Aneka Model Orang Mengaku Dosa, Encounter the Cross, day 28
40 Days Lenten Journey
Oh iya, sebelum berburuk sangka,
saya tidak akan membongkar rahasia pengakuan dosa. Tidak sama sekali, karena
kerahasiaan pengakuan dosa itu dijaga ketat. Kalau saya sampai membocorkan,
hmmm saya berdosa besar. Lalu tentang apakah catatan ini? Lebih kepada gaya dan
model orang-orang yang biasa datang ruang pengakuan dosa.
Hmmm, sebelum diprotes lagi, catatan
ini hanyalah hasil dari mendegarkan pengakuan dosa selama setiap hari selama
kurang lebih setahun. Umat paroki di mana saya bekerja ini rupanya mendapatkan
pendidikan katekese yang bagus. Buktinya, ruang pengakuan selalu ramai
dikunjungi umat. Setiap hari, setiap sebelum misa, selalu ada umat yang datang.
Maka dibuatlah jadwal tetap. Dari situlah saya bisa menemukan model dan gaya
orang mengaku dosa.
Pertama, model berbunga-bunga
Jangan dianggap model ini adalah
model memberi bunga pastornya agar luluh hatinya. Bukan! Mereka ini yang biasa
menggunakan kata-kata ‘indah’ untuk menutupi dosanya. Saya beri contoh saja
agar lebih paham.
“Pastor, saya ini orang yang sangat
berdosa. Saya mohon pengampunan dari pastor. Saya sungguh tidak layak lagi
disebut anak Bapa, anak Tuhan. Saya malu sekali, Pastor. Saya malu dan merasa
tidak pantas. Saya sungguh orang yang sangat berdosa. Dosa saya berat sekali,
sehingga malu sekali mengatakannya.”
Apakah kalian menemukan dosa orang
tersebut? Kalau bisa menemukannya, pasti Anda hebat sekali. Dengan kata-kata
panjang penuh kesenduan, model yang ini tidak mengutarakan dosa-dosanya. Kepada
mereka biasanya saya akan bertanya, “apa yang kamu lakukan?” Tetapi masih ada
yang suka ngeles, “Pastor, saya melukai hati Tuhan dengan berbuat banyak dosa. Saya
melanggar perintah-perintah-Nya. Banyak sekali perintah yang saya langgar.” LHA
DOSANYA APAAAAA…….. HUH!
Kedua, model amnesia
Model-model ini biasanya datang dari
orang-orang yang sudah lamaaaa sekali tidak mengaku dosa. Misalnya, ini hanya
misalnya lho ya, “Pastor, terakhir kali saya mengaku dosa saya sudah lupa, lama
sekali, lebih dari lima tahun yang lalu. Dosa-dosa saya adalah, hmmm apa ya,
lupa. Hmmm, berbohong itu dosa apa nggak ya, Pastor? Hmmm, lupa Pastor, maukah
Pastor mengampuni saya?”
Jiah! Sudah lama tidak mengaku dosa,
kemudian lupa akan segala dosa-dosanya. Bahkan lupa kalau berbohong juga dosa. Tetapi
mengapa hal ini bisa terjadi? Ini analisa saya, mereka itu tidak bisa lagi
membedakan mana perbuatan dosa dan mana yang tidak. Sangking terlalu lamanya
tidak mengaku dosa, suara hati mereka sudah teredam secara penuh dengan aneka
jelaga.
Itu seperti kaca semprong penutup
lampu minyak yang lama tidak dibersihkan. Kebeningannya hilang, yang tersisa
hanya warna hitam sehingga cahaya dari dalam tidak mampu menembus keluar. Model
yang seperti ini banyak sekali.
Ketiga, model pengamat
Saya menamainya model pengamat. Mungkin
kurang tepat juga. Nanti setelah Anda membaca penjelasan saya, silahkan memberi
nama sendiri akan model ini. Jadi begini, model yang ini di ruang pengakuan
dosa mereka menceritakan kodisi orang lain. Entah suaminya, istrinya,
tetangganya, pastornya, pokoknya siapa saja yang ada di sekitarnya. Lalu mereka
bertanya, “kalau seperti itu bagaimana?” ini seperti jebakan betmen.
Saya sih berusaha tidak terpancing
dengan arah cerita, dengan bertanya, “mengenai dosa orang lain, biarlah menjadi
urusan orang lain, mari kita kembali kepada diri kita sendiri.”
Melihat cukup banyaknya model yang
seperti ini, saya menarik kesimpulan yang berasal dari teori lama, “kuman di
seberang lautan kelihatan tetapi gajah di pelupuk mata sendiri tidan kelihatan.”
Keempat, model Santo-santa
Sebelum menjelaskan, saya harus
meminta maaf, ini bukan mengejek. Tapi sudahlah nanti Anda nilai sendiri.
Jadiii, mereka ini adalah orang-orang yang hampir setiap hari mengaku dosa. Meskipun
demikian dosanya buanyak banget.
Contoh, ini cuman contoh yaaa, “Pastor,
pengakuan saya yang terakhir kali tiga hari yang lalu. Dosa-dosa saya adalah, berbohong
lima kali, marah-marah sembilan kali, ehem-ehem tiga kali, aha-ihi enam kali,….”
Saya pernah iseng bertanya, “ini
semua dosa Anda selama tiga hari?”
Tentu saja yang saya tanya menjawab,
“Iya!”.
Ya sudah tidak perlu dibahas, hanya
perlu diberi penitensi dan pengampunan.
Terakhir, kalian model yang mana?
Sebenarnya masih ada model-model
yang lain, tetapi cukuplah yang di atas tersebut. Yang jauh lebih penting
adalah, kita sendiri termasuk yang mana?
Tetapi apapun modelnya, yang penting
adalah “pertobatan” dan kehendak untuk menjadi lebih baik. Karena tanpa
kehendak untuk menjadi lebih baik melalui sikap tobat, pengakuan dosa yang
dilakukan setiap haripun menjadi kurang bermakna. Bahkan bisa disebut abuse sakramen
rekonsiliasi. Dasarnya adalah kata-kata Yesus, “pergilah, jangan berbuat dosa
lagi!”
Salam
Hong Kong, 28 Maret 2017
Comments