Preparing for Christmas, day 15!
Preparing for Christmas
Daily Meditation with St. Therese Lisieux
Day 15
3rd Advent Sunday
11 Desember 2016
Refleksi:
REJOICE, HEI LOK! GAUDETE!
Hari ini, seingat saya kedua kalinya saya mengenakan kasula dengan
warna yang sangat mencolok. Saya kesulitan menerjemahkan jenis warnanya. Kalau
dalam bahasa Inggris disebut “rose colour”, warna mawar. Sedikit merah muda,
tetapi bukan pink.
Tentu bukan tanpa maksud mengenakan kasula warna yang sedemikian
mencolok ini. Saya mengenakannya karena hari Minggu ini adalah minggu suka
cita, minggu kegembiraan. Gerja mengundang untuk bersukacita. Bersukacilah
senantiasa. Maka bukan hanya pakaian imam yang berbeda dengan biasanya, tetapi
juga warna lilin juga berbeda. Tidak lagi ungu, tetapi sedikit cerah, warna
mawar, sedikit merah muda. Cerah. Gembira.
Tentu kita bertanya-tanya, mengapa sih Gereja sampai repot-repot
mengingatkan kita untuk bergembira? Lalu bagaimana harus bergembira kalau
situasinya tidak memungkinkan?
Baiklah kita tengok keadaan di sekeliling kita, mulai yang terdekat
hingga yang terjauh. Mulai dari keluarga hingga situasi dunia. Bukankah masih
banyak intrik, masih banyak iri dengki, kejahatan, terror, bencana, dan masih
banyak lagi. Bagaimana bisa merayakan sukacita kalau kondisi sekitar masih
seperti ini?
Mari kita lihat satu persatu dengan lebih detail.
Kegembiraan yang dirayakan bukan karena tidak ada lagi persoalan,
tidak ada lagi derita. Kegembiraan yang dirayakan ini karena melihat akan
segera datang sumber sukacita abadi. Hari Raya Natal sudah semakin dekat,
kelahiran Yesus Sang Juru Damai sudah hampir tiba, maka kegembiraan ini begitu
membuncah.
Perlu dicatat juga bahwa kedatangan Yesus itu bukan menghilangkan
seluruh derita begitu saja. Yesus datang untuk menunjukkan jalan yang bisa kita
lewati agar kita bisa tinggal dalam kebahagiaan abadi. Yakni tinggal bersama
Allah di Rumah Allah sendiri.
Kebahagiaan itu sementara ini bersifat HARAPAN. Bahwa segala derita
dan permasalahan akan berakhir seiring dengan datangnya Sang Kasih. Seperti
terbitnya matahari yang perlahan-lahan mengusir kegelapan. Karena kita percaya
Yesus itu matahari sejati. Maka dengan terbitnya Yesus akan melenyapkan
kepekatan malam.
Berikutnya, bagaimana merayakan suka cita itu dalam kehidupan
sehari-hari? Dalam rumah tangga, dalam lingkungan, juga dalam masyarakat.
Pertama, kita yang selama ini sudah menikmati manis dan indahnya
hidup bersama Sang Terang hendaknya mau berbagi. Sharing kasih dengan
pribadi-pribadi yang selama ini masih terus mencari “terang” dalam hidup
mereka. Sharing iman pertama-tama bukan dengan mengobral kata, tetapi dengan
sikap hidup.
Orang akan melihat secara gamblang apakah iman yang kita ikuti itu
sungguh kita hayati atau tidak, misalnya dalam menghadapi persoalan. Apakah
kita mudah patah, cepat marah dan terbakar amarah hanya karena persoalan murah?
Ataukah kita tetap tenang, senyum terkembang, meskipun ada badai menghantam?
Jika yang kedua yang terjadi, maka orang akan percaya dengan sharing kita. Kalau
yang pertama yang terjadi, orang akan mencibir.
Kedua, tak putus menjalin dan memperdalam relasi kasih dengan Sang
Kasih sendiri. Kemampuan kita dalam berbagi kasih didukung oleh segala
aktivitas kita dalam memperdalam kasih dengan Sang Kasih sendiri. Setiap hari. Kata
orang Hong Kong “Yut lei yut sam.”
Jika relasi dengan Sang Kasih itu makin mendalam, akan memberi
dampak kepada orang-orang yang ada di sekitar kita. merekalah yang akan
pertama-tama merakan buahnya. Bahkan tanpa perlu mengungkapkan, mereka akan
mampu merasakan.
Ketiga, bersuka cita itu juga berarti memberi ruang kepada Allah
untuk bertindak lebih, berbuat lebih. Seperti yang dicontohkan oleh Yohanes
Pembaptis, dia mengatakan bahwa biarlah Yesus makin besar dan dirinya makin
kecil. Itulah kebahagiaannya. Dan itu pula sukacita abadi kita, ketika bisa
memberi ruang yang makin besar bagi Tuhan untuk berkarya dalam kehidupan kita.
Terakhir, saya mengulang apa yang disampaikan oleh Gereja untuk kita
lakukan, “bersukacilah senantiasa, bersukacitalah! Karena Allahmu sudah dekat!”
Salam
Comments