Preparing for Christmas, day 28!
PREPARE HIM ROOM
Preparing for Christmas
Daily Meditation with St. Therese of Lisieux
Day 28
Saturday, 4th week of Advent
24th December (Morning)
Refleksi:
SILENCE
Pagi ini berbeda dengan pagi-pagi yang
lain. Keheningan menyelimuti hari. Bukan hanya kebisingan yang biasanya
menyeruak dari jalan tol di sebelah pastoran sedikit lega, tetapi rasa hati
begitu tenang.
Sudah tanggal 24 Desember. Biasanya
pikiran dan perasaan segera meloncat kepada perayaan meriah malam Natal, tetapi
melewatkan keheningan pagi. Dan dalam persiapan terakhir menyambut kelahiran
Yesus ini, kita diajak memuji Tuhan bersama Zakharia yang mengumandangkan madah
pujian. Kidung pujian yang selalu diulang oleh Gereja Kudus setiap pagi dalam
inadat-ibadat Gereja. Adalah sebuah ajakan untuk masuk ke dalam keheningan.
Maka satu pekikan pelan bisa kita lontarkan, “Tuhan bantulah kami menemukan-Mu
di dalam keheningan”.
Silence for Reflection
Selama 9 bulan lamanya Zakharia
‘dibungkam’ Allah. Dia tidak bisa berkomunikasi. Dia dibisukan. Bukan karena
kehendaknya sendiri ketika dia didorong masuk ke dalam alam hening.
Mungkin pada awalnya dia berontak.
Bertanya ini itu,mengapa begini mengapa begitu. Sampai akhirnya berhenti
berontak, menerima dan masuk ke dalam keheningan dan bermenung. Keheningan itu
membawanya ke alam refleksi.
Bahwa bencana yang dia alami niscaya
memiliki pesan yang harus dia temukan. Karena semua hal terjadi karena sebuah
sebab dan maksud. Tidak ada yang mengalir tanpa alasan. juga mengenai
kebisuannya yang tiba-tiba.
Tuhan memiliki rencana. Dalam
kebisingan dunia dan gemerlap pesonanya, rencana Tuhan itu kalah oleh silau
permata. Godaan dunia jauh lebih kuat. Hanya keheningan yang mampu
memunculkannya. Dengan menarik Zakharia kea lam hening, Allah ingin menunjukkan
rencana-Nya.
Seperti yang sudah-sudah. Kisah yang
tersaji ini haruslah menajdi cermin untuk berefleksi. Ketika saya bertanya
kepada diri sendiri, sejauh mana saya memberikan diri untuk masuk ke dalam alam
refleksi melalui keheningan diri, rupanya masih banyak yang harus diperbaiki.
Masuk ke dalam alam keheningan masih sulit sekali. meskipun itu bagian dari
identitas diri.
Keheningan untuk persatuan
Menyambung soal keheningan yang
membawa kepada pengertian akan kehendak Allah, maka keheningan akan mampu
menghantar kepada persatuan dengan Allah. Guru-guru doa tersohor, misalnya
Santa Teresa Avila dalam bukunya “Puri Batin” berkisah bahwa keheningan (dan
pertobatan) adalah kunci awal untuk masuk ke dalam puri.
Oh iya, Puri Batin itu adalah sebuah
kisah perjalanan jiwa yang ingin bersatu dengan Sang Kekasih, Sri Baginda, yang
berdiam di pusat puri, di ruang ketujuh. Untuk sampai ke sana, jiwa harus
melewati setiap ruang dimulai dari ruang pertama. Seperti yang saya sebutkan di
paragraph sebelumnya, kunci untuk memulai perjalanan memasuki puri adalah
keheningan dan pertobatan.
Keheningan adalah sarana mutlak. Tanpa
keheningan jiwa tidak akan bisa memulai perjalanan menuju persatuan dengan
Allah. keheningan membantu jiwa memahami petunjuk dengan lebih cermat dan
jelas. Keheningan adalah kunci yang tak bisa dielakkan.
Keheningan juga yang membawa jiwa
kepada keintiman relasi dengan Allah. Bagi Zakharia, dibungkam 9 bulan lamanya
tak ubahnya sebuah retret agung untuk hanya bersemuka dengan Allah. dari hari
ke hari dia belajar untuk mengenal dan memahami kehendak Allah. dari hari ke
hari dia belajar untuk merajut keintiman dengan Allah.
Maka demikianpun dengan saya. Kalau
saya ingin memiliki keintiman yang serupa maka harus mau mengendarai kendaraan
yang sama, yaitu keheningan.
Keheningan untuk Memuji
Saya tidak bisa menjelaskan dengan
sangat baik bagaimana seseorang yang sebelumnya mampu berbicara kemudian
tiba-tiba bisu selama 9 bulan lamanya. Saya membayangkan, pasti banyak stress
yang dialami. Namun seiring dengan waktu, seperti yang saya sampaikan di atas,
itu menjadi waktu retret panjang. Dalam retret panjang itu juga menjadi sarana
untuk menjalin keintiman dengan Allah. maka ketika dia bisa berbicara kembali,
yang terungkap adalah pujian kepada Allah.
Saya mengajak para saudara untuk ikut
memuji Allah bersama Zakharia.
Terpujilah Tuhan, Allah Israel,*
sebab Ia mengunjungi dan membebaskan umatNya.
Ia mengangkat bagi kita seorang penyelamat yang gagah perkasa,*
putera Daud, hambaNya.
Seperti dijanjikanNya dari sediakala,*
dengan perantaraan para nabiNya yang kudus.
Untuk menyelamatkan kita dari musuh-musuh kita,*
dan dari tangan semua lawan yang membenci kita.
Untuk menunjukkan rahmatNya kepada leluhur kita,*
dan mengindahkan perjanjianNya yang kudus.
Sebab Ia telah bersumpah kepada Abraham, bapa kita,*
akan membebaskan kita dari tangan musuh.
Agar kita dapat mengabdi kepadaNya tanpa takut,*
dan berlaku kudus dan jujur di hadapanNya seumur
hidup.
Dan engkau, anakku, akan disebut nabi Allah yang mahatinggi,*
sebab engkau akan mendahului Tuhan untuk
menyiapkan jalanNya.
Untuk menanamkan pengertian akan keselamatan dalam umatNya,*
berkat pengampunan dosa mereka.
Sebab Allah kita penuh rahmat dan belaskasihan,*
Ia mengunjungi kita laksana fajar cemerlang.
Untuk menyinari orang yang meringkuk dalam kegelapan maut,*
dan membimbing kita ke jalan damai sejahtera.
Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus,
seperti pada permulaan sekarang selalu dan
sepanjang segala abad. Amin
Penutup
Kisah mengenai Zakharia ini menyadarkan saya bahwa tak perlulah menunggu
dibisukan untuk bersedia menerima kehendak Allah. seperti yang saya uraikan
kemarin, kemauan untuk berkata YES kepada kehendak Allah adalah sebuah upaya
hidup beriman. Berkata YES bukan karena memahami sepenuhnya, tetapi karena
memercayai bahwa kehendak Allah sungguh istimewa terhadap hidup saya.
Selamat menyiapkan diri dalam tahap terakhir sebelum menyambut Yesus yang
lahir dalam perayaan meriah malam Natal. Tuhan memberkati.
Comments