Mempersembahkan HIDUP

Yesus dipersembahkan di Bait Allah oleh Yusuf dan Maria,
disambut oleh Simeon dan Hana.
Lukisan oleh Rembrant,  dicopy dari
http://associationofcatholicwomenbloggers.blogspot.hk/ 
Sahabat, hari ini Gereja Kudus merayakan Yesus dipersembahkan di Kenisah (The Presentation of the Lord). Sebenarnya perayaan ini sedikit lucu, karena hari-hari sebelumnya kita sudah mendengar kisah Yesus dewasa, Yesus yang sudah tampil sebagai seorang guru. Tetapi kini tiba-tiba ia menjadi bayi lagi.
Saya tidak akan mengurai kelucuan itu, karena itu menjadi bagian dari sejarah panjang liturgi Gereja bahwa setiap tanggal 2 Februari Gereja merayakan pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah. Kisah ini sangat dekat dengan perayaan Natal, kalau kita memerhatikan urut-urutan peristiwanya. Baiklah kita perhatikan kisah ini.

Kisah keluarga sederhana
Kisah mengenai Yesus dipersembahkan adalah kisah mengenai sebuah keluarga sederhana, Yusuf, Maria, dan Yesus. Mereka adalah umat yang sederhana dan saleh. Mereka melakukan apa yang diwajibkan oleh hukum, "semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Tuhan."
Maka mereka pergi dari kampung mereka ke Yerusalem untuk menyerahkan Yesus kepada Tuhan seperti yang termaktub dalam hukum tadi. Mentahirkan anak, berarti juga memberi kurban persembahan sesuai dengan tingkat kemampaun. Yusuf dan Maria bukanlah keluarga kaya raya, terlebih Yusuf. Mereka adalah orang sederhana maka mereka hanya mempersembahkan sepasang burung tekukur dan dua ekor anak burung merpati.
Ada kejadian menarik saat keluarga muda ini mempersembahkan anak mereka kepada Tuhan. Yaitu, mereka  berjumpa dengan 'keluarga' tua yang mempersembahkan hidup mereka sendiri kepada Tuhan. Mereka adalah Simeon dan Hana.
Simeon dikenal sebagai orang yang saleh. Hidupnya hanya dipersembahkan kepada Tuhan. Bahkan Roh Kudus berjanji kepadanya bahwa ia tidak akan  mati sebelum melihat Mesias. Hari itu ia 'diberitahu' bahwa Dia yang ia nantikan sedang dibawa oleh orangtuanya ke Bait Allah. Maka ia pun pergi ke sana.
Ketika Yusuf dan Maria masuk ke Bait Allah, Simeon segera menyambut mereka dan mengambil Yesus. Ia menatang Yesus dan berkata, "Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi pernyataan bagi-bangsa-bangsa lain dan ke menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel."
Tentu saja Yusuf dan Maria heran dengan apa yang dikatakan oleh Simeon, tetapi mereka diam dan menyimpan semua peristiwa itu di dalam hati mereka. Simeon kemudian memberkati mereka dan berkata kepada Maria, "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan, dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang."
Sekali lagi, pernyataan Simeon ini tidak mampu mereka pahami. Mereka hanya diam, menerima segala nubuatan itu dan menyimpannya di dalam hati. Lalu di Bait Suci itu juga ada Hana, seorang wanita saleh. Dia anaknya Pak Fanuel dari suku Asyer. Umurnya sudah delapan puluh tahun. Ia seorang janda, pernah menikah 7 tahun lamanya. Setelah suaminya meninggal, dia menghabiskan hidupnya di Bait Allah. Ketika Yesus dipersembahkan oleh orangtuanya di Bait Allah, tentu saja dia ada di sana. Dia berbicara banyak hal kepada orang-orang yang ada di sana mengenai Yesus.
Lalu setelah semuanya selesai, Yusuf dan Maria pulang ke rumahnya. Disebutkan bahwaYesus bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Tuhan ada pada-Nya.

Kisah ini sungguh kisah keluarga (orang-orang) sederhana yang merindukan Tuhan. Yusuf dan Maria adalah keluarga sederhana yang berpegang kepada hukum Tuhan. Simeon dan Hana juga orang sederhana yang ingin terus berjalan di hadirat Tuhan. Kedatangan Yusuf dan Maria ke Bait Allah menjadi sebuah penanda bahwa 'era baru' telah lahir. Yang tua, Simeon dan Hana, digantikan oleh yang muda, Yusuf dan Maria. Dan sekarang, semangat yang sama diberikan kepada kita yang mendengarkan/membaca kisah ini.

Harapan dan bukan keinginan
Apakah bedanya harapan dan keinginan? Pertanyaan ini perlu saya ungkap di sini untuk mengerti sedikit misteri yang terkadandung dari perayaan ini. Unsur pengharapan sangat kuat dalam peristiwa ini. Simeon diberi pengharapan. Yesus menjadi pengharapan bagi banyak orang, dll. Mari kita lihat sejenak.
Keinginan (wish) biasanya lebih berkaitan dengan benda atau peristiwa. Baiklah kita lihat contoh. Saya menginginkan bahwa cuaca segera berubah, saya menginginkan hadiah pada hari ulang tahun, saya menginginkan perang usai dan damai segera terwujud, saya menginginkan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, saya menginginkan pasangan hidup yang cantik/gagah/menarik/seksi... . Jika seluruh keinginan itu terwujud maka saya akan bahagia.
Harapan bukanlah seperti itu. Harapan itu berakar kepada hubungan yang erat dengan Tuhan. Dia tidak berkaitan dengan sesuatu yang bersifat kebendaan tetapi lebih dalam dari itu. Jika keinginan berkaitan dengan kebahagiaan (wish-happy), harapan berkaitan dengan sukacita (hope-joy). Harapan ini hanya bisa digantungkan kepada Tuhan. Maka meskipun seseorang tidak memperoleh apa yang dia inginkan, bahkan hidupnya mungkin tidak bahagia (unhappy) tetapi dia tidak kehilangan suka-cita (joy). 
Seperti saya katakan, pengharapan hanya terwujud dari relasi yang akrab dengan Tuhan. Simeon dan Hana memiliki harapan yang kuat dan mereka pada akhirnya melihat apa yang diharapkan. Yusuf dan Maria adalah peribadi-peribadi sederhana yang memangku harapan itu. Pertanyaan sederhananya adalah, apakah kita juga memiliki dan hanya mau berharap kepada Tuhan?

