The Action, Encounter the Cross, day 14
40 days Lenten Journey
Kita mungkin mengenal istilah NATO. No action,
talk only. Menggambarkan orang yang kebanyakan ngomong, kebanyakan teori tetapi
tidak berbuat apa-apa. Lalu muncul istilah, do
more, talk less. Sebagai respon agak seseorang lebih banyak bekerja
dibandingkan berbicara.
Berbicara dan bertindak adalah dua hal yang
kerap diperbandingkan. Orang yang banyak bicara, akan dilihat juga apakah
tindakannya selaras dengan ucapannya. Maka orang Hong Kong memiliki pepatah luising daai, yudim siu. Artinya,
petirnya saja menggelegar tetapi hujannya hanya setetes. Tentu orang kecewa
kalau mendapati hanya hujan gerimis padahal mendung pekat dan petir berkilat-kilat.
Di tempat lain ada ungkapan action speaks
louder than word. Tindakan itu lebih keras suaranya dari pada omongan. Orang
Hong Kong menyebutnya sangaau singyu
yingaau. Artinya sama, mengajar dengan teladan itu jauh lebih baik dari
sekadar mengajar dengan kata-kata.
Masih ada ungkapan lain. Kali ini dari kampong saya
di Jawa. Gajah diblangkoni, iso khotbah
ora iso nglakoni. Gajah dipakein blangkon, bisa khotbah nggak bisa
menjalankan. Ungkapan itu ditujukan kepada para pengkhotbah, seperti saya, yang
hanya bisa berbicara muluk-muluk, tetapi tidak bisa menjalankan apa yang
dikhotbahkan sendiri. Tentu ini menjadi problem si pengkhotbah, bukan problem pendengar.
Bagi pendengar, yang dibutuhkan adalah nasihatnya. Sepadan dengan yang
dipesankan oleh Yesus mengenai orang-orang Farisi, “dengarkan
nasihatnya/ajarannya, jangan ikuti tindakannya.”
Tentu saja yang ideal adalah tindakan kita selaras
dengan perkataan. Bisa berkhotbah ya diharapkan bisa memberi teladan yang
searah. Kalau seseorang bisa menasehati ya diharapkan dia bisa juga menjalani. Semua
seiring sejalan, sepadan seirama.
Orang yang bisa mengajar dan juga bisa
menasehati, tentu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Kalau kemudian
tindakannya tidak sepadan dengan apa yang disampaikan, tentu persoalannya bukan
terletak pada ketidak tahuan. Tetapi kepada niat baik. Persoalannya terletak
pada kehendak yang lemah untuk melakukan apa yang sudah dia ketahui. Contohnya saya
sendiri. Sudah tahu kalau bangun sebelum jam 5 pagi itu bagus untuk kesehatan. Nyatanya
saya hampir tidak pernah bangun sebelum jam 5 pagi. Rupanya kehendak saya yang
lemah. Contoh lain bisa ditambahkan sendiri.
Bagaimanakah caranya agar kehendak kita menjadi
kuat? Mari kita bersama-sama belajar dari Yesus. Di awal masa Pra Paskah ini,
Yesus memberi kita 3 metode untuk menjalani 40 hari peziarahan iman ini. Tiga metode
itu adalah doa, puasa dan amal kasih. Ketiganya dilakukan bersama-sama dalam
keheningan, dalam kerahasiaan.
Dalam doa kita mengingat bahwa kekuatan kita
hanya terletak di dalam Allah semata. Kita memohon diberi karunia tersebut. Dalamn
puasa kita dibantu untuk keluar dari kenyamanan diri sendiri dan kembali dekat
dengan apa yang dikehendaki Allah. Sedangkan dengan amal kasih, kita disadarkan
kembali bahwa kita ini satu keluarga dengan Allah, dengan Yesus. Dan Yesus ada
di antara orang-orang miskin itu.
Lebih lanjut lagi, bagaimanakah 3 metode itu
mampu menguatkan kehendak yang lemah? Pertama, tiga metode ini diberikan bukan
untuk dipahami semata, tetapi untuk dijalani. Kita akan menemukan kekuatan kita
pada Allah, kalau memang dari hari ke hari kita mentautkan diri hanya
kepada-Nya. Juga dengan puasa. Kalau kita sungguh menjalani, kita akan ditarik
secara perhalan keluar dari cangkang kenikmatan dan kenyamanan kita. Pelukan erat
kenyamanan itulah yang menghambat kehendak bertumbuh dengan sehat. Dan amal
kasih itu membantu kita membersihkan racun-racun yang menghambat perkembangan
sel-sel baik dalam hidup.
Sekali lagi, kita sudah mengetahui ajaran yang
baik ini. Sudah memahami dengan sangat baik. Sudah tiba saatnya menjalankan apa
yang kita tahu baik dan berguna ini. Jangan sampai kita dikatakan “seperti anjing yang hanya bisa menyalak, tetapi tidak
menggigit!” duh sakit!
Sebelum mengakhiri, mari kita bermazmur.
Bukan karena korban
sembelihanmu Aku menghukum engkau;
bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku?
Tidak usah Aku
mengambil lembu dari rumahmu
atau kambing jantan dari kandangmu,
"Apakah
urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku,
dan menyebut-nyebut perjanjian-Ku dengan mulutmu,
padahal engkaulah
yang membenci teguran,
dan mengesampingkan firman-Ku?
Itulah yang engkau
lakukan, tetapi Aku berdiam diri;
engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau.
Aku akan menghukum engkau dan membawa perkara ini ke hadapanmu.
Siapa yang
mempersembahkan syukur sebagai korban,
ia memuliakan Aku;
siapa yang jujur
jalannya,
keselamatan yang
dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya."
(Mazmur 50: 8-9, 16bc-17, 21 dan 23)
salam
Hong Kong, 14 Maret 2017
Comments