Choose and Choosing, Encounter the Cross, day 15-18
40 Days Lenten Journey
Pilihan-pilihan….
Sahabat, pertama-tama saya mesti meminta maaf
bahwa perjalanan pra paskah ini memang cukup melelahkan. Sehingga selama beberapa
hari ini saya tidak membuat catatan harian. Ada sesuatu hal yang mengharuskan
saya tidak bersentuhan dengan laptop maka tidak mungkin membuat catatan. Nah, sebagai
gantinya saya membuat catatan rangkap untuk beberapa hari. Yahhh, dari pada
tidak sama sekali. Nanti kalau “kesaktian” saya sudah pulih kembali, mungkin
akan mampu membuat catatan harian lagi. Kali ini saya memilih tema
PILAHAN-PILIHAN sebagai benang merah permenungan.
Rasanya sudah sangat biasa dikatakan bahwa bagi
manusia, memilih itu adalah suatu keniscayaan. Sejak bangun dari tidur hingga
kembali tidur, manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan. Satu pilihan menuntun
kepada pilihan yang lain. Bahkan seandaianya mengulang pilihan-pilihan yang
lain, juga akan membawa kepada pilihan yang lain. Singkatnya, pilihan itu mesti
diambil dan konsekuensi dari pilihan haruslah dihadapid an dijalani.
Terkadang pilihan tidak memberi kita kesempatan
untuk berpikir secara masak-masak. Pilihan itu harus diambil saat itu juga,
atau kita akan tertimpa banyak masalah. Ada juga pilihan yang didasarkan kepada
angapan-anggapan yang kenyataannya belum diketahui. Ada banyak sekali. Tetapi
baiklah kita belajar dari empat cerita yang sudah sangat terkenal, yang akan
saya coba bagikan.
Pertama cerita dari tentang
Bu Zebedeus.
Cerita mengenai keluarga Zebedeus kita
dengarkan pada tanggal 15 Maret yang lalu. Bu Zebedeus ini memiliki perusahaan
ikan milik keluarga. Tentu saja pengelola utamanya adalah suaminya dan dibantu
dua anak laki-lakinya yang ganteng-ganteng. Sebenarnya kegantengan mereka tidak
ada hubungannya dengan usaha perikanan miliknya, juga tidak ada hubungannya
dengan tulisan ini. Tetapi nggak apa-apa saya singgung. Dari pada tidak ada
yang menyinggung soal ini. Juga ada beberapa karyawan.
Nah kedua anaknya ini sudah lama meninggalkan
pekerjaan di perusahaan perikanan milik keluarganmya. Sebabnya satu, mereka diajak
oleh Pemuda dari Nazareth. Pemuda itu menjanjikan akan menjadikan mereka
penjala manusia. Dan dari kabar yang tersiar, termasuk yang dilihatnya sendiri,
Pemuda itu memang luar biasa. Banyak kejadian istimewa yang mengiringinya.
Kebetulan rombongan mereka yang akan ke
Yerusalem cukup dekat dengan tempat tinggalnya. Maka kesempatan itu dipakai
oleh Bu Zebedeus untuk bertemu dengan Pemuda yang mengajak kedua puteranya. Ada
uneg-uneg yang hendak disampaikannya. Uneg-uneg seorang ibu yang mencintai anak-anaknya.
Seorang ibu yang ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Dia sudah lama menimbang-nimbang niat itu. Malu
juga rasanya, karena anak-anaknya sudah beranjak dewasa, sudah bisa menentukan
diri mereka sendiri, kok ibunya datang untuk urusan mereka. Ada sebersit rasa
malu. Tetapi rasa itu ditekannya tatkala ada kesempatan berjumpa dengan Pemuda
yang kabarnya putera dan Maria dari Nazareth.
“Apa yang kamu minta?” Tanya Pemuda itu ketika
Bu Zebedeus menemuinya.