Hidup yang dipersembahkan
Pertanyaan mengenai pengharapan berkaitan dengan apa yang penting dan sungguh berarti bagi hidup kita. Mari kita lihat lebih jauh, kita jujur terhadap diri kita sendiri. Apakah pekerjaan yang sangat penting bagi hidup kita melebihi yang lain, melebihi keluarga dan bahkan Tuhan? Atau berkumpul bersama teman begitu penting bagi hidup kita melebihi yang lain? Atau tersalurnya nafsu menjadi begitu penting bagi kita? Kita sendiri yang tahu.
Hari ini kita diingatkan untuk menempatkan Tuhan sebagai yang terpenting dalam hidup kita. Bahkan kita diajak mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan (consecrated life). Mungkin selama ini kita berpikir bahwa orang-orang yang mempersembahkan hidup kepada Tuhan hanyalah para religius. Mereka yang tidak menikah dan hanya mau hidup untuk Tuhan. 
Memang tidak salah, dan memang itu seharusnya. Mereka yang telah memberikan diri sepenuhnya bagi Tuhan selayaknyalah hidup seperti yang seharusnya. Tetapi panggilan untuk mempersembahkan hidup bagi Tuhan juga ditawarkan bagi kita semua, menikah tidak menikah, masuk biara atau berumahtangga.
Seperti saya singgung, kalau memang sudah memilih hidup membiara, ya sudah jelas, hidup mereka memang hanya dipersembahkan kepada Tuhan. Selayknyalah mereka hidup seperti seharusnya. Bagaimana dengan yang berkeluarga? Bagaimana mereka bisa mempersembahkan hidup mereka kepada Tuhan? Apakah mereka harus hidup seperti biarawan/biarawati? Tentu saja tidak, mereka memiliki penggilan dan corak hidup yang berbeda. Hanya saja ada satu hal yang sama, yaitu menjadi saksi akan kehadiran Tuhan.
Simeon, Han, Yusuf, dan Maria, mereka adalah contoh orang-orang yang memberikan hidup mereka kepada Tuhan. Simeon dan Hana memang sudah hidup sendirian, tetapi Yusuf dan Maria jelas masih terikat dalam pernikahan. Namun mereka tidakkehilangan kesempatan untuk menjadi saksi bagi Tuhan. Itulah yang bisa kita lakukan jika kita yang berkeluarga jika hendak mempersembahkan hidup seutuhnya bagi Tuhan.
Hal sederhana adalah setia kepada pasangan dan tidak melirik pasangan orang lain. Menjadikan Tuhan sebagai pusat keluarga, bukan hanya sebagai pajangan. Membangun keluarga dengan berdasarkan kepada Sabda Tuhan. Bersama-sama menjalin kedekatan kepada Tuhan, semisal berdoa bersama dalam keluarga, pergi ke Gereja bersama, bahkan jika dimungkinkan membaca Kitab Suci bersama-sama dan mencoba meresapkan isinya. Mungkin agak sulit, tetapi bisa dicoba. 
Itu semua urusan ke dalam, bagaimana urusan keluar? Dalam pekerjaan, dalam berelasi dengan orang lain? Sama saja. Dalam pekerjaan juga hanya berdasar kepada Tuhan. Tidak menipu dan melakukan yang tidak dikehendaki oleh Tuhan. Tidak membalas yang jahat dengan yang jahat, bahkan berani mendoakan orang yang menyakiti. Itu adalah gambaran mempersembahkan hidup bagi Tuhan, berani menjadi saksi bagi Tuhan.
Mungkin kita merasa berat, tetapi kita bisa meneladan pribadi-pribadi yang hari ini kita dengarkan. Simeon, Hana, Yusuf dan Maria. Mereka adalah orang-orang sederhana, mereka mempersembahkan hidup mereka kepada Tuhan. Mereka hanya menggantungkan harapan pada Tuhan, karena hanya itu yang abadi. Harta benda bisa hilang. Bencana bisa memporak-porandakan seluruh aspek kehidupan. Keluarga sakit, keluarga tidak rukun, semua bisa terjadi dan hidup bisa tidak bahagia karenanya. Tetapi jika kita memiliki harapan akan Tuhan, bukan sekadar keinginan, kita tidak akan kehilangan suka-cita. Kalau kita hanya memiliki keinginan (wish), maka ujungnya adalah ketidakbahagiaan (unhappy). Tetapi kalau kita berani meletakkan harapan (hope) pada Tuhan, kita tidak akan kehilangan suka-cita (joy).
Selamat merayakan psta Yesus dipersembahkan, selamat mempersembahkan hidup bagi Tuhan.

Hong Kong, 2 Februari 2014

Comments

Unknown said…
sungguh renungaan yg luar biasa

Popular Posts