga hari ini. Meski ada libur 4 hari ternyata banyak kawan yang tidak mendapat libur hari ini, tentu dengan alasan yang berbeda. Oh iya saya mau bercerita soal hari ini saja.
Beberapa waktu yang lalu suster Rita memberitahu saya bahwa akan ada acara di Catholic Center. Acaranya untuk warga BMI. "Apa Romo bisa membuat sesuatu?" demikian tanyanya waktu itu. Saya langsung menyanggupi untuk membuat. Ada beberapa alasan mengapa saya ingin membuat soto.
Pertama, saya kangen soto. Hahahahaha. Simple sekali bukan? Saya suka soto. Pernah mencoba membeli soto di sebuah warung di cim sa sui, tetapi rasanya mengecewakan, apalagi harganya muahal ajubilah.
Alasan kedua, saya cuman bisa masak soto. Hahahahahah lebih simple lagi khan? Seandainya saya bisa masak sup konro, pasti saya buat sup konro. Kalau saya bisa membuat sayur lawar ala bali pasti saya buat. Kalau bisa masak tengkleng ala solo pasti saya bikin. Juga kalau bisa mengolah napinadar ala batak, pasti sudah saya suguhkan napinadar. Sayang saya cuman bisa masak soto. Hahahahahaha maka soto yang saya pilih.
Nyoto ga kapok-kapok
Saya sudah lupa, nyoto kali ini sudah nyoto yang ke berapa. Selalu ada kendala di kala nyoto, tetapi ya tidak kapok-kapok. Apalagi nyoto kali ini, ada lebih banyak kendala lagi, tetapi ya itu tadi, saya tidak kapok-kapok nyoto.
Pertama, ini kendala utama, saya tidak kenal dapur Hong Kong. Sewaktu di Melbourne saya cukup mengenal dapur di sana. Tidak mengenal dapurnya tapi nekat mau masak memasak, hmmm emang kurang kerjaan dan hanya cari masalah.
Kedua, saya sama sekali belum pernah memasak di HK, ini tentu parah. Membuat mie rebus saja belum pernah, hahahahahaha. Lha ini mau masak soto, buat banyak orang lagi! Nekat!
Ketiga, saya belum tahu mencari bumbu di mana. Saya belum pernah ke pasar. Terus bagaimana bisa mendapatkan barang-barang kalau belum pernah ke pasar? Itulah kendala ketiga dan kenekatan ketiga.
Tiga kendala ini rasanya sudah cukup, meski masih ada yang lain, misalnya, alat memasaknya bagaimana, tempatnya bagaimana, membawanya bagimana, dll. Bahkan ketika soto dihidangkan, masih saja ada permasalahan klasik yang muncul, yaitu kurang asin. Ini selalu terjadi, kalau saya masak selLu kurang asin. Mungkin karena rasa takut kena darah tinggi, karen ibu saya memiliki sakit hipeftensi, jadi kalau saya masak selalu hati2 dengan garam. Meski demikian saya tidak pernah kapok. Mengapa begitu?
Beriman
Meski ada banyak kendala, saya begitu yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bukan sebuah kesombongam. Tapi saya selalu percaya dengan rahmat Tuhan. Akan selalu ada teman yang membantu dan membuat semuanya berjalan baik. Dan itu selalu terbukti. Kuncinya adalah terbuka. Berani ngomong, saya butuh ini, ada yang bisa bantu ga, dll.
Seperti nyoto kali ini. Hari Minggu sore sudah mulai siap2. Hari itu lalu lintas di HK ada pengalihan jalur. Karena ada proyek tertentu, maka beberapa jalur mesti berpindah tempat. Ini juga membawa dampak yang cukup menggelisahkan. Begini ceritanya.
Seusai perayaan EkRisti, saya bersama beberapa teman bersiap menuju ke Shelter, untuk siap-siap masak. Kami berangkat empat orang, di tengh jalan yang dua tercecer dan tersesat. Dampak dari pengalihan jalur dan salah belok. Padahal hanya ngikut di belakang tetapi bisa tersesat.
Akhirnya sampai di Shelter kami hanya berdua. Hal pertama yang saya lakukan adalah makan. Saya belum makan dari pagi, maka makan jam empat sore adalah kombinasi sarapan, makan siang dan makan malam. Dan akhirny memang benar, malam hari saya tidak makan lagi. Setelah makan, kami berdua menuju ke pasar untuk belanja ayam dan teman-temannya ayam. Setelah belanja mulai mengupas bawang dan kawan-kawannya.
