Preparing for Christmas, day 25!
PREPARE HIM ROOM
Preparing for Christmas
Daily Meditation with St. Therese of Lisieux
Day 25
Wednesday, 4th week of Advent
December 21st
Refleksi:
The Journey!
Kemarin saya bercerita mengenai personal
calling yang diterima oleh Maria. Dia yang masih remaja untuk golongan
jaman sekarang, menerima tugas maha berat menjadi ibu bagi Penebus. Tugas yang
tidak serta merta bisa dipahami, namun diterima dengan penuh kepercayaan. Let it be done!
Hari ini cerita berlanjut. Ada dua hal yang menurut saya menarik
untuk ditelisik lebih dalam. Pertama adalah soal perjalanan. Dan yang kedua
soal membawa kabar gembira, menjadi misionaris.
Injil menceritakan bahwa selepas malaikat pergi, Maria bergegas
pergi ke pegunungan. Tujuannya adalah menemui saudarinya yang menurut kabar
malaikat sedang hamil pada usia kandungan ke-6.
Sebenarnya malaikat tidak menyuruh Maria untuk pergi ke sana. Bahkan
malaikat juga tidak memberi saran. Semuanya adalah inisiatif Maria sendiri.
Mungkin dia melihat contoh dari orang-orang di sekitarnya yang mengalami banyak
kerepotan pada saat persalinan. Dia juga tahu kondisi saudarinya yang sudah
berumur senja tersebut.
Maria sendiri, kalau menurut orang-orang jaman sekarang, juga tidak
boleh bepergian jauh. Karena dia sedang hamil muda. Yang menurut banyak ahli,
sangat riskan kalau harus bepergian. Kondisi janin belum kuat. Lalu akan
berpengaruh kepada kondisi ibu yang akan mengalami banyak gangguan, seperti
mual-mual, pening, malas, dlsb.
Tetapi Maria, mungkin karena belum berpengalaman, menafikan semua itu dan pergi untuk membantu
saudarinya. Perjalanan ini jelas tidak mudah. Jarak tempuh juga tidak singkat.
Jalanan juga terjal. sarana transportasi yang memungkinkan adalah kuda kalau
orang kaya, atau keledai yang umum dipakai di sana. Sepertinya jarang
diceritakan adanya onta.
Apakah Maria bepergian seorang diri? Saya yakin kok tidak. Saya kok
yakin bahwa St. Yusuf menemani Maria selama perjalanan itu. Dan dalam
perjalanan itu tentu menjadi kesempatan bagi keduanya untuk sharing pengalaman
iman. Karena iman mesti dibagikan, dan cinta adalah alat istimewa untuk berbagi
iman.
Iman dan cinta
Hari Minggu kemarin kita mendapat cerita mengenai Santo Yusuf. Diceritakan
bahwa Santo Yusuf itu orang yang baik hatinya. Setelah dia mengetahui bahwa
Maria ternyata sudah hamil, dia berusaha “menceraikannya” secara diam-diam. Dia
menghormati Maria dan tidak ingin membuat gossip. Tetapi kemudian datanglah
malaikat memberitahu Santo Yusuf bahwa semua itu bukan ulah manusia, tetapi
karena kuasa Allah.
Selanjutnya Santo Yusuf membawa Santa Maria ke rumahnya.
Pertanyaannya adalah, kapan peristiwa itu terjadi. Apakah sesudah perjalanan
mengunjungi Elisabeth ini atau sebelumnya? Menurut saya mungkin dalam
perjalanan inilah Maria menceritakan kepada Santo Yusuf bahwa dirinya sudah
hamil. Dan mungkin dia tidak bisa bercerita bahwa ada malaikat datang
menemuinya, memberitahu kalau dia akan hamil, dan seterusnya.
Yaahhh, saya tidak mau berprasangka ini atau itu, tetapi kalau
berpikir manusiawi, pastilah ada banyak hal yang terjadi. Pasti muncul banyak
percakapan dan kisah sana-sini. Ada banyak rahasia yang tak terungkap, dari
dulu hingga kini. Dari semuanya saya hanya bisa merasa bahwa di sanalah iman
keduanya diuji.
Maka perjalanan mengunjungi Elisabeth, bukan sekadar perjalanan
biasa. Juga bukan sekadar perjalanan karena rasa empati dan simpati terhadap
saudara yang sedang repot. Bukan sekadar ungkapan kebaikan hati untuk ringan
tangan membantu sesame. Tetapi sebuah perjalanan iman yang akan selamat ketika
berbalutkan cinta.
Maria seperti yang dikatannya kepada malaikat, bahwa dia menyerahkan
semuanya kepada kehendak Tuhan, biarlah semua terjadi seperti yang dikatakanya.
Karena Maria menyadari siapa dirinya yang sebenarnya. Dia hanya gadis remaja
yang sedari kecil dididik untuk mencari kehendak Allah. Dia adalah puteri
Israel yang menantikan datangnya Mesias. Maka, di tengah ketidak pahaman akan
semua kisah yang terjadi, dia mencoba mengertinya sebagai bagian dari rencana
Allah yang besar. Juga perjalannya ke rumah Elisabeth.
Bagi saya sendiri, perjalanan Maria mengunjungi saudarinya yang
sedang hamil tua, mengajari banyak hal. Dulu saya selalu melihat dari sisi
kemanusiaan. Seperti yang sudah saya sampaikan, soal beratnya medan, sulitnya
perjalanan, dlsb. Tetapi sekarang saya diajak untuk melihat sisi yang lain.