“Izinkanlah anak-anakku kelak duduk di sisi
kanan dan kirimu.”
“apakah mereka sanggung meminum piala yang akan
kuminum?”
“Ohh mereka pasti sanggup…”
Ada keinginan bahwa anak-anaknya akan berada di
sisi kanan dan kiri pusat kuasa. Dia telah melihat bagaimana Pemuda ini banyak
melakukan hal luar biasa besar. Alangkah bahagianya dia kalau melihat
anak-anaknya berada di dekat Pemuda itu, selamanya. Tetapi sejatinya Bu
Zebedeus kurang memahami atau bahkan tidak memahami dengan benar apa yang dia
inginkan. Dia tidak mengetahui “pusat kekuasaan” seperti apa yang dimiliki oleh
Pemuda dari Nazareth itu.
“Anak-anakmu memang akan meminum dari piala
yang akan aku minum, tetapi perihal duduk di sisi kanan atau kiriku, bukan aku
yang menentukannya. Bapakkulah yang menentukannya. Itu akan diberikan kepada mereka
yang pantas.”
Kedua, mengenai
Lazarus dan orang kaya
Perjalanan pada hari ke-16, kita disuguhi
cerita mengenai Lazarus dan orang kaya. Lazarus ini pengemis miskin yang
kakinya penuh borok. Dia duduk di depan rumah orang kaya yangh setiap hari
melimpah makan minum. Lazarus hanya kepengen makan dari sisa-sisa makanan,
tetapi tidak diberi, bahkan anjing-anjing orang kaya itu dikeliuarkan dan
menjilati borok-borok Lazarus.
Singkat cerita, matilah Lazarus. Jiwanya dibawa
malaikat-malaikat ke tempat yang maha tinggi. Di sana penuh dengan keindahan.
Dan yang pasti, Lazarus sudah tidak boroken lagi. Dan dia dipangku oleh
Abraham, Bapa leluhurnya.
Ehhh, orang kaya itu juga mati. Tetapi dia
masuk ke tempat yang maha rendah. Di sana panas dan mengerikan. Anehnya, meski
tempatnya maha rendah dan Lazarus berada di tempat maha tinggi, mereka masih
bisa berkomunikasi. Orang kaya itu meminta agar Lazarus sudi mencelupkan
jarinya ke air dan meneteskan padanya. Tetapi permintaan itu ditolak oleh
Abraham.
Sebenarnya agak aneh. Bagaimana mungkin tetes
air itu bisa melegakan deru panas yang menyergahnya. Tetapi ini sebuah gambaran
betapa menderitanya berada di tempat yang maha rendah itu, yang teramat panas
dan mengerikan.
Kemudian orang kaya itu meminta agar Lazarus
sudi menemui saudara-saudaranya dan mengingatkan mereka agar tidak salah dalam
memilih pilihan-pilihan hidup. Jangan sampai mereka masuk ke tempat di mana dia
sekarang berada. Permintaan inipun tidak dikabulkan oleh Abraham. Mengapa?
Karena mereka sudah memiliki segala Kitab dan ajaran Nabi. Kalua mereka tidak
mendengarkan ajaran-ajaran Kitab itu, mereka juga tidak akan mendengarkan
nasihat orang yang datang dari alam maut.
Cerita sederhana yang mengingatkan kita, jangan
salah pilih, jangan salah melangkah. Sekali salah memilih jalan, semuanya akan
berujung kepada penyesalan.
Ketiga, cerita
mengenai para penggapap ladang
Kisah mengenai para penggarap kebun anggur
disajikan pada hari ke-17. Cerita yang agak ironis. Ada seorang pemilik lahan,
katakanlah tuan tanah. Dia merencanakan untuk bepergian. Maka disewakanlah kebun
anggurnya kepada para penyewa. Anehnya, dia menetap di tanah asing.
