Fasting, Encounter the Cross, day 3

40 Days Lenten Journey


Puasa. Hal yang tidak aneh bagi kebanyakan dari kita. Teman saya suka berpuasa Senin dan Kamis. Padahal badannya kecil seuprit. Makin langsinglah dia. Atau pastor paroki saya yang hanya makan roti setiap hari Rabu dan Jumat. Katanya menuruti anjuran Bunda Maria dalam penampakan di Medjugorje (baca:meju-goria). Karena saya terus-terusan ditanya soal puasa ala karmel, maka saya pun ikut cuman makan roti di hari Jumat.
Tetapi pentanyaannya adalah, untuk apa sih berpuasa? Mengapa harus berpuasa? Kalau seseorang berpuasa karena alasan kesehatan, itu sangat bisa dimengerti. Berpuasa sebelum periksa darah. Lha puasa dalam kaitan dengan hidup relijius itu apa maknanya?

Saya bisa menjawab dengan Bahasa yang tinggi dan indah sekali, namun amat sulit dipahami. Misalnya, puasa adalah membuka hati dan budi yang begitu lebar agar Allah memiliki lebih banyak tempat untuk berkarya dalam hidup kita. Halah. Sudah panjang dan tidak indah, juga susah ditelaah.

Banyak orang berpuasa karena memiliki permohonan, memiliki intensi khusus. Mereka berpuasa agar Allah mengabulkan permintaan mereka. Puasa dipakai sebagai alat sogok, alat suap bagi Allah agar berkenan mengabulkan permohonan kita. Atau ada yang berpuasa demi kekuatan. Mereka yang mengasah ilmu kebatinan ingin menguatkan daya batin mereka dengan puasa. Ini semua bukanlah puasa seperti yang diperkenankan oleh Yesus sendiri.

Waktu itu murid-murid Yohanes komplen kepada Yesus. Kok mereka dan murid-murid dari perguruan kaum Parisi itu (rajin) berpuasa, sedangkan murid-muridnya Yesus itu enak-enakan makan dan minum. Yesus menjawabnya dengan sebuah perumpamaan.
Selama masih dalam suasana pesta pernikahan, hendaknya jangan berpuasa. Tetapi akan datang waktu berpuasa, yakni ketika Sang Mempelai diambil dari mereka. Saat itulah mereka mesti berpuasa. Naaahhhhh, ini artinya apaaaa……

Pertama, relasi antara manusia dengan Allah itu seumpama relasi kasih suami-istri. Allah sebagai suami dan kita adalah istri-Nya. Kalau suami istri sedang hidup bersama, apakah yang perlu disedihkan dan diharapkan? Tidak ada. Namun ketika pasangan itu terpisah, ada yang diharapkan. Yaitu persatuan.
Sekarang posisinya adalah antara mempelai perempuan dan mempelai laki-laki sedang terpisah. Dan puasa adalah sebuah ungkapan kerinduan tak terbatas akan Sang Kekasih, Mempelai sejati. Puasa bukan sekadar menghindari makanan dan minuman. Bukan sekadar menahan segala hawa nafsu. Namun memupuk kerinduan yang tak berkesudahan akan persatuan dengan Sang Mempelai.
Puasa adalah kesempatan untuk hanya merindukan Dia, seperti mempelai yang rindu dendam akan kekasihnya. Santa Theresia mencatat, “Kekasihku, tetapi mengapakah hasrat hatiku begitu besar untuk mengetahui rahasia Cinta-Mu? Hal ini bukan Dia sendiri yang mengajariku hal ini, dan Dia tidak  melakukannya kepada yang lain. Ya, aku tahu itu. Dan untuk itu aku sangat mengharapkan dengan sungguh agar Dia berkenan beristirahat di atas segenap jiwa-jiwa yang kecil. Aku sungguh meminta agar Dia memilih, di dunia ini, jiwa-jiwa yang terluka karena Cinta-Nya.” (The Story, XI, “A Canticle of Love”)  

Kedua, puasa adalah sarana ampuh untuk mengeluarkan manusia dari kekangan kenikmatan diri. Kok mbulet tho kalimat saya. Maksudnya begini, manusia itu perlu keluar dari zona nyaman yang telah dia bangun sekian lama. Kenyamanan yang mudah di dapatkan adalah dari makanan. Maka mengurnagi makanan akan membantu kita keluar dari rasa nyaman itu. Tidak makan bukan karena tidak ada makanan, tetapi memilih tidak menyantapnya walaupun ada.
Akan menjadi lebih baik kalau makanan yang tersedia tersebut dibagikan kepada yang kurang mampu. Ada banyak kok teman-teman di sekitar yang masih kesulitan makan. Di sekitar paroki saya, yang terkenal sebagai daerah elite itu, ada juga orang miskin. Terkadang, kalau pikiran saya sedang jernih, kalau saya keluar rumah selalu membawa roti. Tujuannya kalau bertemu bisa saya bagikan kepadanya, karena dia suka mengorek-orek tempat sampah untuk mencari makan.
Berbagi kasih dengan sesama ini mejadi penanda yang istimewa dari tindakan membuka hati yang kian lebar bagi Allah. Seperti yang saya catat pada hari pertama perjalanan, tindakan amal kasih kepada sesama adalah salahs atu bukti dari betapa kayanya kita. Berbagi dengan saudara-saudara Yesus yang miskin dan papa.

Salam
Hong Kong, 3 Maret 2017

Comments

Popular Posts