Sisi yang lain itu adalah sisi iman. Ternyata, iman Maria memang
sungguh luar biasa. Iman itu sungguh ia ungkapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dan iman itu bisa begitu kuat, karena didasari oleh cinta yang tak kalah
besarnya. Maria mencintai Allah dengan segala rencananya.
Oh iya, sedikit saya
sisipkan di sini. Maria ini berasal dari keluarga yang saleh. Orangtuanya, Santa
Anna dan Santo Yoakhim, adalah orangtua yang mengajarkan takut dan cinta kepada
Allah sejak dini. Catatan mengenai hal ini telah saya buat tahun lalu dengan
judul “Perjalanan ke Yerusalem”.
Sebuah cerita menjelang kelahiran Yesus yang saya tulis berdasarkan cerita yang
ungkapkan oleh Beata Anne Catherine Emmerich. Mungkin cerita yang saya buat
bersambung di FB itu akan saya tulis ulang. Semoga ada kesempatan.
Melanjutkan cerita saya di atas bahwa Maria itu memang gadis yang
sejak kecil sudah dibiasakan mencari kehendak Allah, bukan hanya berdasar akal
budi yang kecil semata. Namun memahaminya dalam hidup sehari-hari. Mestinya
demikian juga dengan Santo Yusuf. Dan perjalanan dari Nazareth ke Yudea ini
sungguh menjadi persiapan perjalanan yang lain yang akan mereka alami. Karena
setelah ini masih ada perjalanan-perjalanan mereka bertiga. Yaitu perjalanan ke
Yerusalem dan perjalanan ke Mesir.
(hufftt… kok saya juga pengen menulis cerita mengenai perjalanan
ini. Karena minimal ada tiga perjalanan yang bisa diungkap. Ah nantilah!)
Soal perjalanan saya akhiri di sini. Dengan satu catatan bahwa
memahami perjalanan mengunjungi Elisabeth ini tidak cukup kalau hanya melihat
dari sisi manusiawi. Dengan mengulas betapa hebat dan kuatnya Bunda Maria.
Tetapi penting sekali melihatnya dari sisi rohani, sisi iman dan kasih.
Misionaris
Kunjungan Maria kepada Elisabeth bisa juga dipahami sebagai karya
misionaris. Maria adalah misionaris pertama. Kenapa? Karena Maria membawa Yesus
kecil di dalam rahimnya. Dia membawa suka cita kepada orang yang dia jumpai.
Elisabeth memberi kesaksian bahkan janin yang ada di rahimnya pun
melonjak kegirangan tatkala mendengar salam dari Maria. Sebuah kegembiraan yang
nyata. Dan itulah yang dibawa oleh para misionaris, membawa kabar gembira, membawa
Kristus kepada orang lain.
Maria datang untuk membantu dan meringankan beban Elisabeth. Dan
lebih dari itu adalah membawa kegembiraan. Yang langsung dirasakan oleh
Elisabeth. Maka dengan segera dia ungkapkan seluruh kegembiraan itu.
Siapakah aku ini sehingga ibu dari Tuhanku mengunjungi aku. Demikian
Elisabeth mengungkapkan kekagumannya. Mungkin kita bisa bertanya, dari mana
Elisabeth tahu bahwa Maria juga sedang mengandung dan yang dikandung adalah
Sang Penebus?
Tentu tidak sulit memahaminya, karena Elisabeth juga menjadi bagian
dari rencana Allah. Dia yang tua dan dikatakan mandul itu sekarang sedang
mengandung karena kuasa Allah. Seperti halnya malaikat yang membocorkan rahasia
kepada Maria bahwa Elisabeth sedang mengandung dari kuasa Allah; mungkinnnn…
malaikat itu juga bercerita bahwa Maria juga mengalami hal serupa. Tetapi
jangan dianggap malaikat itus edang nggossip.
Satu hal yang saya pahami dengan baik sekali; seorang misionaris
sejati itu membawa Kristus dalam hidup mereka. Dan itulah yang membuat orang
lain bergembira, melonjak kegirangan, dan akhirnya ikut memuji Tuhan, karena
berjumpa dengan Kristus sendiri.
Pemahaman ini menghantar saya kepada permenungan, bagaimana dengan
hidup saya sendiri? Apakah juga sudah membawa Kristus dalam keseharian, atau
jangan-jangan masih sibuk membesarkan diri sendiri (padahal perut sudah besar).
Oh iya, menjadi misionaris itu bukan terbatas pada mereka yang pergi
ke tempat-tempat jauh untuk mewartakan Kristus. Tetapi menjadi tugas setiap
orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus.
Siapapun kita, apapun pilihan hidup kita, berkeluarga atau selibat,
semua memiliki tugas menajdi misionaris, membawa Kristus dalam kehidupan kita
sehari-hari. Sehingga setiap orang yang kita jumpai akan merasakannya. Bukan
dari apa yang kita katakana, tetapi dari peri hidup keseharian kita. Bunda
Maria telah memberi kita teladan bagaimana menjadi seorang misionaris.
Contoh yang sangat sempurna untuk melakukan peziarahan sebagai
misionaris, maksudnya peziarahan hidup mesti selalu membawa Kristus. Mungkin
pada hari-hari kita sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut Natal,
kelahiran Yesus. Sibuk dengan berbagai pernak-pernik, sibuk dengan perayaan.
Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan adalah mempersiapkan diri
sebaik-baiknya, PREPARE HIM ROOM, dalam kehidupan kita, membawa-Nya dalam
keseharian seperti Bunda Maria. Karena Yesus tidak datang untuk sebuah
perayaan, tepai untuk hidup kita, membawa kembali kita sebagai anak-anak Allah.
Maka, kita yang mengikuti-Nya mesti membawa-Nya dalam hidup kita sehari-hari.
salam
Comments