The Nativity of the Lord
24 Desember (midnight)
The First NOEL
Riuh kerumun itu perhalan mengendur. Ucapan-ucapan selamat hari
Natal pun mulai lirih terdengar. Dan yang tersisa adalah sepi.
Kupandang di sudut Gereja, di mana bayi Yesus diletakkan, masih
dengan senyum yang sama. Kerlap kerlip lampu tak semeriah sore hari. Tinggal
beberapa helai penunggu malam.
Kusapa pelan. “Happy birthday, Jesus. Saya sungguh bahagia, bahwa
ini adalah malam kelahiran-Mu. Bukan karena gemerlap lampu dan hiasan itu aku
bahagia, tetapi karena Engkaulah aku bahagia. Bukan besarnya angpau dan hadiah
membuatku tersenyum ceria, tetapi menerima-Mu sebagai hadiah teridah dalam
hidupku. Selamat ulang tahun, Yesus. I am so glad it’s Christmas. Happy
birthday, Jesus. Jesus I love U.”
Kutatap wajah-Nya. “Yesus, adakah yang membawa-Mu pulang? Adakah
yang memberi-Mu kehangatan kasih? Ataukah semua pergi seiring berakhirnya lagu
“Joy to the world” yang ceria itu? Adakah yang mengingat-Mu?
Yesus, mungkin sepinya malam ini, tak sesepi malam di kala Engkau
dilahirkan. Mungkin juga, Engkau tak kesepian, karena malaikat mencarikan
Engkau kawan. Para gembala dibangunkan, untuk segera datang menjenguk-Mu.
Dan tangis bahagia Mama Mery, tatapan haru Bapa Jusuf; tentu tak
lepas dari tatapan-Mu juga. Mungkin ada embek-embek yang terbangun mengikuti
tuannya, ikut meringkut di dekat Engkau dibaringkan. Mungkin juga malam itu,
tak ada yang tertidur. Mungkin semua sibuk, mesti tanpa kata. Sibuk memuji-Mu,
mensyukuri keagungan Bapa-Mu.
Mala mini, sebelum aku pergi mengistirahatkan mata dan raga, kuingin
mengungkapkan satu hal pada-Mu. Terimakasih, karena Engkau sudi menjadi
manusia, sehingga kami bisa berbisik kepada-Mu. Terimakasih, karena Engkau
hadir sebagai bayi lemah, sehingga tangan kami mampu terulur membopong dan memeluk-Mu. Engkau tak lagi jauh, tetapi
dekat. Terima kasih. Terimakasih.
Selamat ulang tahun, Yesus.
Yesus, aku cinta pada-Mu.
Comments