Preparing for Christmas, day 18.
PREPARE HIM ROOM
Preparing for Christmas
Daily Meditation with St. Therese of Lisieux
Day 18
Wednesday 3rd week of Advent
Memorial of St. John of the Cross, 14 Desember 2016
Refleksi:
MENCARI KEKASIH!
Hari ini Gereja merayakan peringatan Santo Yohanes dari Salib.
Seorang karmelit yang oleh Gereja diangkat menajdi salah satu guru doa. Lahir
di Fontiveros-Spanyol sekitar tahun 1540. Tidak ada data yang valid mengenai
tanggal kelahirannya karena kebakaran hebat yang menghilangkan seluruh dokumen
yang mencatat kelahirannya.
Pada tahun 1567 ditahbiskan menjadi imam dan ingin menjalani hidup
sebagai karmelit yang ‘sungguh-sungguh’. Dia ingin menjalani hidup dalam
keheningan yang sempurna. Maka dia sempat ingin pindah menjadi seorang
Kartusian. Tetapi perjumpaan dengan Santa Teresa Avila telah mengurungkan
niatnya. Santa Teresa memberi pesan bahwa di dalam karmel-pun Yohanes bisa
melaksanakan cita-citanya. Dari situ mulailah Yohanes bekerja sama dengan
Teresa Avila memulai pembaharuan dalam hidup karmel.
Sahabat yang ingin memperdalam sendiri pemahaman akan Yohanes Salib,
bisa membaca sendiri buku-bukunya. Saran saya, buku pertama yang dibaca adalah
“Madah Rohani”. Alasannya, buku ini isinya penuh kehangatan cinta dan merangkum
seluruh pemikiran Yohanes Salib sendiri.
Buku kedua adalah Mendaki Gunung Karmel dan Malam Gelap Jiwa. Dua
buku ini sebenarnya adalah satu paket. Membacanya jangan terbalik, karena akan
kehilangan arah dan kebingungan. Juga jangan berhenti di tengah, karena akan
menyisakan pemahaman yang keliru mengenai pemikiran Yohanes Salib. Dan tahap
berikutnya membaca buku Nyala Cinta yang Hidup, buku yang kembali menghangatkan
jiwa.
Dalam catatan singkat ini saya ingin menyampaikan beberapa pokok
pikiran saja. Dan bagi saya, semua ajaran Yohanes Salib itu seperti sebuah
petunjuk untuk “mencari Kekasih”.
Merindukan Cinta
Kalau kita hendak mengerti ajaran Santo Yohanes secara umum, kita
bisa membaca bukunya yang pertama, Madah Rohani. Berisi 40 paragraf puisi yang
merangkum seluruh teologinya, pemahamannya akan doa dan hidup rohani. Maka saya
menyarankan, jika kita ingin mengenal Santo Yohanes, sebaiknya buku inilah yang
pertama kita baca. Seperti yang saya sampaikan di atas tadi. Isinya akan
menghangatkan jiwa.
Hidup doa dan bagaimana berdoa. Menurut Santo Yohanes hal terpenting
dalam doa bukanlah metode. Apapun metodenya bisa dipakai, sesuai dengan kondisi
pribadi. Tetapi yang mutlak harus ada dalam doa adalah rasa rindu di dalam dada
akan Sang Cinta.
Karena baginya sebuah doa adalah sarana mempererat relasi intim
dengan Allah. Dan hal mendasar yang harus ada adalah rasa rindu. Cinta tanpa
rindu adalah kehambaran belaka.
Kerinduan itu sedikit sulit untuk digambarkan, karena itu seperti
rasa gatal di dalam hati yang akan sulit untuk digaruk. Tapi niscaya kita semua
pernah merasakan kerinduan itu, atau bahkan sekarangpun sedang dilanda
kerinduan yang daya galaunya tak terperikan. Maka tinggal
membanding-bandingkan, apakah rasa yang sama, kerinduan itu, juga ada untuk
Sang Cinta? Kalau kita bertelut dalam doa, apakah memiliki kerinduan yang sama
geloranya seperti halnya gelora rindu dengan si cinta?
Jika tidak ada, mari mulai menanam kerinduan itu, karena cinta bukan
hanya di kata, tetapi hasrat hati untuk selalu bisa bersua dan tinggal bersama.
Meluruskan HASRAT
Siapakah yang tidak memiliki hasrat untuk bisa bersatu hati dengan
Sang Cinta? Pasti semua orang memilikinya. Namun, kalau kita harus menuliskan
sebuah daftar kebutuhan harian, kira-kira kebutuhan kita akan Tuhan ada pada
nomor berapa? Kebutuhan apakah yang menempati posisi pertama?
Di sinilah Santo Yohanes dari Salib mengajak kita untuk memurnikan
niat meluruskan arah hasrat. Kita semua memiliki hasrat untuk bisa bersatu
mesra dengan Sang Cinta, namun kerap tertindih oleh hasrat-hasrat yang lain.
Dalam bukunya Mendaki Gunung Karmel, Santo Yohanes membimbing kita bagaimana
memurnikan niat-niat.
Ditunjukkan adanya beberapa jalan yang menuju puncak Gunung Karmel.