Nah, ketika musim panen tiba, si tuan menyuruh
ajudannya untuk menagih hasil sewa. Bukannya memberikan hasil sewa, para
penyewa dan penggarap itu malah menganiaya para utusan si tuan tanah. Demikian terus
dilakukan. Mereka memilih untuk tidak memberikan hak yang harusnya diberikan
kepada tuan tanah itu.
Pada akhirnya, tuan tanah menyuruh anaknya
sendiri. Harapannya, kalau anaknya yang dikirim, pasti ada rasa sungkan dari
para penggarap itu. Bukannya sungkan, mereka malah makin ganas menganiaya anak
si tuan tanah tersebut. Mereka berpikir bahwa kalau mereka membunuh pewaris
tanah, tanah dan ladang itu akan bisa mereka kuasai.
Tentu saja tuan tanah marah. Dia akan menyuruh
pasukan untuk membasmi para penggarap yang tidak tahu diri itu. Siapa menanam angina
akan menuai badai. Pilihan salah yang dibuat para penggarap kebun anggur itu
akan mendatangkan bencana dalam hidup mereka.
Saya pernah membuat catatan untuk kisah ini dengan judul "ngelunjak", cari saja di arsip pasti nemu.
Saya pernah membuat catatan untuk kisah ini dengan judul "ngelunjak", cari saja di arsip pasti nemu.
Keempat, cerita anak
bungsu dan anak sulung
Cerita anak yang hilang sudah sangat terkenal,
bahkan di kalangan bukan katolik. Kisah anak yang dicap tidak tahu diri,
meminta jatah warisan ketika ayahnya masih sehat. Tidak sampai di situ, dia
menjual seluruh harta warisannya dan pergi ke luar negri. Di sana dia
berfoya-foya. Akhirnya dia jatuh dalam kemiskinan yang amat sangat. Bahkan
kehidupan para karyawan di rumah orangtuanya jauh lebih baik dibandingkan
kehidupannya sendiri. Dalam situasi itu dia memutuskan untuk pulang. Dia
memilih untuk kembali.
Kita tahu, mendapati anaknya yang “mati” dan
“hidup” kembali, bapaknya membuat pesta. Menyembelih banyak binatang untuk
pesta. Mengenakan pakian yang indah dan pantas untuk anaknya yang telah hilang
dan kini balik lagi.
Tetapi kemeriahan pesta ini tidak dirasakan
oleh si sulung. Waktu itu dia bekerja di ladang. Dalam perjalanan pulang ke
rumah dia mendengar suara music bertalu-talu, dia curiga ada apa dan bertanya
kepada salah satu karyawan ayahnya. Mendengar penjelasan mengenai apa yang
terjadi, marahlah dia.
Si sulung merasa sudah sangat berbakti kepada
sang bapak. Tetapi seekor kambingpun tak pernah disembelih untuknya, untuk
bersuka cita dengan teman-temannya. Lha ini adiknya yang telah
menghambur-hamburkan segala hartanya, malah dipestakan. Si sulungpun tidak mau
mengakui adiknya sebagai “adik”. Dia menyebutnya sebagai “dia”. Bahkan ketika
dibujuk sang ayahpun si sulung ini tidak mau masuk rumah. Dia memilih keluar
dari rumah setelah adiknya yang hilang memilih untuk kembali.
Penutup
Seperti yang saya catat di pembukaan, manusia
tidak akan pernah lepas dari pilihan. Dia mesti memilih. Satu pilihan mengantarkannya
kepada pilihan-pilihan yang lain. Ketika seseorang memilih untuk tidak
memerhatikan sesamanya, ketika memilih untuk ngambeg, memilih untuk merebut apa
yang bukan haknya, dst, buahnya akan dipetik juga.
Pilihan sederhana di awal hari, jika itu benar,
buahnya akan manis. Pilihan salah di awal hari, meski itu kecil sekalipun,
kepahitan akan diterima, entah kapan.
salam
Comments