Sudah jam 5 sore ketika dua teman datang. Mereka datang membawa perut lapar, karena berjalan juaaauuhhh plus tersesat. Untung ada tahu isi pemberian para sahabat, jadi bisa menolong mereka. Saat mengupas bawang, bos John dan Suster menelfon. Kami segera menyampaikan bahwa di Shelter tidak ada orang. Merekapun langsung menuju ke Shelter guna membantu kami. Jam 5.30 mereka datang. Dapur langsung penuh sesak. Mulailah berbagi rejeki, siapa ngulek bumbu, siapa menggoreng ayam, siapa buat kopi, dan siapa menghibur. Jam 8.30 kami sudah meninggalkan shelter. Soto sudah beres 80%. Tinggal memberi beberap bumbu dan menyiapkan kawan-kawannya.
Hari Senin, 3 Februari, saya bangun pagi-pagi tidak seperti biasanya. Karena harus merayakan Ekaristi di Susteran jam 7.15. Dengan pikiran yang bercabang antara soto dan Misa, saya tetap mengayunkan langkah dengan gagah. Khotbah sudah saya catat. Tadi malam sepulang dari ShelTer saya mwmbuat khotbah. Terjemahannya sudah saya unggah di blog, what really matter. Meski saya yakin umat tidak begitu paham, saya tidak berkecil hati lagi. Yang penting saya tahu Pa yang saya katakan.
Hmmm kok sudah panjang ya. Bersambung saja deh ya. Bagaimana kisah soto tersebut.
Beriman
Meski ada banyak kendala, saya begitu yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bukan sebuah kesombongam. Tapi saya selalu percaya dengan rahmat Tuhan. Akan selalu ada teman yang membantu dan membuat semuanya berjalan baik. Dan itu selalu terbukti. Kuncinya adalah terbuka. Berani ngomong, saya butuh ini, ada yang bisa bantu ga, dll.
Seperti nyoto kali ini. Hari Minggu sore sudah mulai siap2. Hari itu lalu lintas di HK ada pengalihan jalur. Karena ada proyek tertentu, maka beberapa jalur mesti berpindah tempat. Ini juga membawa dampak yang cukup menggelisahkan. Begini ceritanya.
Seusai perayaan EkRisti, saya bersama beberapa teman bersiap menuju ke Shelter, untuk siap-siap masak. Kami berangkat empat orang, di tengh jalan yang dua tercecer dan tersesat. Dampak dari pengalihan jalur dan salah belok. Padahal hanya ngikut di belakang tetapi bisa tersesat.
Akhirnya sampai di Shelter kami hanya berdua. Hal pertama yang saya lakukan adalah makan. Saya belum makan dari pagi, maka makan jam empat sore adalah kombinasi sarapan, makan siang dan makan malam. Dan akhirny memang benar, malam hari saya tidak makan lagi. Setelah makan, kami berdua menuju ke pasar untuk belanja ayam dan teman-temannya ayam. Setelah belanja mulai mengupas bawang dan kawan-kawannya.
Sudah jam 5 sore ketika dua teman datang. Mereka datang membawa perut lapar, karena berjalan juaaauuhhh plus tersesat. Untung ada tahu isi pemberian para sahabat, jadi bisa menolong mereka. Saat mengupas bawang, bos John dan Suster menelfon. Kami segera menyampaikan bahwa di Shelter tidak ada orang. Merekapun langsung menuju ke Shelter guna membantu kami. Jam 5.30 mereka datang. Dapur langsung penuh sesak. Mulailah berbagi rejeki, siapa ngulek bumbu, siapa menggoreng ayam, siapa buat kopi, dan siapa menghibur. Jam 8.30 kami sudah meninggalkan shelter. Soto sudah beres 80%. Tinggal memberi beberap bumbu dan menyiapkan kawan-kawannya.
Hari Senin, 3 Februari, saya bangun pagi-pagi tidak seperti biasanya. Karena harus merayakan Ekaristi di Susteran jam 7.15. Dengan pikiran yang bercabang antara soto dan Misa, saya tetap mengayunkan langkah dengan gagah. Khotbah sudah saya catat. Tadi malam sepulang dari ShelTer saya mwmbuat khotbah. Terjemahannya sudah saya unggah di blog, what really matter. Meski saya yakin umat tidak begitu paham, saya tidak berkecil hati lagi. Yang penting saya tahu Pa yang saya katakan.
Hmmm kok sudah panjang ya. Bersambung saja deh ya. Bagaimana kisah soto tersebut.
Comments
renungan renungan yg buat hati saya tenang