Kita semua berjalan menuju ke puncak. Kita harus menentukan pilihan untuk
mengambil jalan yang mana. yang di kiri, atau yang di kanan, atau yang di
tengah. Kalau kita ingin sepenuhnya bersatu dengan Sang Kasih di puncak
pendakian sana, kita harus memilih jalan yang di tengah, jalan roh yang
sempurna. Karena jalan yang di kiri dan di kanan adalah jalan roh yang tidak
sempurna.
Dalam perjalanan menuju ke puncak, kita akan disuguhi beraneka macam
hiburan dan hadiah. Sebagian pendaki akan terlena dengan hiburan-hiburan dan
hadiah-hadiah tersebut sehingga lupa akan tujuan awal. Seperti orang yang lelah
dalam perjalanan kemudian mampir di warung kopi, berhubung di sana mendapat
pelayanan yang baik dan menyenangkan, dia enggan meninggalkan warung kopi itu
dan lupa akan tujuan awal.
Hasrat-hasrat yang ada harus diluruskan, harus dimurnikan setiap
saat. Proses penolakan dan pelepasan, bukan ini dan bukan itu untuk sampai di
puncak pendakian. Santo Yohanes sangat menyadari bahwa godaan itu begitu besar.
Hiburan yang diterima oleh para pendaki biasanya sangat menggiurkan. Tetapi
kalau ingin sampai di puncak dengan aman, seorang pendaki harus berani
melepaskan semuanya, menolak hiburan-hiburan tersebut. Harus berani
mengosongkan semuanya, karena di puncak Gunung hanya ada kehormatan dan
kemuliaan Allah.
Berjalan dalam Gelap
Dalam perjalanan hidup doa, seperti halnya perjalanan hidup kita
sehari-hari, ada kalanya kita masuk ke dalam situasi yang sulit dan gelap. Kita
tidak tahu dan tidak merasakan adanya ‘kenikmatan’ dalam hidup doa. Semuanya
terasa kering, bahkan hidup sehari-haripun menajdi sangat sulit.
Santo Yohanes mengingatkan untuk berpegang pada iman dan kasih.
Baginya berjalan dalam iman itu seperti berjalan dituntun orang buta. Kerap
kali kita merasa lebih tahu jalan karena kitalah yang ‘melek’. Kita lupa dengan
si penuntun, bahkan kerap kali kita mengarahkan jalan seolah kita tahu tujuan.
Begitulah hidup beriman kita, kerap kali kita mengarahkan Tuhan
seturut dengan kehendak kita. Kita lupa bahwa sebenarnya kita tidak tahu arah
tujuan, kita hanya memiliki banyak keinginan. Dan ketika Tuhan membawa kita di
jalan menuju tempat yang tepat, kita berontak dan tak menemukan kesenangan.
Kita hanya merasakan kegelapan.
Kegelapan bisa juga sebagai alat yang dipakai oleh Sang Penuntun
untuk memurnikan kehidupan kita, memurnikan kasih kita. Jangan lupa, bahwa
dalam perjalanan hidup rohani kita, mungkin akan mengalami beberapa kali masa
gelap ini. Bagaimana kita mengatasinya? Sebenarnya ini bukan sebuah persoalan
yang teramat pelik. Maka cara mengatasinya juga tidak terlalu rumit.
Kalau hidup doa kita terasa kering, tidak ada kenikmatan sama
sekali, jangan berhenti berdoa, teruslah berdoa. Kalau biasanya berdoa 10
menit, dan sekarang dua menit saja rasanya sudah sangat berat, teruslah berdoa
selama sepuluh menit. Bahkan ketika yang dirasakan adalah kehambaran belaka. Terus
melakukan hal-hal sederhana yang baik, adalah cara selamat dari kegelapan ini.
Cara berikutnya adalah dengan meningkatkan iman dan kasih. Seperti
yang saya singgung di atas. Iman dan kasih itu seperti berjalan dituntun oleh
orang buta. Maka harus berani berserah, merelakan diri seutuhnya dan berhenti
mengarahkan jalan. Sebaliknya harus mendengarkan arahan dari si penuntun.
…..
Rasanya sudah cukup panjang, dan tidak menarik lagi kalau harus
diperpanjang. Kalau kalian sungguh berminat untuk memperdalam pemahaman akan
Santo Yohanes SAlib, silahkan mulai membaca buku-bukunya, atau membaca
buku-buku komentar tentang Yohanes Salib.
Maka pada bagian penutup ini saya kutipkan puisi Santo Yohanes dari
buku Madah Rohani.
Di manakah Engkau
bersembunyi, Kekasih,
dan tinggalkan daku merana?
Engkau menghilang secepat
rusa,
setelah melukai aku;
kulari panggil Kau,
namun Engkau lenyap sudah.
Wahai para gembala,
kalian yang pergi endaki
bukit lewat kandang domba,
jika kebetulan kalian
jumpai
Dia yang paling kucintai,
Katakana pada-Nya, aku
sakit, merana, dan mati.
Demi mencari Kasih
kan kudaki gunung-gunung;
kususuri pantai,
takkan kupetik bunga-bunga,
tak pula kutakut
binatang-binatang buas;
manusia-manusia perkasa dan
perbatasan kan kulalui.
salam
Comments